Brakk,,,Aku membanting pintu dengan kencang. Aku pergi. Ibu memanggil-manggil aku,mengkhawatirkan aku. Aku habis berantem dengan kakakku. Terkadang aku menginginkan dia tidak ada. Tapi jika dia ada. Semua barang itupun tidak ada. Aku tidak tahu harus kemana akhirnya aku ke sebuah taman. Ada air mancur di sana. Aku seperti berhalusinasi. Saat aku melihat anak laki-laki yang berumur sepuluh tahun. Aku melihat ia seperti sedang mengukir namaku. Amelia Az-Zahra. Dan ketika aku melihat anak balita sedang bermain pasir. Aku melihatnya ia seperti mengukir dengan sebuah ranting namaku tapi menggunakan huruf katakana. Oh tidak aku sudah gila. Dua anak tadi pasti tidak tahu namaku. Jadi, mereka pasti tidak mungkin sedang mengukir namaku. Jika mereka tahu namaku, itu juga mengerikan. Buat apa mereka menulis namaku.

Untuk menghilangkan rasa stres ku aku menonton film. Pertarungan antara samurai dan ninja. Menang siapakah ini? Ninja begitu hebat. Bisa menghilang begitu saja dan memiliki senjata rahasia. Dalam pertarungan ini sang ninja kalah telak. Film terasa 3 dimensi. Aku serasa masuk ke dalam film. Memerankan tokoh wanitanya. Bajuku pun berubah. Aku memakai kimono. Walaupun atasnya tetap kerudung.Sang ninja entah pergi kemana. Meninggalkan sang samurai. Aku menatap sedih kepada sang samurai. Jagoanku justru kalah membuatku kecewa. Tapi aku lebih sedih lagi melihat darahnya. Ia pingsan. Tak kuat menahan sakit. Akupun membersihkan darahnya. Dan membalut tangannya serta punggungnya. Terakhir aku membalut perban di kepalanya. Seketika sang samurai bangun membuat aku kaget. Akupun mentup wajahku dengan lengan bajuku. Menyisahkan 2 bola mata ini. Untuk melihat apa yang terjadi. Akupun bergegas pergi. Tapi dia memegang tanganku satunya dengan erat. Ia menatapku samar-samar. Mungkin yang ia lihat hanyaa kimono sakura berwarna merah jambu. Ia berkata dengan tertatih. “A,,ri,,gatou gozaimasu” Aku pun terbang. Jangan-jangan di film ini aku memerankan menjadi siluman. Hohoho,,,sungguh tragis sekali. Siluman yang menyukai manusia. Pasti ia ditentang oleh seluruh siluman. Yapz dugaanku benar. Di kerajaan siluman mereka memusuhiku karena aku mencintai seorang anak manusia. Yang entah sejujurnya manusia itu menaruh perasaan padanya atau tidak. Kurasa saat itu ia hanya berterima kasih padaku.

Aku dikurung di sebuah menara merana. Sungguh menyedihkan. Tapi tiba-tiba ada seorang siluman datang ia adalah siluman burung elang ia menghampiriku “Siluman burung pipit. Benarkah kau mencintai orang lain” Aku mengangguk takut. Ia menatapku tajam. Bahkan jangan-jangan dengan tatapannya saja ia mungkin bisa membunuhku. Ia melanjutkan perkataannya. “Tahukah dirimu,wahai burung pipit sejujurnya orang tua kita telah menjuduhkan kita. Lihatlah cincin di jari manismu. Yang kuberikan saat umurmu 17 tahun dan liontin mu yang ku berikan disaat kau baru lahir. Dan aku berumur 4 tahun. Kukira selama ini kau mencintaiku tapi ternyata kau mengkhianati cintaku.” Aku menjawab cepat “Sarangheo oppa,Aku memang mencintaimu tapi itu dulu” Ia menunduk sedih “Kita menjalani masa kecil bersama, tertawa bersama,bahkan saat aku menangis kau selalu menghiburku, Saat kau tumbuh dewasa. Kau tumbuh menjadi laki-laki tampan. Tubuhmu menjadi perkasa. Aku mengagumimu. Banyak yang mengejar-ngejarmu. Tapi aku tahu hatimu selalu ada untukku. Kau selalu memberikanku sebuah novel tiap bulan dan kita selalu membaca bersama. Sampai suatu ketika. Rasanya aku begitu jauh darimu. Kau sibuk dengan tugasmu. Kau melupakanku. Tiap malam aku merindukan kehadiranmu. Terkadang sebulan sekali kau mengirimi aku, surat cinta yang indah. Begitu romantis. Dan saat itu kau hanya datang sekali padaku di suatu malam untuk mengajakku makan malam bersama. Saat itulah kau memberikan aku liontin. Tapi akhirnya kau tidak datang lagi padaku bahkan kau sudah tidak mengirimi aku surat. Aku begitu kesepian,aku begitu merindukanmu. Tapi kau tak pernah peduli padaku,kau begitu sibuk dengan tugasmu. Aku berfikir kalau sekarang saja kau sudah seperti ini. Bagaimana jika kita sudah menikah” Aku menangis. Aku melepaskan cincin itu. Cincin yang mengikatkan aku pada dirinya. “ Kakak,biarkanlah aku pergi. Mencari cinta sejatiku” Dia melepaskan aku dari menara itu “Pergilah dik,kau berhak menjemput cinta sejatimu.” Aku memluknya erat berharap ia tak akan melupakanku. “Oppa berjanjilah kau tidak akan melupakanmu” Aku menatapnya. Dia menjawab dengan tenang “Aku akan selalu ada dalam hidupmu dan pikiranmu jika kau selalu memikirkan aku dan tidak melupakanku” Aku menatapnya penuh hasrat. Aku menciumnya sekilas. Dan aku mulai terbang. Itu adalah ciuman pertamaku. Begitu sekilas.

Belum lama aku pergi. Aku telah merindukannya. Sekarang aku sudah sampai di desa itu. Desa laki-laki itu tinggal. Tapi sial aku lupa merubah wujudku. Penduduk desa menyerbuku. Aku sungguh ketakutan. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Seekor pipit betina kecil tak pernah diajarkan kekerasan. Jadi aku tidak tahu bagaimana aku harus menyelamatkan diriku. Aku masuk ke sebuah rumah. Ternyata rumah itu adalah rumah samurai itu. Ternyata insting seekor burung pipit memang hebat. Samurai itu sedang tertidur nyenyak. Aku pun bersembunyi di balik tubuhnya. Dalam hitungan menit para penduduk desa itu akan kesini menatapku. Tiba-tiba samurai itu menatapku. Akupun meronta-ronta membebaskan diri. Dia terbangun dan berteriak. Aku pun ikut berteriak karna seluruh penduduk desa itu ada di kamar ini sekarang.

