Hazzel berjalan di jalan setapak itu, semakin ia menjauhi rumah, ia merasa semakin bersalah. Ternyata jalan setapak itu membawa dirinya ke sebuah tumbuhan yang sangat panjang menjulang ke atas langit. Hazzel pun memanjat tumbuhan itu dan negri itu bagaikan negri awan. Di sana ada rumah yang begitu besar. Besar sekali bagaikan rumah raksaksa. Bahkan ia merasa dirinya seperti seorang liliput yang besarnya hanya sekelingking. Ia pun memasuki rumah yang begitu besar itu melewati celah terkecil. Lalu ia melihat semua barang-barang itu begitu besar. Dan ia melihat seorang raksaksa. Karena Hazzel merasakan firasat buruk jika berlama-lama di rumah raksaksa itu jadi ia segera keluar rumah. Ia melanjutkan perjalanan dan perjalanan itu membawa dirinya ke sebuah rumah kecil. Ia memasuki rumah itu. Dan menemukan 3 buah mangkok berisi bubur. Di atas meja itu ada mangkok besar, sedang, dan kecil. Lalu ada sendok yang berukuran besar, sedang dan kecil. Serta kursi berukuran besar, sedang dan kecil. Ia pun memakan bubur yang berada di dalam mangkok kecil, lalu ia duduk di kursi berukuran sedang, dan memakai sendok berukuran besar. Setelah makan dengan kenyang ia merasa begitu lapar. Hingga akhirnya ia pun pergi tidur di sebuah kamar yang berisi 3 kasur. Kasur itu berukuran kecil, sedang dan besar. Tapi walaupun memakai kasur yang besar tubuhnya tetap tidak muat. Akhirnya ia menggabungkan semua kasur dan tidur terlelap di situ. Setelah beberapa lama. Ia merasa seperti ada yang sedang membangunkannya ternyata tiga ekor beruang. Ayah, ibu dan anak beruang. Hazzel pun diomeli dengan bahasa yang ia tidak mengerti. Yang ia tahu adalah pasti ketiga beruang itu sedang memarahinya karena ia telah memakan bubur itu. "Dasar gadis tidak tahu sopan santun, memakan bubur dan menggunakan kasur kami tanpa minta izin. Sekarang kau harus menerima hukuman. Yakni kau akan dipenjara di sebuah menara merana yang dijaga oleh naga orange besar. Yang bisa mengeluarkan api dan terbang." Dan kini di menara itulah ia sekarang berada. Meratapi nasibnya begitu merana seperti menara merana itu. Di menara itu ia menghabiskan waktunya untuk baca novel dan menulis novel." Ketika malam tiba. Hazzel menatap langit. Ia melihat ribuan bintang membentuk rasi bintang, dan ia pun menatap bulan sabit. Ia menghela nafas. Dan menatap ke bawah menara, begitu jauh dari bawah. Terjun pun ia akan mati. Ia menangis sesenggukan. Lalu ada seorang ibu peri datang. Membelai rambutnya. Lalu sang ibu peri pun membangunkan sang naga dan membebaskan sang naga dari rantai yang telah memanjarakannya. Kini ia merasa bebas. Hazzel pun naik ke punggung naga. Lalu terbang bersama naga. Hazzel memberi sebuah senyuman untuk sang ibu peri dan ia berterima kasih. Kini Hazzel merasa bebas. Ia bahagia. Dan sang naga menurunkannya di sebuah jalan. Hazzel pun berjalan lama tanpa tujuan. Dan kakinya pun menjadi lecet dan kapalan, urat kakinya keluar semua. Ia merasa sedih melihat telapak kakinya serta jari kakinya. Hujan pun turun dan membuat luka di kakinya semakin perih. Dan hujan membuat bajunya menjadi basah dan merasa dirinyakedinginan. Ia tampak begitu berantakan. Kota begitu gelap. Ia menyusuri jalan tanpa kepastian. Hanya kakinyalah yang terus membawanya berpindah tempat bahkan sampai ia berjalan dengan terseok-seok dan akhirnya ia merasa tidak kuat untuk berjalan. Kepalanya pusing, kakinya sakit, ia begitu kedinginan, rasanya untuk bernafas dan berdiri pun sulit, pandangannya mulai buram. Ia pun terduduk dan memejamkan mata. Semuanya tampak begitu gelap segelap mimpi. Bahkan ia tidak tahu ia sedang berada di mana, rintikan hujan yang menghujam