Penduduk itu pun marah. “Hai gadis siluman jangan kau goda samurai itu dengan kecantikanmu.” Aku hampir menangis. Aku tersekap. Mereka semua bekerja sama untuk membunuhku. Aku mengutuki diriku. Tadi saja aku di tahan di menara itu. Lalu seketika mereka ingin menyerangku “Aku pun memejamkan mata memegang liontin itu berharap sang kakak datang menolongku.” Aku membuka mataku. Aku tidak apa-apa. Seluruh warga di sini telah tumbang di bunuh samurai itu. Dia hebat sekali. Padahal waktu itu ia kalah melawan ninja. Lukanya pun sudah pulih untuk ukuran manusia seharusnya ia sembuh satu bulan. Ia menyeretku.

“Ayo kita lari sebentar lagi polisi datang,kau tidak mau ditahan di sebuah penjara kan?”

Dia menggendongku dan berlari cepat. Sangat cepat sekali. Ia bahkan terlihat seperti ninja. Akhirnya kami bersembunyi di sebuah goa di kaki gunung. Goa itu dingin sekali. Kami membuat api unggun. Samurai itu siap siaga,ia berbisik “Ada yang datang.” Ternyata ninja itu datang. Entah untuk apa ia datang. Bukankah ia sudah menang. Ia pun berteriak “Aku mencium bau siluman di sini. Misi ku kali ini adalah mengurung siluman itu. Aku sih lebih suka membunuhnya. Tapi kaisar menginginkanmu hidup-hidup. Sepertinya kau akan dijadikan permaisuri” Aku bergidik, ternyata lebih menyenangkan dikurung di menara saja. Setidaknya aku tidak bertemu dengan kumpulan laki-laki seperti mereka ini.

Sang samurai membelaku “Jika kau ingin membawa gadis ini,kau harus mengalahkanku” rupanya samurai ini begitu polos sampai sekarangpun ia menganggapku seorang gadis. Padahal aku siluman burung pipit,tidak ada gen gadis sama sekali. Mungkin karena aku menyerupai seorang gadis. Ia jadi masih berfikiran seperti itu. Ninja itu tertawa terbahak-bahak “Mengalahkanmu? Hahaha,,,tentu saja itu mudah bagiku.” Aku lupa kemaren sang samurai pun kalah. Sekarang ia pun terus-menerus menjadi bulan-bulanan. Tapi tiap kali dia menatapku. Ia bangkit dan mengelaurka jurus samurainyaa. Tapi sayang ninja itu entah ada dimana, pakaian hitam-hitamnya membuatnya mudah bersembunyi. Yang ada aku yang malah berdarah.ckkk,,,

Samurai itupun menyuruhku lari. Aku berlari dengan cepat. Dan mencari tempat persembunyian. Tapi ninja itu tetap bisa menemukanku. Aku di bawanya pergi. Awalnya aku di kurung beberapa hari akhirnya aku pun di bawa ke sebuah istana yang megah. Akupun bertanya nasib samurai. Ternyata ia telah mati untuk menyelamatkan aku,Aku juga bertanya kenapa beberapa hari yang lalu sang ninja,melawan samurai. Ia menjawab dengan tenangnya “Kemaren aku memiliki misi untuk melawan samurai. Ternyata mudah sekali.”

Kaisar memberikanku pada pangerannya. Pangeran itu tampan. Ia jago memainkan samurai,panah,berkuda,bahkan terkadang ia belajar dari ninja juga jadi ia memiliki senjata rahasia. Aku dinikahkan dengan pangeran itu. Ternyata mereka lupa aku samurai.

Hari-hari di istana begitu menyenangkan. Pangeran membawaku berkeliling kota dengan kudanya. Kami melihat banyak festival. Aku juga menghadiri latihan pangeran. Ia begitu pandai memanah. Dia juga begitu romantis. Tiap malam ia selalu membacakan aku puisi cinta. Tapi entah mengapa aku jadi teringat Elang. Aku menatap liontinku. Bergambar burung elang dan burung pipit. Pangeran memperhatikanku ia pun memegang liontin itu. Ia bertanya penuh selidik “Dari siapa?” Aku hanya menjawab singkat “Dari ibuku” Dia masih memperhatikan liontinku. “Liontin yang bagus esok aku akan membelikannya juga untukmu. Tapi Burung elang ini terlihat seperti laki-laki.” Aku menjawab cepat “Kalau begitu itu diibaratkan ayahku. Mungkin agar aku tidak lupa dengan ayahku. Oh ya kau tidak perlu membelikanku liontin. Memakai dua-duanya pun malah terlihat lucu. Lagipula cincin pernikahan yang kau pakaikan di jari manisku juga itu sudah cukup” Sang pangeran masih meminta “Tapi aku ingin menatap liontin ku seakan-akan kau terus merindukanku” Aku tertawa renyah “Kalau begitu aku akan menatap cincinku seakan-akan aku sedang merindukanmu” Dia tetap tidak setuju. “Tidak,kalau kau menatap cincin itu malah kau seolah-olah menyukai cincin itu bukan diriku. Pokoknya besok kau harus mengenakan liontin dariku” Aku menghela nafas “Ok baiklah kau menang,kau puas?” Aku melempar bantal ke arahnya. Ia pun melempar ke arahku dan akhirnya kami jadi perang bantal.

Pagi hari yang cerah ia mengenakan liontin itu ke leherku. Jadilah aku mengalungkan dua kalung sekaligus. Yang satu pendek dan yang satu panjang. Liontin baruku panjang dengan inisial namanya dan inisial namaku. Background liontin itu hati. Dan ternyata bisa di buka. Ketika dibuka terdengarlah suara pangeran menyanyikan lagu cinta untukku. Aku dan pangeran pergi ke hutan untuk berburu. Biasanya ia memburu burung-burung. Akupun melarangnya. Dan memintanya memburu yang lain saja. Dia pun menurut. Aku menunggang kudaku sendiri. Tapi aku kehilangan dirinya. Aku berteriak-teriak memanggilnya. Aku takut sekali.