ke tubuhnya terasa begitu menusuk. Angin dingin membuat bulu kuduknya berdiri. Saat itu seorang ibu keluar dari kereta kencananya saat ia ingin masuk ke dalam rumah, ia melihat Hazzel yang begitu pucat. Ia segera membawa Hazzel masuk ke dalam rumah. Memandikannya dengan air hangat dan memakaikan sebuah baju kering. Dan menyuapinya bubur dan roti. Dengan begitu lemas ia mengunyahnya. Lalu wanita itu pun menyuruh pelayannya menumpukan selusin kasur. Jadi kasur itu terlihat begitu tinggi sekali. Hazzel pun harus menaiki tangga untuk menuju ke atas kasur yang begitu tinggi karena jumlahnya begitu banyak. Semalaman suntuk ia tidak bisa tidur bahkan sampai pagi hari tiba. Seharusnya Hazzel bisa tidur dengan nyaman di atas kasur itu. Tapi ternyata ketika keesokan paginya sang wanita itu bertanya pada Hazzel apakah ia bisa tertidur dengan nyenyak atau tidak. Dengan lemas Hazzel menggeleng. Sang wanita itu tersenyum "Benarkah?Apakah kau ingin tahu apa sebabnya? Jawabanya adalah karena kau adalah Putri Biji Kapri. Sudah lama kami mencarimu. Ada sebuah ramalan bahwa putra mahkota ku hanya bisa dinikahkan dengan putri biji kapri. Kami pun meminta petunjuk agar bisa mengenalimu. Dan petunjuknya adalah seseorang wanita yang tidak bisa tertidur di atas kasur yang di bawahnya tersembunyi satu biji kapri kecil. Semua orang bisa tidur di atasnya.
Berhari-hari berkutat di perpustakaan, Hazzel pun menemukan banyak buku bagus. Terkadang ia membacanya di halaman belakang. Terkadang setelah lelah membaca ia pun berenang. Atau terkadang ia bermain di taman rumah, sembari membawa buku ensiklopedia yang berisi berbagai jenis tanaman. Terkadang ia juga menuliskan nama latin tanaman yang ada di taman rumahnya. Terkadang ia juga menuliskan serangga serta hewan-hewan yang ia temukan di taman itu. Bahkan saking kurang kerjaannya ia pun mencatat jumlah jendela dan pintu di rumah itu. Benar-benar tidak ada kerjaan. Mungkin karena ia mulai aktif kuliahnya di semester depan yang notebane nya beberapa bulan lagi. Terkadang ia mengalami kejanggalan. Atau mungkin ini semua hanyalah khayalannya karena ia kebanyakan membaca novel fiksi ilmiah. Atau novel petualangan lainnya. Saat itu di mulai saat hari minggu. Ketika ia dan ayahnya begitu sibuk membuat rumah pohon. Ini semua karena berkali-kali Hazzel terus meminta. Karena kini ayahnya berusaha menjadi ayah yang baik ia pun berusaha untuk lebih memperhatikan anaknya. Walaupun pada kenyataanya ia menyadari ini bukanlah anak kandungnya, tapi ia tetap ingin berusaha menjadi ayah yang baik karena masih merasa bersalah coz telah menelantarkan anak kandungnya. Yang entah bagaimana kehidupan anak kandungnya dulu. Setelah selesai membuat rumah pohon dan barang-barang telah diletakan di rumah pohon. Mereka semua akhirnya membuat api unggun dan memanggang daging. Mereka pun tidur di rumah pohon mereka. Katika pagi hari tiba.Setelah sarapan roti coklat Hazzel pun menonton film kartun kesukaannya, setelah itu membaca novel di rumah pohon. Jarak antara rumah pohon dan balkon kamar Hazzel begitu dekat. Terkadang Hazzel hanya melompat sedikit untuk menuju rumah pohon. Pada suatu hari saat Hazzel membaca sebuah novel tentang peri. Entah kenapa sesuatu hal yang ada di novel berubah mennjadi begitu hidup dan nyata. Telah terjadi sesuatu hal dan kau tidak akan pernah mengerti. Karena ini semua hanya fiksi. Dan kita bermain di alam imajinasi bukan di kehidupan nyata yang begitu real dan terkadang permasalahan yang ada dalam hidup begitu kompleks dan sulit. Jadi saat itu, Hazzel meraba cover novel itu. Cover itu tidak rata. Jadi maksudnya begitu timbul, dengan memegang covernya. Kau