Tiba-tiba ada harimau muncul kudaku panik. Ia berlari kencang. Tapi malah mengarahkan aku ke sarang harimau. Aku hampir menangis berharap ia segera datang. Tapi harimau itu menyergapku dan meloncat ke arahku. Untunglah seseorang datang. Dia membunuh semua harimau itu. Tanpa senjata. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Tarzan. Ia membawaku ke rumahnya. Aku masih mencari-cari suamiku. Rumah Tarzan begitu tinggi. Aku mendengar suara letusan peluru. Itu pasti dirinya aku berlari menaiki kuda ternyata Tarzan juga mengikutiku dengan meloncat dari dahan pohon yang begitu tinggi. Dahan itu lebih mirip tali jadi memudahkannya untuk meloncat. Aku menemukan suamiku dengan seekor harimau. Suamiku,Yoshi Kakinya berdarah. Banyak sekali darah itu keluar. Aku menangis melihatnya. Ia menatap tajam ke arahku “Siapa laki-laki itu,apa dia melukaimu,atau tadi kau diculik olehnya” Aku menggeleng “ Tidak justru ia yang akan menolong kita.” Aku pun membalut lukanya dengan merobek bajuku. Untunglah kimono musim panas ini mudah di robek. Ia tidak setuju aku merobek baju ini. “Kenapa kau merobeknya. Laki-laki itu bisa melihat tanganmu” Lalu ia melepaskan yukatanya dan memakaikanya kepadaku. Sang Tarzan sudah sedari tadi melawan harimau itu. Aku memujinya. “Sang tarzan itu hebat sekali ya. Bisa melawan harimau itu tanpa senjata. Bahkan tadi dia menolongku dari serbuan beribu-ribu harimau” Ia pun langsung menyela “Tidak biasa saja. Aku pun bisa mengalahkannya andai aku tadi tidak terlalu panik kehilanganmu. Kemana saja kau? Atau jangan-jangan tadi kau melihat si tarzan itu lalu kau mengikutinya karena tertarik.” Akupun marah “Kau cemburu padaku ya?” ia memalingkan wajahnya “Tentu saja aku tidak cemburu padamu. Dan kenapa aku cemburu pada gadis sepetimu?” Mukaku semerah kepiting rebus darahku naik sampai ke rambut-rambutku. Tapi untungnya tarzan itu menengahi kami dengan berkata “Apa kalian ingin mampir  dulu ke rumahku untuk istirahat sejenak. Lagipula lukamu belum pulih tuan. Aku bisa memberimu obat di rumahku.” Dengan cepat suamiku menolak. Tapi aku pun meminta obat itu. Yoshi tambah marah padaku. “Bagus jangan-jangan kau menyukainya. Jadi,kau ingin berlama-lama di sini bersamanya.” Akupun tersenyum”Akuilah kau cemburu pada gadis manis ini kan” Ia memalingkan wajahnya. Tarzan itu datang membawakan obatnya. Aku membalurkannya pada kaki suamiku. Ia pun menolak dan ingin membalurkannya sendiri. Tapi terasa begitu panas. Dia pun marah-marah pada sang tarzan “ Apa yang kau berikan ini? Kau ingin membunuhku agar bisa memiliki istriku ya?” Dengan tergesa-gesa Tarzan itu menjawab “Tidak tuan, memang seperti itu rasanya. Tapi dijamin dalam satu jam kakimu akan sembuh dan kau bisa jalan. Efek sampingnya adalah kaki tuan akan terasa panas.”

Dengan hati-hatiku oleskan obat itu. Dia hanya merintih. Aku dan Tarzan itupun menaikkannya ke kudanya. “Ai kau harus naik ke kudaku juga. Aku takut kau lebih memilih tinggal di sini.” Aku pun menertawakannya dan meledeknya “Haha,,, Yoshi cemburu,,,cemburu,,,cemburu.” Begitu terus sampai akhirnya dengan kesal ia mengakuinya. “Ya aku memang cemburu karena aku begitu mencintaimu sampai-sampai aku tidak ingin ada orang lain memilikimu.” Kami pun berhenti di sungai ia merasa kaki nya begitu panas. Ia ingin menceburkan kakinya. “Yoshi,aku takut kakimu kenapa napa. Aku memegang kakinya. Agar ia tidak menceburkan kakinya. Sembentar lagi satu jam. Bersabarlah. Jika kau celupkan ke air aku takut. Kau jadi tidak bisa jalan untuk selamanya. Tapi walaupun kau sudah tidak bisa jalan aku akan tetap mencintaimu. Dia terharu akhirnya ia memutuskan bersabar walaupun kakinya terasa begitu panas aku pun mengipasinya. Tapi masih tetap panas. Sekarang ku rasa kepalanya yang panas. Aku mengompres kepalanya. “Yoshi bertahanlah,jangan tinggalkan aku,aku tidak ingin hidup tanpamu.” Yoshi hampir pingsan tapi karena mendengar suaraku dan merasakan air mataku jatuh ke pipinya. Ia pun mengenggem tanganku kuat “Bodoh,aku tidak akan mati semudah itu. Tapi biarkanlah aku tertidur sebentar agar aku tidak merasakan rasa panas ini.”

Aku semakin panik “Tapi bagaimana jika kau benar-benar tak akan kembali lagi?” Yoshi pun tersenyum. “Aku berjanji akan kembali. Tapi jika aku begitu tidak kuat menahan panas ini. Dan jika aku tidak kembali ke pelukanmu. Berjanjilah kau akan menatap liontin itu dengan penuh kerinduan.” Aku memeluknya “Yoshi,kau tidak boleh berkata seperti itu,itu lebih seperti terdengar pesan terakhir. Kau hanya bercandakan? Katakanlah kau hanya bercanda.” Aku menangis, menjerit, dan memeluknya begitu erat. Berharap ia tidak akan pergi meninggalkan aku. Aku bingung harus bagaimana. Apa sebaiknya aku berikan air saja ke kakinya. Tak masalah jika ia tidak bisa berjalan. Tapi akan menjadi masalah besar jika ia meninggal.

Aku menyeburkan dirinya ke sungai aku pun ikut menyeburkan diri ke sungai. Aku terus menangis,memeluk dirinya erat-erat tidak ingin di tinggalkan. Seketika ia tertawa “Haha,,,Ai begitu mencintaiku sampai-sampai ia tidak ingin kutinggalkan. Aku pun melepaskannya. Sial ternyata dia sudah sembuh dari tadi. Aku di tipu. Aku pun terus diledek olehnya dengan kata-kata tadi. Sampai akhirnya aku mengakuinya karena aku bosan ia berkata seperti itu terus menerus tanpa bosan,tanpa rasa capai. “Ya kau memang cinta sejatiku karena aku begitu mencintaimu sampai-sampai aku tidak ingin kau meninggalkanku untuk berpisah denganku.”

Dia pun memelukku dan aku mendekap tangannya. Kami pun pulang ke peraduan kami. Esok paginya ayahanda dan ibunda datang. Inti kedatangan mereka adalah mereka menginginkan seorang cucu laki-laki. Yoshi tersenyum manja padaku. Akupun lari dan ia mengejarku.

***

Ternyata aku sudah mengandung anaknya. Ayahanda dan ibunda begitu senang ia memperlakukanku bagai seorang putri raja. Sekarang aku memang seorang putri. Semua yang kuinginkan dan yang ku perlukan di penuhi. Bahkan sampai yang tidak kuminta. Dan yang tidak kubutuhkan. Yoshi sudah menjabat menjadi raja menggantikan ayahnya. Sekarang aku menjadi permaisuri. Aku mengidam yang aneh-aneh. Tapi yang aku butuhkan lebih dari apapun adalah keberadaan Yoshi sekarang karena ia menjadi Raja ia sibuk berperang. Menyedihkan. Sekarang ia sudah seperti  Elang dan mungkin akan benar-benar menjadi seperti Elang. Ia akan jarang menemuiku. Bahkan yang paling pahitnya adalah ia akan melupakanku. Dan mereka sudah tidak ada dalam pikiranku dan hidupku. Aku menangis. Aku menatap kedua liontin itu. Burung elang dan pipit,serta Inisial A & Y dan yang lebih menyenangkanya adalah ketika aku membuka hati ini. Akan terdengar suara Yoshi bernyanyi,merdu sekali. Lagu cinta untukku. Romantis sekali seperti Elang yang selalu memberikan puisi cinta padaku bedanya Aku yang harus membacanya. Dan kini aku merindukan Yoshi tepat seperti dulu aku merindukan Elang. Bedanya dulu aku tidak menikah dengan Elang dan belum mengandung seorang anak. Dulu aku hanya tunangan. Sekarang permintaan mereka berdua agar aku menatap kedua liontin serta memikirkan mereka berdua juga sudah lengkap. Aku pun mengantuk aku tertidur.

Aku bermimpi buruk kota dalam keadaan kacau balau. Kebakaran ada di mana-mana. Aku berusaha melindungi anakku dalam gendonganku. Untunglah Yoshi datang untuk memberikan tempat yang aman padaku. Dia menggendong Hatori dengan sangat erat. Saat itu aku merasa jauh dari mereka berdua.

 Sudah bulan kesembilan. Yoshi benar-benar akan melupakanku seperti Elang yang sudah melupakan aku. Aku pasrah melahirkan anak ini tanpa Yoshi. Bahkan aku malah berfikir kelahiran anak ini tidak di inginkan ayahnya. Yoshi hanya ingin membuat senang kedua orang tuanya. Aku menangis sedih. Aku pun terbayang wajah Yoshi yang kalah perang. Dan sembentar lagi ia akan meninggal. Aku merasa lebih sedih lagi. Yoshi jangan tinggalkan aku. Aku menangis lebih hebat dari pada tadi. Aku melahirkan sambil menangis. Tiba-tiba ada tangan lembut. Yang menghapus air mataku. Tangan ini seperti tangan Yoshi dan memang benar dia adalah Yoshi. Aku gembira ia datang di saat yang penting seperti ini.

Dia mengusap perutku. Dan memberiku semangat untuk mengeluarkan sang bayi. Sang bayi pun lahir. Dan kuberi nama Hatori. Burung Merpati. Yoshi mencium anak kami. Dia bangga memiliki anak ini. Hatori tumbuh cepat. Baru beberapa bulan ia sudah bisa berjalan. Bahkan kini ia sudah bisa terbang. Ketika Yoshi pulang. Ia melihat Hatori sedang terbang aku gugup,dan begitu takut. Bagaimana jika akhirnya mereka sadar Hatori setengah siluman, dan setengah manusia. Hatori terbang ke arah Yoshi, tersenyu, dan mengatakan “Chichi.” Ia berkata dengan sangat jelas. Yoshi menatap Hatori dengan penuh terpesona. Lalu ia memeluknya “Huwaa,,,anakku sudah bisa memanggilku. Ibumu memang hebat mengajarimu”

Yoshi harus tahu ini, cepat atau lambat ia pasti akan mengetahuinya “Yoshi, apakah tadi kau tidak melihat Hatori terbang?” Yoshi mengangguk “Ya,sangat jelas sekali,rupanya ia sudah bisa terbang,hebat.” Dia masih mengangguk-angguk penuh kebanggaan. “Kau tidak marah anakmu setengah manusia,setengah siluman.?” Ia menatapku,tersenyum “Aku akan marah jika ia murni siluman. Itu artinya kau telah mengkhianati cintaku.” Aku menjawab dengan tenang “Kukira kau sudah lupa bahwa aku siluman.” Dia pun menjawabnya dengan mengelap samurainya. “Aku justru menikahimu karena kau siluman.  Aku melihatmu sedang dikejar-kejar oleh penduduk desa. Tadinya aku ingin menolongmu. Tapi aku tidak menemukanmu bersembunyi dimana. Jadi aku meminta ayah menikahkan dirimu denganku. Awalnya ia menolak tapi karena aku anak satu-satunya. Dan jika keinginanku tidak dikabulkan aku meminta mengundurkan diri untuk jabatan menjadi Raja. Maka dari itu ia langsung mengabulkannya. Jadi, berjanjilah. Agar kau hanya menjadi milikku saja.”