seperti sedang merasakan sesuatu hal yang kau tak akan pernah mengerti, sebuah sensasi mungkin. Judul buku itu juga timbul, judulnya adalah "Rahasia di Balik Petualangan dan Istana" Ketika ia membuka buku itu, ada sebuah angin yang menerpa wajah Hazzel dan sebuah cahaya yang memancar sepersekian detik. Ia membuka halaman pertama. Judul bab itu terukir dengan indah. "Bab 1 Mozaik Petualangan." Hazzel membaca satu paragraf awal lalu mengimajinasikannya. Hazzel pun mulai memejamkan mata dan semua tulisan itu tampak begitu nyata. Hazzel merasakan dirinya ada di sebuah kisah dalam buku itu. Ia begitu merasakannya. Bahkan angin dingin yang tertiup dari kutub utara di buku itu pun ia merasakannya. Dalam pejaman matanya ia terbayang sesosok srigala putih di sebuah gunung bersalju dengan aliran air sungai yang berada di lembahnya. Pada saat itu ayahnya datang ke rumah pohonnya dan membawakan boneka atau mungkin sebuah robot srigala putih. Bulunya begitu halus, dan saat srigala putih itu berjalan tampak tidak begitu kaku seperti robot. Atau mungkinkah mungkin ini memang anak srigala putih? Tapi kenapa ini semua begitu kebetulan? Tapi mungkin memang hanya kebetulan. Saat sore hari tiba. Hazzel sedang menyiram bunga. Lalu ia mendengar sebuah suara kecil dan ternyata itu adalah suara seorang peri. Sepertinya kisah hidup Hazzel mulai aneh. Dan Hazzel pun mulai menganggap dirinya seperti orang gila. Atau mungkin semua ini hanya imajinasi. Atau mungkin peri kecil yang ia lihat hanya seekor lebah. Yah mungkin saja toh, tadi ia hanya melihat sebentar. Lalu kejadian aneh pun masih berlangsung. Kejadian ini begitu aneh. Bahkan semua kejadian ini terlihat begitu fiksi, mungkin memang karena semua hal ini begitu fiksi. Jadi, kisah aneh ini berlanjut. Saat Hazzel sedang bercermin. Saat itu Hazzel menyentuh bayangan dirinya di cermin tapi entah mengapa. Tangan itu seperti masuk ke dalam cermin itu. Bahkan seluruh tubuhnya pun bisa masuk ke dalam cermin itu. Dan mulai saat itulah semua kejadian aneh itu terus berlangsung. Semua hal terlihat begitu aneh dan terbalik mungkinkah karena dirinya sedang berada di dunia cermin? Atau mungkin sebenarnya ia sama sekali tidak masuk ke dalam cermin itu melainkan semua itu hanya ilusi. Lalu Hazzel melanjutkan menghitung jumlah pintu dalam rumah itu. Terkadang pintu-pintu itu membawa dirinya ke tempat berbeda. Bahkan dari satu pintu itu ia akan menemukan sebuah ruangan yang memiliki pintu lain yang akan menghubungkan menuju ruangan lain. Dan di pagi itu Hazzel menemukan sebuah lemari tua. Dan saat masuk ke lemari itu. Ia menemukan sebuah pintu lain yang membawanya entah kemana. Sepertinya ke sebuah negri asing.
Buaian simphony kesedihan. Tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya mendekati Hazzel. Wanita itu memakai kaca mata. Sang wanita pun bertanya "Oh, gadis manis. Sebuah lagu biasanya mencerminkan suasana hati. Kau telah memainkan sebuah lagu kesedihan. Apakah sekarang kau merasa sedih?" Hazzel begitu gemetaran menahan isak tangisnya. Matanya sudah dipenuhi air mata yang menghamburkan pandangannya. Sebenarnya penyakit gagu Hazzel karena trauma melihat kematian orang tuanya di depan matanya sudah menghilang, dari sebelum ia, kakek dan sepupunya ke Istana. Tapi sekarang karena trauma akan kematian kakeknya ia menjadi merasa ingin menjadi gagu lagi. Ia pun mengangguk untuk menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu. Lalu sang wanita paruh baya itu pun bertanya "wahai gadis manis, apa yang menyebabkan engkau sedih?" Hazzel tidak tahan lagi, menyimpannya dalam hati pun hanya akan membuat kesedihannya tak akan pernah