Aku merajuk “Aku akan berjanji jika kau juga berjanji tidak akan meninggalkan aku dan Hattori. Jika,kau meninggalkan kami berdua maka aku akan benar-benar pergi dari hidupmu.” Dia memelukku dan Hatori “Oke sekarang kita berjanji” Aku masih belum puas “Tunggu,bagaimana jika kau sedang kerja,bukankah sama saja kau sedang meninggalkan aku?” Ia pun tertawa “Hai,ayolah aku kan hanya meninggalkanmu sebentar bukan untuk selamanya.” Aku masih merajuk “Kalau begitu aku akan pergi dari hidupmu sebentar.” Sekarang ia yang tidak setuju “Hai aku kan pergi untuk bekerja bukan untuk bermain.” Aku diam. Dan dia berkata “Berjanjilah kau dan Hatori akan tetap berada disini.” Aku pun pergi ke halaman belakang bersama Hatori. Ia mengikutiku. “Hai kau mau lihat latihan samuraiku?” Aku pun terduduk dengan Hatori. Ia memainkan dengan sangat indah “Hatori cepatlah dewasa agar aku bisa mengajarkanmu menggunakan samurai ini.

Anak yang merasa di tantang itu akhirnya terbang dan memegang samurai satunya. Aku dan Yoshi terpana. Lalu mereka berdua pun duel. Hebat sekali. Hatori pun  di ajaarkan naik kuda, dan memanah. Hebat bahkan anak itu baru beberapa bulan usianya. Yoshi akan berburu dan mengadakan agresi di kerajaan selatan. Jadi,ia akan meninggalkan aku dan Hitori lagi. Aku sangat sedih dengan kepergiannya. Sebulan kemudian aku mengandung anaknya lagi. Ibunda yang khwatir terhadapku membawa ke Istana sebelah barat. Tempat peristirahatannya. Di sana aku begitu diperhatikan,dan di jaga baik-baik. Kandunganku berusia 4 bulan saat itu. Tapi perutku sudah begitu membesar. Nenek Yoshi datang. Ia melihat ke adaanku. Hatori merengek mengajakku ke alun-alun. Tapi sayangnya perutku begitu sakit sehingga tidak bisa membawanya ke alun-alun kota. Aku menyuruh para dayang untuk mengajak Hatori ke alun-alun. Tapi Hatori berulah dia terbang seenaknya. Karena ia dilarang terbang akhirnya ia mengamuk. Ia menghembuskan api dari mulutnya. Rumah warga di bakar semua. Neneknya Yoshi panik. Ia ke kamarku dan memarahiku. Ia baru tahu aku dan anaku siluman. Ia mengutuki aku dan anakku. Lalu ia mengusirku. Seluruh penduduk desa marah. Ia ingin membunuh Hatori. Aku bangkit menahan rasa sakitku,terlebih rasa sakit hatiku. Aku berlari ke alun-alun kota. Hitori tidak ada di sana. Salah satu dayang mengatakan Hitori ada di sebuah desa. Diarak oleh warga. Aku berlari ke desa. Aku menangis. Aku takut terjadi apa-apa pada Hatori.

Aku melihat Hatori diikat di sebuah kayu dan di bawahnya ada api. Ia merintih kepanasan. Sembentar lagi ia kepanasan. Aku menangis. Seluruh warga ingin melemparkan batu padanya. Aku mengeluarkan kekuatan. Dan mengeluarkan angin ribut dalam diriku. Aku terbang melepaskan Hitori. Untuklah belum ada batu yang mendarat dalam tubuhnya. Aku membuat kota itu hancur lebur. Aku melarikan diri ke sebuah gunung dan bersembunyi di dalam goa. Aku menangis terisak. Saat itu datanglah Elang. Mengusap air mataku  dan merangkulku. Saat itulah datang Yoshi. Ia sudah tau apa yang sudah terjadi di desa. Karena para ninja itu memberitahunya. Terlebih ninja itu mengatakan aku ada di goa ini.

Yoshi melihatku dalam pelukan orang lain. Ia begitu marah sampai-sampai akhirnya mereka berdua berantem. Begitu seru. Yoshi yang sudah memiliki senjata rahasia para ninjapun. Bisa menyeimbangkan kekuatan siluman Elang. Tapi sayang ia hampir kalah. Aku pun menyudahi perkelahian itu. Aku memeluk Yoshi yang mengeluarkan darahnya dari mulut. Ia hampir tewas. Atau memang ia sudah tewas. Aku menangis sedih. Aku tidak bisa menerima kenyataan dirinya tewas. Maka akupun mengeluarkan kekuatanku utuk menghidupi Yoshi. Elang melarangku. “Jangan Ai. Kau akan kehilangan kekuatanmu. Bahkan kau tak akan bisa membela dirimu sendiri saat dibutuhkan. Bahkan karena kau terlalu lemah kau bisa sakit-sakitan terus. Dan umurmu berkurang setengahnya. Jika itu terjadi aku akan sedih. Kita tidak akan bersama suatu saat nanti.”

“Tidak Elang biarlah aku hidup setengahnya asalkan aku hidup bersama Yoshi.” Elang tertunduk, ia sedih karena belahan jiwanya mencintai orang lain. Ia sedih melihat belahan hatinya tak akan bahagia walau hidup bersamanya. Suatu saat jika mereka berdua bersatu. Ai akan tetap sedih dan merindukan Yoshi. Tiap hari ia akan selalu dalam bayang-banyagnya. Ia melihat dua liontin di leher Ai. Liontin pemberian laki-laki itu dan pemberianku. Setidaknya Ai tidak melupakanya. Elang pun menghilang. Ia pergi ke dunia siluman. Mencari bagian dari hidupnya yang belum ia temukan. Mencari sekeping hatinya lagi yang entah ada di mana. Ia mengucapkan selamat tinggal dengan lirih kepada Ai. Tapi Ai begitu sibuk dengan Yoshi. Elang pun mengecup kening Hatori. “ Kau adalah pahlawanku nak.”. Lalu Elang benar-benar menghilang yang tertinggal hanyalah sebuah kabut. Dan burung Elang yang terbang melintasi awan. Hatori melambaikan tangannya.

Ai masih sibuk dengan Yoshi,memluknya,mengecupnya dan memberikan sebagian jiwanya. Yoshi terbangun tapi kini Ai yang jatuh pingsan. Yoshi mengangkat tubuh Ai. Dia membawa mereka berdua pulang. Di peraduan ia begitu merawat Ai yang terus sakit-sakitan. Neneknya Yoshi datang marah-marah. Karena Ai dan Hitori masih ada di istana itu. Yoshi diam saja tak menggubris. Sampai pada akhirnya saat Hitori memainkan bola yang sangat besar sembari terbang. Nenek itu datang. Dan memukul Yoshi dengan kencang. Yoshi yang belum pernah dipukul, dan sekalinya di pukul ia dipukul dengan sangat kencang sekali. Ia menangis,meronta dan menjerit. Yoshi mendengar suara anaknya. Dan akhirnya ia melihat darah dagingnya sedang dipukuli oleh neneknya sendiri. Mata Yoshi dipenuhi api kemarahan. Dia merebut Hatori dari tangan sang nenek. Tubuh Hatori biru legam,yang bila disentuh tanpa tekanan pun akan membuatnya menjerit kesakita.

Yoshi begitu marah besar sampai akhirnya. Ia menaruh tahta nya. Ia pergi dari istana bersama anak dan istrinya. Serta membangun rumah di puncak gunung. Ayah Yoshi begitu marah. Dan memohon kepada Yoshi untuk pulang dan menjadi Raja lagi. Yoshi tetap menolak sampai sang nenek datang meminta maaf pun ditolak. Bahkan walaupu sang nenek membantu mengobati Hatori dengan obat yang membuat luka Hatori langsung sembuh dalam hitungan satu detik pun Yoshi tetap menolak. “Nek mungkin luka di kulit anak saya bisa sembuh tapi luka di hatinya tidak akan pernah sembuh” Sang nenek masih bersi keras “Walaupun dengan pelukan?” Yoshi masih menegaskan “Yah. Walau dengan pelukan.” Sang nenek pun menangis meratapi apa yang telah ia lakukan. Ia menatap tangan keriputnya dengan tatapan dingin. Lalu ia berkata “Kalau tanganku begitu bersalah sampai- sampai kau tidak ingin memaafkan diriku biarlah tanganku dipotong saja. Tapi mengertilah nak. Kerajaan kita sedang di serang sekarang. Pihak musuh memanfaatkan kerenggangan jabatan ini untuk mengalahkan kita. Kalau kau masih memiliki hati nurani. Maka kembalilah ke kerajaan nak. Dan bertarunglah menolong kami. Mungkin nenekmu begitu bersalah. Tapi jangan biarkan warga kota dan desa yang tidak bersalah ikut terkena imbasnya.”  Yoshi menunduk. Akhirnya aku mengatakan juga. “Sayang bertarunglah demi warga desa yang tidak mengerti apa-apa itu. Bertarunglah demi aku, anak kita,nenek ibunda,ayahanda dan kita semua.

Yoshi pun akhirnya berperang. Kami semua kembali kekota. Aku di urus oleh ibunda. Dan Hatori diasuh oleh nene buyutnya. Tampanya ia berlimpahan kasih sayang. Sampai-sampai mungkin ia akan melupakan aku.

***

Kandunganku sudah memsaki bulan ke sembilan. Suatu hari aku bermimpi Elang datang kepadaku. Dia begitu merindukanku. Dia berkata kepadaku anakku seorang wanita. Ia adalah burung pipit kecil yang lucu,manis dan cantik, begitu mirip denganku. Elang tidak bisa hidup tanpaku tiap hari perasaan rindunya kian menambah hingga akhirnya ia datang kesini untuk meminta burung pipit kecilku.

Aku terbangun. Kini perutku begitu sakit,melilit, aku seperti ingin melahirkan, ternyata pipit kecilku ingin cepat-cepat bertemu Elang. Pipit kecilku pun akhirnya lahir juga. Sesuai keinginan Elang. Ia datang kepadaku untuk meminta dirinya mengasuh pipit kecil. Aku hanya bisa mengikhlaskannya. Dia pun pergi membawa putri kecilku. Yoshi dan keluarganya begitu tampak merasa sedih. Aku hanya bisa menenagngkan dengan berkata “ Dia akan baik-baik saja. Dia menjadi pipit yang lucu dan lincah”

Bertahun-tahun telah berlalu. Kini Hatori sudah menjadi seorang ksatria. Dia adalah pangeran kecilku yang gagah berani. Tapi tragedi itu terjadi. Saat aku mengandung anak ketiga. Kerajaan kami diserang. Kota hancur lebur. Pertahanan kami semakin mundur. Semuanya kacau balau. Aku diungsikan ke suatu tempat. Tapi aku tidak bisa meninggalkan Yoshi dan Hitori. Mereka semua dalam bahaya. Malaikat maut mengintai mereka. Nyawa mereka sedang di pertaruhkan. Bagaimana bisa aku hanya duduk tenang di suatu tempat sedangkan mereka dalam bahaya. Kalaupun kami harus mati. Kami harus mati bersama. Atau setidaknya aku bersama mereka di saat-saat terakhir mereka.

Aku pun menggabungkan diri dengan mereka. Membantu mereka untuk melawan musuh. Aku sudah memiliki kemajuan. Walaupun aku kehilangan kekuatan. Tapi aku masih memiliki kemampuan untuk melawan mereka. Tapi ketika sebuah samurai melintas ke tubuhku. Hatori datang ia menyelamatkan aku dengan nyawanya. Aku terpaku melihat semua ini. Aku tidak mempercai ini. Aku yang datang untuk menolong mereka,ternyata hanya membuat mereka kehilangan nyawa. Ternyata benar perkataan Yoshi saat itu. Melawan musuh sembari melindungi orang itu adalah hal yang sulit. Saat aku terdiam membisu dan terpana. Sebuah busur beracun mengarah padaku. Saat itulah Yoshi melihatku. Iapun melindungiku,dengan menukarkan nyawaku dan nyawanya. Aku menangis aku terbang membawa Yoshi dan Hatori ke sebuah pegunungan. Hitori sudah tidak tertolong. Tapi racun yang ada dalam tubuh Yoshi,sudah menebar ke seluruh tubuh. Hingga pada akhirnya ia menghadiahiku senyuman dan ciuman terakhirnya. Dia sudah pergi. Aku menangis berteriak. Aku sudah  tidak tahu lagi. Aku harus kemana. Semuanya telah hilang. Aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini. Aku sudah tidak memiliki seseorang lagi untuk kucintai. Tapi akhirnya anakku yang berada dalam kandungan memprotes,membuat perutku kesakitan. Tapi akhirnya aku memiliki motivasi untuk hidup,yaitu untuk membesarkan anakku. Akupun kembali ke dunia siluman. Aku melihat semuanya masih sama seperti dulu ,ketika aku meninggalkan tempat ini.17 Tahun yang lalu,Tak terasa aku meninggalkan tempat ini selama itu. Semuanya begitu sama sampai-sampai semua tempat ini sedang menghadirka bejuta kenanganku semasa kecil. Sungai yang membuatku tertawa riang saat bermain dengan Elang. Aku pun sadar. Di mana ia sekarang? Apakah rumahnya sama seperti dulu. Tapi bukankah itu rumah orang tuanya?