hilang. "A,,aku sedih karena kakekku telah meninggal, telah berkali-kali aku merasa semua tokoh yang berperan penting dalam hidupku menghilang dan pergi meninggalkan aku. Sekarang aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Aku hanya memiliki biola pemberian kakekku ini. Untuk mengenangnya aku pun memainkan lagu kesedihan ini." Sang wanita paruh baya menitikan air matanya. Ia pun menangis tersedu-sedu. Lalu ia mengambil selampe untuk menghapus air mata Hazzel dan menghapus air matanya. Sang wanita paruh baya itu pun menatap Hazzel dan ia berkata "Maukah engkau menjadi anak angkatku? Sebenarnya aku sudah memiliki anak perempuan yang lebih tua darimu dua tahun. Tapi ia sudah begitu jarang sekali pulang ke rumah, kini ia tinggal begitu jauh dari rumah kami. Dan ia hanya datang ke rumahku hanya beberapa saat yang begitu sebentar sekali. Aku begitu merindukan anakku. Maukah engkau menjadi anak perempuanku, agar aku tidak merasa kesepian? Aku tahu ini semua salahku, aku dan suamiku begitu sibuk bekerja hingga pada akhirnya kami telah menyadari tahun demi tahun telah terlewati, dan anak kami sudah tumbuh begitu besar, tapi ia begitu kekurangan kasih sayang dari kami. Bahkan mungkin bisa dikatakan hubungan kami tidak terlalu dekat, mungkin ia marah karena kami jarang ada untuknya. Oh aku tahu aku begitu bodoh. Tapi mau bagaimana lagi. Aku dibesarkan diajarkan untuk hal lain, aku tidak pernah diajarkan untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik, dari kecil aku hanya diajarkan bagaimana cara menjadi wanita karir. Jadi, pada akhirnya seperti ini. Percuma aku memiliki anak tapi aku dan anakku tidak begitu dekat." Hazzel memeluk wanita paruh baya itu, dan sejujurnya ia ingin sekali memiliki seorang kakak perempuan. Dari kecil ia tidak memiliki saudara ia hanya memiliki sepupu, tapi sepupu juga saudara ya? Hazzel pun diajak ke rumah wanita paruh baya itu. Rumah itu bergaya victorian. Rumahnya begitu megah bernuansa coklat. Hazzel pun bertanya tentang pekerjaan ibu angkat barunya itu "Mom, apa pekerjaanmu?" sang ibu pun menjawab "Aku bekerja menjadi seorang dosen di Universitas. Aku juga pernah mengajar sekali di bidang musik, jadi aku juga tau tentang permainan musik yang kau mainkan itu." Tiba-tiba ibu angkat Hazzel tersenyum "Hey, bagaimana jika kau melanjutkan sekolahmu. Kau akan mendapatkan banyak pengalaman baru." Hazzel pun mengangguk "Terima Kasih Mom." Hazzel pun diajak mengelilingi rumah itu. Kan tidak lucu kalau sampai nyasar di rumah sendiri. Atau tidak tahu toilet dan dapur di mana. Lalu Hazzel juga diperkenalkan dengan kamarnya, lalu dengan kamar kakak angkatnya. Lalu Hazzel pun meminta izin agar diperbolehkan tidur di kamar kakaknya. Sang ibu pun berpikir sejenak. "Hemm,,,bagaimana ya Hazzel, walau bagaimanapun kamar adalah sebuah ruangan tempat menyimpan rahasia tentang dirimu. Terkadang kita bisa mengenal seseorang dari kamarnya. Karena di kamar itu terkadang seseorang menyimpan rahasia pribadinya. Dan lagipula aku merasa hubunganku dan anakku tidak terlalu baik. Kau tahu kan dia pasti sedang marah padaku karena aku lebih mementingkan karirku dari pada dirinya. Untuk itulah ia pergi menjauh dariku. Tapi atau mungkin memang sudah saatnya ia pergi umurnya sudah dua puluh tahun. Sudah waktunya untuk seseorang untuk hidup mandiri, berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup tanpa bantuan dari orang lain. Lagipula aku takut jika ia datang dan melihat dirimu ada di kamarnya. Pasti ia marah besar." akhirnya Hazzel mengangguk. Lalu Hazzel juga diperkenalkan pada sebuah perpustakaan. Di dalamnya begitu banyak buku-buku dan ada juga novel. Lalu Hazzel juga diperkenalkan ke pembantu sang wanita paruh baya itu, agar bisa dilayani dengan baik. Dan saat makan malam tiba, dan suaminya telah pulang. Hazzel pun diperkenalkan pada suaminya. Dan akhirnya mereka pun menjadi satu keluarga yang utuh. Sang ayah angkat ternyata adalah seorang ilmuan. Kini ia sedang meneliti tentang sesuatu hal yang begitu rahasia. Gelarnya adalah profesor tapi walaupun begitu rambutnya belum berwarna putih serta botak
Karena begitu pendiam akhirnya Hazzel pun pulang begitu saja sembari membawa barang belanjaannya di dalam ranjang. Ketika sampai rumah, ternyata sepupu perempuanya datang, akhirnya mereka pun bermain bersama di sebuah danau, mereka memancing ikan serta berenang di sana. Keesokan harinya Hazzel, sepupunya dan kedua orang tuanya pergi ke kota dengan kereta, namun sayang saat mereka ke kota. Mereka mengalami kecelakaan. Orang tua angkat Hazzel meninggal, untunglah Hazzel dan sepupunya hanya mengalami luka ringan, namun walaupun begitu kejadiaan tersebut menimbulkan perasaan teroma pada Hazzel dan pada akhirnya ia pun jarang sekali berbicara. Setelah kejadiaan itu Hazzel pun tinggal bersama sepupunya di sebuah kota di paris, bangunan-bangunan tua berjejer di sana. Sebenernya orang tua sepupunya Hazzel telah meninggal, dan selama ini sang sepupu tinggal bersama kakenya. Menjalani kehidupan sebagai pembuat pertunjukan keliling, terkadang saat mengadakan pertunjukan keliling sepupunya sering bermain menjadi balerina, pengunjung yang berdatangan pun memberikan uang yang lumayan. Mulai saat itu sang kakek pun memberikan sebuah biola pada Hazzel dan melatihnya setiap hari. Sehingga pada saat saat pertunjukan keliling ia pun bisa bermain biola, sebenarnya ia juga ingin bernyanyi, tapi untuk berbicara saja sudah sulit, bagaimana bisa bernyanyi, pasti akan melakukan kesalahan terus menerus. Akhirnya lewat piano itulah ia menyalurkan kesedihannya karena kehilangan kedua orang tuanya, walaupun terkadang orang tuanya memarahinya terus menerus karena Hazzel melakukan kesalahan, tetapi Hazzel begitu mencintai kedua orang tuanya. Berkat mereka berdualah dirinya masih hidup di dunia ini. Selain Hazzel dan sepupunya pertunjukan keliling itu pun dimeriahkan oleh seekor monyet, tupai yang pintar serta sang kakek yang menabuh gendang. Terkadang Hazzel juga belajar untuk menjadi balerina, tapi sayang ternyata sulit sekali, berkali-kali ia melakukan kesalahan, tapi walaupun begitu dengan begitu sabar dan hati riang sepupunya terus mengajarkannya sampai bisa. Hazzel pun merasa terbakar api semangat akhirnya ia terus berlatih walau hingga akhir malam. Setiap hari mereka tinggal di karavan. Di karavan itu sudah tersedia dapur dan tempat tidur. Mereka pun tinggal secara nomaden. Terus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Hingga pada akhirnya mereka sampai di sebuah kerajaan. Dan sang Raja pun mengundang mereka untuk membuat sebuah pertunjukan untuk sang raja. Ketika setelah selesai membuat pertunjukan mereka pun berpesta dan makan bersama. Suasana begitu ramai. Dan entah apakah hanya khayalan atau beneran Hazzel seperti melihat Tom, laki-laki yang ia lihat di sebuah artikel. Saat itu Tom akan berdansa dengan seseorang yang Hazzel lihat saat di pasar waktu itu. Tanpa sengaja Hazzel menumpahkan makanannya. Hingga makanan itu terjatuh, dan cipratannya mengenai baju wanita itu. Sungguh benar-benar ceroboh. Tapi karena wanita itu memiliki intelegent emosi yang bagus jadi ia pun hanya tersenyum dan berkata "Aku tidak apa-apa." Hazzel terbengong-bengong, tak ada tamparan, jenggutan, makian dan lain-lain. Karena begitu merasa sangat bersalah