Aku yang tidak mengetahui jawaban itu akhinya berjalan ke wilayah tempat tinggalku. Aku disambut ayahku selaku Walikota dan ibuku. Ibu tersenyum menangis memelukku. Ayahku merajuk marah “Kau pergi begitu saja, tidak pamit pada kami. Seakan kamu tidak memiliki orang tua. Nak kalau kau sudah tidak menganggap kami orang tuamu lagi. Maka pergilah dan jangan ke sini lagi. Aku memeluk ayahku. Bersimpuh di kaki nya. Dan mencium pipinya “Ayah maafkan aku,saat itu aku begitu terburu-buru. Ku kira aku hanya akan bermain-main di dunia manusia sebentar. Seperti kemarin-kemarin”

Ayahku menatap mataku penuh selidik “Begitu terburu-burukah sampai-sampai tidak sempat meminta izin pada kami?Kata Elang akhirnya kau menikah dengan anak manusia. Tapi katanya pula ia bukan anak laki-laki dewasa. Melainkan anak seorang ksatria. Begitu?” Aku mengangguk “Ia, benar begitu ayah. Sampai sekarang aku akan di karuniai 3 anak darinya.” Ayahku menatap perutku. “Bukankah waktu itu kau mencintai seorang ksatria?”

“Yah,itu dulu saat ksatria itu masih hidup. Kini takdir mempertemukan aku dengan Pangeran itu. Tapi sekarang takdir pulalah yang memisahkan aku. Ia meninggal bersama putra pertama ku. Mereka meninggal saat perang demi menyelamatkan aku. 2 nyawa untukku. Hiks,,,” Akupun menangis mengingat kisah itu. Rasanya seperti sedang mengorek luka lama yang belum kering benar.

Ayahku mengangguk” Nak kau harus meminta maaf dengan keluarga Elang. Kau mempermalukan keluarga mereka. Dari seluruh generasi mereka. Tidak ada perjodohan yang tidak jadi. Tidak ada mempelai wanita atau laki-lakinya yang lari melarikan diri. Suka atau tidak. Cinta atau tidak. Mereka tetaap menikah.”

Aku pun menatap miris.”Jadi,mereka tetap nekat menikah walaupun tidak saling mencintai?” Ayahku pun menjawab. “Yah begitulah takdir menjodohkan mereka. Hingga pada akhirnya mereka saling mencintai. Dan melahirkan buah hatinya.” Aku masih bertanya “Tak bisakah mereka melawan takdir,misal karena mereka tidak saling mencintai mereka membatalkan pernikahan mereka. Aku yakin walaupun mereka membatalkan pernikahan mereka. Takdir tidak akan marah. Takdir bisa kita kendalikan sendiri.” Ayahku hanya menggeleng. “Entahlah nak,mungkin karena takdir membuat mereka tidak membatalkan pernikahan,Jadi mereka tetap menikah. Mungkin dalam kasusmu. Takdir menginginkan kau membatalkan pernikahan ini.” Aku pun bertanya dimana Elang tinggal. Ayah memberi tahuku. Ibupun menyudahi diskusi kami dengan mengajak kami makan.

Setelah makan. Aku pergi ke rumah orang tua Elang. Tapi sayang keberadaanku di sana begitu tidak diharapkan. Aku menyesal telah datang. Bagi mereka kedatanganku hanya membawa kesuraman dan kesialan. Bagi mereka kedatanganku hanya membuat luka mereka tidak sembuh-sembuh. Awalnya aku begitu tidak diperhatikan. Aku ada bagaikan tidak ada. Aku menunggu di ruang tamu mereka sendirian selama tiga jam tanpa disuguhi apa-apa. Aku seperti bertamu ke rumah orang yang sedang pergi. Akhirnya aku bangkit pulang, kukira mereka akan bahagia jika aku pulang tapi ternyata aku ditarik. Seorang nyonya tua paruh baya. Menarik tanganku sangan kencang. Ketika ia melepaskan tanganku aku meringgis kesakitan. Ketika dirumah dan aku membuka bajuku. Ditanganku masih ada bekas cengkraman nyonya tua itu. Sampai beberapa hari bekas itu masih biru legam.

Nyonya tua itu berkata “Ku kira kau tidak akan pernah betah berada di rumahku. Kini dugaanku tepat sekali. Baru tiga jam sekarang kau sudah ingin pulang. Wanita ini begitu terlihat tua. Kurus keriput. Tampangnya lebih mirip seperti penyihir yang suka membuat ramuan di kualinya. Aroma mulutnya bau,menandakan ia habiss memakan bawang putih dan bawang bombay dengan kapasitas yang banyak. Dia masih mencengkram tanganku dengan keras agar aku tidak lari. Walaupun ia melepaskan tanganku akupun tidak akan lari. Jadi aku memintanya melepaskan tanganku. Rasanya lenganku begitu sakit. Aku terus meringis kesakitan. Orang tua ini adalah nenek Elang padahal sewaktu aku kecil. Ia baik sekali memberikan aku dan Elang kue buatannya. Sampai-sampai ibu Elang marah-marah kepada kami. Meminta kami untuk tidak memakan kue itu lagi karena bisa merusak gii kami. Ibunya Elang selalu mengatakan kue itu adalah kue ramuan nenek sihir. Kami tidak boleh memakannya. Kini nenek Elang lebih terlihat seperti nenek sihir benar seperti perkataan ibu Elang.

Nyonya stuard ibu Elang datang dan meminta nenek untuk melepaskan tanganku “Lepaskan tangan anak itu nek. Memegangnya hanya membuat tanganmu kotor. Kini diseluruh tubuhnya sudah tercium bau manusia. Entah apa saja yang telah mereka perbuat. Ai buat apa kau datang ke sini? Belum cukupkah kau membuat keluarga kami malu? Dengan cintamu kepada anak manusia. Kaum terendah dari seluruh jagat raya.” Aku hanya  bisa menatapnya dengan meminta maaf. Dia tidak menjawabku entah apakah itu artinya ia memaafkan aku atau tidak. Akupun pamit untuk undur diri. Sudah terlalu lama aku di sini. Tapi hanya sebentar waktu yang kuhabiskan untuk berbicara kepada mereka. Tapi saat aku ke rumah Elangpun aku bahkan tidak mengucapkan sesuata patah kata apapun.