Hazzel pun berkali-kali minta maaf dan berusaha membersihkan kotoran itu. Malam itu setelah pesta, mereka menginap di istana itu. Dan karena balet yang dimainkan oleh sepupu Hazzel begitu bagus, jadi sepupu Hazzel telah diresmikan untuk menjadi balerina istana. Dan mulai saat itu pun sepupu Hazzel tinggal di istana. Sepupu Hazzel berjanji bahwa semua gajinya nanti akan diberikan kepada Hazzel dan kakeknya. Setahun telah berlalu, selama setahun itu kehidupan Hazzel dan kakeknya dipenuhi oleh acara pertunjukan keliling, permainan biola Hazzel pun semakin menarik. Tapi di lain sisi kesehatan sang kakek, lama kelamaan memburuk. Sang kakek terus menerus sakit. Bahkan ketika ia terbatuk pun ia mengeluarkan darah. Gaji yang diberikan sepupu Hazzel telah habis untuk biaya pengobatan sang kakek. Tapi walaupun begitu azal tetap menjemput sang kakek. Saat di pemakaman, Hazzel merasa begitu sedih, karena satu persatu orang-orang yang ada dalam hidupnya menghilang pergi meninggalkannya seorang diri. Bahkan ketika ia tertidur ia pun terus bermimpi tentang ladang pertanian keluarganya, ia teringat masa kecilnya. Karena begitu merindukan kampung halamannya ia pun bergegas pulang ke desanya. Tapi setelah sampai di sana. Semuanya telah berubah. Ladang pertaniannya bukan lagi sebuah rumah, melainkan sekarang berubah menjadi sebuah bioskop yang begitu ramai oleh para penonton. Hazzel begitu sedih, kepingan mozaik masa kecilnya telah menghilang. Desa itu pun dalam sekejap berubah menjadi kota metropolitan. "Oh kemanakah aku harus kembali? Aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi." Hazzel termenung begitu lama, satu-satunya yang ia miliki hanyalah biola tua pemberian kakeknya. Ia pun memainkan biola itu dengan nada sedih. Semua orang yang mendengarnya begitu terhanyut oleh
Saat memberi makan sang ayam saja yang ada ia hanya dipatoki ayam-ayam berandalan itu. Pada saat dipatoki bodohnya ia bukannya lari, tapi malah pasra dan berjongkok, alhasil leher dan jidatnya penuh luka. Setelah berbagai kesialan yang terjadi pada hidupnya ia pun pergi ke luar area perkebunan,perternakan, dan pertanian itu. Sebenarnya semua areal itu bukan miliknya melainkan milik tuan tanah jadi setiap hasil panen dan hasil lainnya pasti 3/4 akan diberikan pada tuan tanah tersebut. Benar-benar tidak adil. Tapi ayahnya tidak tahu harus bagaimana lagi. Jadi jalan satu-satunya tetap bekerja menjadi seorang petani suka maupun tidak suka. Hazzel yang berlari keluar pekarangan rumahnya/areal perkebunan, menemukan banyak teman seusinya. Ia melihat mereka sepertinya hidupnya lebih menyenangkan daripada hidupnya, sepertinya hidup mereka tanpa beban sekali,hidup bahagia terus menerus. Tapi rumput tetangga akan selalu terlihat lebih indah, jadi mungkin mereka terlihat begitu bahagia tapi mungkin mereka juga memiliki polemik dalam hidupnya. Hazzel pun diajak bermain dengan mereka. Tapi saat bermain dengan mereka pun Hazzel selalu melakukan kesalahan. Akhirnya saking frustasinya ia pun pulang ke rumahnya, yang mungkin entah kejadian apa lagi yang akan ia temukan, benar-benar seperti berada di titik jenuh. Ketika umur Hazzel 8 tahun akhirnya ia disekolahkan. Dalam sekolah pun ia hanya akan melakukan banyak kesalahan. Tapi toh sekolah adalah tempat yang hebat. Sekolah akan mengubah anak yang tidak bisa menjasi bisa,dari tidak tahu menjadi tahu dan lainnya. Kekonyolan lain yang dilakukan Hazzel adalah bahkan saat menggunting kukunya, ia menggunting kuku kaki kelingkingnya terlalu banyak, sehingga kuku kaki kelingkingnya jadi sedikit. Kekonyolan lainnya lagi adalah ia pernah membawa sepelastik beras tapi yang ada ia malah menjatuhkannya, waktu umur tiga tahun lebih konyol lagi, membawa telur pun pernah menjatuhkannya. Di sekolah ia mendapatkan teman baru walau mungkin nanti tidak terlalu akrab juga karena ia takut pada akhirnya ia membuat kesalahan. Beberapa tahun telah berlalu kini umurnya sudah sepuluh tahun. Ia sudah begitu mahir menunggang kuda. Dengan pakian koboi ia dan kudanya menjelajahi desa itu. Kudanya berwarna coklat dengan bulu/rambut di atas kepala hingga leher berwarna hitam. Saat itu Hazzel sedang balapan dengan Lan. Permainan balapan mereka terkadang di isi dengan kecurangan. Terkadang ketika Hazzel berada di belakang. Hazzel dengan genggaman kuat menggenggam ekor kuda Lan yang berwarna hitam menampilan ke elegananya. Setelah selesai balapan biasanya mereka berhenti di sebuah danau dan membiarkan kuda mereka minum. Sedangkan mereka berdua sibuk membangun rumah impian mereka yaitu rumah pohon. Bahkan barang-barang alat rumah tangga pun mereka letakkan di rumah pohon itu. Letak rumah pohon itupun begitu tersembunyi ini adalah tempat rahasia mereka berdua. Kadang-kadang mereka berimajinasi ada peri pohon, peri bunga, bahkan mereka berimajinasi ada troll jahat juga, lalu ada kurcaci bangsa dwarf, alu burung elang yang besar bahkan naga. Terkadang mereka berimajinasi sedang menunggani naga padahal mah sebenarnya mereka sedang menunggangi kuda. Karena sering bermain Hazzel terkadang lupa untuk belajar, dan akhirnya mendapatkan nilai pas-pasan. Ketika berumur 15 tahun Lan dan orang tuanya pindah rumah ke sebuah pulau musim panas. Hazzel terkadang merasa kesal juga. Ia selalu bertanya-tanya buat apa ada sebuah pertemuan jika pada akhirnya berpisah. Hazzel tidak ingin datang ke dermaga untuk melihat kepergian Lan naik kapal. Akhirnya mereka berpisah begitu saja. Begitu datar bagaikan tidak saling mengenal. Lalu saat umur Hazzel 17 tahun ia membaca sebuah artikel. Artikel itu menceritakan tentang seorang anak bernama Tom. Di artikel itu juga ada fotonya. Dan beberapa minggu kemudian Hazzel bertemu dengannya tanpa sengaja di sebuah pasar. Tapi Hazzel hanya terpaku menatapnya, sedangkan laki-laki itu tidak menyadari keberadaan Hazzel karena tempat itu begitu rame. Beberapa lama kemudian seorang gadis menarik lengannya untuk mengajaknya masuk ke dalam toko kue.
Tulisan ini ku persembahkan untuk sepupuku tersayang Ayu Puji Lestari yang telah memintaku untuk membuat sebuah cerita sedih, bahkan saat ingin menulis kisah ini aku tidak tahu apakah kisah ini akan sedih atau tidak. Kita mulai yak kisahnya. Kisah ini bermula di sebuah tempat, yang begitu jauh dari kehidupan anda. Tempat ini begitu indah dengan pepohonan yang menghasilkan banyak buah apel merah dan ranum. Di bawah pohon ini mengalirlah sungai yang amat deras. Dan di dekat sungai ini ada sebuah rumah mungil yang di sekeliling rumah ini ditumbuhi tumbuhan merambat. Di sebuah dapur ada asap masakan mengepul dari jendela dapur dan cerobong asap. Di balik tirai jendela itu terlihatlah seorang wanita yang sedang hamil tua. Ketika malam tiba, sang wanita merasa begitu kesakitan, ia merasakan ketakutan yang amat sangat luar biasa. Ternyata sebentar lagi ia akan melahirkan. Sayang saat itu ia sedang sendirian di rumah. Tapi tidak beberapa lama kemudian suaminya datang, sang suami mengenakan topi dan jas hitam, serta sepatu pentofel yang telah disemir istrinya tadi pagi. Sang suami yang melihat istrinya akan melahirkan menjadi ikutan merasa panik. Akhirnya ia keluar untuk mencari seseorang yang bisa membantu istrinya melahirkan. Langit yang sudah gelap pun ditambah dengan awan mendung. Suara petir mengiringi kelahiran sang bayi, nyanyian sedih burung hantu pun tidak lupa menyemarakan kedatangan sang bayi, gemuruh hujan mengaluni suara tangisan sang bayi. Ketika hujan turun dengan derasnya, rintikan air hujan pertama saat sebutir air terjatuh ke tanah saat itulah sang ibu meninggal dunia, karena pada sebelumnya ia pun memiliki sebuah penyakit yang bahkan sampai kematian menjemputnya ia sekalipun belum pernah berobat. Kota itu sangat jarang ada dokter, bahkan kota tersebut memeliki peraturan aneh yakni setiap bayi perempuan lahir akan di bunuh. Maka dari itulah sangat jarang sekali ditemukan bayi wanita yang masih hidup. Suara guruh sepatu kuda mengiringi langkah para prajurit istana. Sang ayah sudah begitu ketakutan, keringat dingin membasahi tubuhnya, wajahnya pucat pasi. Wanita tua yang membantu istrinya melahirkan pun menyuruh laki-laki itu untuk menyelamatkan anak bayi itu. Sang laki-laki itu pun bergegas pergi keluar. Tanah becek membuat kakinya tergelincir. Sang bayi terjatuh ke aliran sungai yang deras. Ketika ayahnya ingin menolong bayi itu. Para prajurit pun sudah menyandera laki-laki itu lalu membunuhnya. Pemerintah kota itu memang hebat. Bahkan ada seorang wanita yang sedang hamil, dan kapan melahirkannya pun sudah tahu. Beberapa saat kemudian sepasang suami istri miskin melihat bayi itu. Lalu mereka segera menolongnya. Untunglah sang bayi hanya kedinginan dan pingsan, setidaknya nyawa nya sudah tertolong. Karena kota sedang tidak aman. Maka suami istri itu pun pindah ke tempat lain yang lebih aman. Di tempat baru itu sang suami istri membangun sebuah pertanian dan perternakan. Dan anak bayi itu pun diberi nama Azelia Mahreza. Dan panggilannya adalah Hazzel. Tahun demi tahun berlalu, kehidupan Hazzel hanya berada pada perternakan dan pertanian. Hubungannya begitu dekat dengan para sapi dan domba. Tiap hari juga mereka sekeluarga selalu menghabiskan waktunya untuk di ladang dan perternakan. Di ulang tahunnya yang ke lima tahun ia mendapatkan seekor anak kuda. Ia selalu berusaha untuk menunggang kuda. Tapi rasanya begitu sulit, tiap saat ia selalu terjatuh dari kuda itu, ia begitu merasa bahwa dirinya benar-benar tidak berbakat. Apa kelebihan yang ia miliki? Tidak ada. Yang ia lakukan hanya kesalahan terus menerus. Bahkan saat membantu orang tuanya pun ia selalu melakukan kesalahan, air yang kebanyakanlah saat menyiram bunga. Bahkan hal yang mudah seperti mengumpulkan jerami pun terkadang ia melakukan kesalahan. Bahkan kecerobahannya tidak ketulungan. Terkadang ia menumpahkan garam saat menyiapkan makanan. Bahkan memecahkan piring saat mencoba untuk membantu ibunya mencuci piring. Bahkan beling tersebut mengenai kakinya. Karena persedian piring hanya sedikit yaitu 3 buah. Sang ibu pun marah-marah "Dasar anak tak berguna! Saat kau makan sebaiknya kau gunakan saja dedaunan di ladang" maki si ibu. Hazzel pun berusaha untuk tidak menangis. Terkadang karena ia sering melakukan kesalahan ibunya selalu memukulinya membuat kulitnya begitu membiru. Penampilannya sangat kotor sekali. Tubuhnya dipenuhi terigu. Karena saat ingin membantu ibunya membuat kue, Hazzel tidak sengaja menjatuhkan terigu dan kini terigunya mengenai dirinya. Saat ia meniup kompor agar apinya besar, ternyata asap hitamnya mengenai wajahnya, pipinya pun tampak begitu kotor. Hari-hari rasanya begitu menyedihkan karena ia merasa dirinya begitu payah. Bahkan dalam kehidupannya pun ia hanya memiliki sedikit teman, entah karena terlalu tertutup, pendiam atau mungkin tiap harinya ia diharuskan untuk membantu orang tuanya walaupun sepertinya ia sama sekali tidak membantu bahkan ia terlihat seperti sedang mengacaukan semuanya
|