Rumah Elang agak jauh dari kawasan ini. Ia lebih memilih tinggal di hutan terlarang. Entah apa maksudnya. Mungkinia ingin menjauh dari penduduk kota. Rumahnya di penuhi semak belukar. Rumahnya bagaikan menara di zaman kejayaan Victoria dengan wanita-wanita bergaun. Yah istrinyapun memakai gaun. Dan putri kecilkupun dikenakan gaun. Elang sedang berladang dengan anak laki-lakinya yang mungkin sedang berumur 7 tahun. Istrinya yang sedang hamil tua. Sedang merajut di halaman rumahnya. Putri keciku sedang berlari-lari bermain dengan kelinci. Mungkin umurnya 10 tahun sekarang. Beda 7 tahun dari Yoshi yang saat itu berumur 7 Tahun belajar memainkan samurai dengan ayahnya. Mereka bagaikan keluarga bahagia. Aku cukup berterima kasih pada wanita itu telah menerima anakku sebegitu baiknya. Mungkin Elang juga tidak menceritakan latar belakang anakku. Putri mantan kekasihnya saat itu. Setelah puas melihat lihat di balik semak aku pun lekas pergi. Tapi tak disangka anak laki-laki Elang sudah berdiri di belakangku. Aku pun lekas pergi tidak ingin Elang melihatku. Sekarang aku membangun sebuah rumah di atas gunung. Perbatasan dunia manusia dan siluman. Tempat ini begitu tinggi di atas. Manusia tidak bisa sampai ke sini karena tebing yang begitu curam. Serta jurang yang menganga lebar. Siluman pun jarang datang ke sini karena rasa malasnya. Yash menyendiri itu menyenangkan. Anakku sekarang sudah lahir dia berumur satu tahun sekarang. Ia berlari begitu cepat mengejar kelinci yang juga berlari dengan cepat untuk bersembunyi ke liangnya. Melihat gadis kecilki ini aku jadi teringat gadis kecilku yang di asuh oleh Elang. Entah siapa nama gadis kecilku. Apa kesukaannya?ketidaksukaanya?sifatnya.?Apa yang sering ia takuti di tempat ini?bagaimana hidupnya,setiap hari ia melakukan apa? Apa hobinya?bakatnya?sudahkah skillnya dikembangkan? Bagaimana cara ia tertawa?Begitu maniskah ia saat tertawa?

Akupun berdiri aku begitu rindu pada putri kecilku. Aku memakai jurus menghilang agar anak laki-laki Elang tidak bisa melihatku,terlebih menemukanku. Aku melihat di setiap paginya. Anakku mengamb il air dari sumur untuk ia mandi. Lalu ia membantu ibu angkatnya memasak. Mereka makan bersama. Begitu bahagia keluarga ini. Canda tawa memenuhi ruangan ini. Aku senang anakku menjalani kehidupan normalnya. Ia dipenuhi kasih sayang oleh kedua orang tua angkatnya yang sudah menganggap dirinya sebagai anak kandung. Tidak lama kemudian Istri Elang terjatuh dari tempat duduknya. Mereka semu panik. Anak terkecilnya yang berumur satu setengah tahun ikut menangis. Elang begitu panik ia berlari memanggil dokter. Putriku dan anak laki-laki itu membawa ibu mereka ke tempat tidur.

Entah kenapa anak laki-laki kecilku. Seperti merasakan hawa keberadaanku. Dan ia mengatakan karena keberadaan hawa negatif ini ibunya jadi jatuh sakit. Hey,,,hey apa maksudnya ini?Dia ingin menyalahkanku begitu? Hem apa aroma ramuanku begitu menyengat? Terlebih ibunya siluman Anjing. Jadi pasti tercium. Dan anak ini pastilah siluman serigala. Anak laki-laki itu membalurkan tumbuhan obat yang diulek oleh anakku.

Anakku bangkit dan ia meminta izin untuk mencari buah penawar racun. Sedangkan adik laki-laki angkatnya diharuskan menunggu rumah menjaga adik kecil mereka serta merawat ibu mereka. Anakku berlari ke dalam hutan. Bukankah hutan itu adalah hutan terlarang? Anakku terus masuk ke dalam aku mengikutinya aku begitu takut anak ini tersasar atau dimakan binatang buas misalnya. Ia mencari buah itu dan ia menemukan tumbuhan penyembuh segala macam penyakit. Setelah ia menemukan apa yang ia butuhkan. Dia terlihat begitu bingung. Semua pohon dan jalanan ini terlihat sama. Ia merasa berputar-putar. Dan hingga akhirnya  ia menyadari ia telah nyasar. Terlebih kakinya membawa dirinya ke sebuah kerumunan hewan buas. Anakku benar-benar dalam bahaya. Tapi ternyata hanya 1 Harimau yang bisa ia lawan. Harimau ini begitu beringas,dan lapar ada banyak sekali Harimau di situ. Aku pun membawanya terbang dan menurunkannya di rumahnya.

Ia sangat senang sekali. Dan mengatakan kepada adik angkatnya bahwa dirinya bisa terbang. Adiknya hanya menjawab “Tidak heran kau adalah siluman burung. Sama seperti ayah.”  Ayahnya pun datang dengan seorang dokter. Berangsur-angsur ibunya sembuh. Tapi setelah beberapa tahun kemudian Penyakitnya kambuh sekali. Dan sekarang sudah batas klimaks. Ia sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya. Dokterpun tidak bisa berbuat banyak. Tiap hari putriku ke hutan. Memberiku kesempatan untuk bertemu dengannya. Dan berkenalan. Saat ia sedang mengambil buah itu. Aku menyapanya dan tersenyum ramah “Hai gadis kecil.” Dia membalikkan tubuhnya dan menghadap ke belakang. Mulutnya menganga ia tampak kaget dan terpana. Ia melihatku dengan terpesona. Ia menatap diriku dan anak laki-lakiku yang berumur 3 tahun dengan penuh tanda tanya. “Apakah kau peri hutan dan dia kurcaci kecil?” Aku menatap diriku aku memakai gaun putih ke merah mudaan serta anakku memakai baju hijau serta topi hijaunya rajutanku. Aku masih memakai 2 liontin itu. Dan di kepalaku bermahkotakan bunga-bunga. Karena aku tidak bisa menceritakan kisahku dan siapa diriku. Karena aku takut ia mengatakan ini kepada ayahnya. Jadi aku mengangguk tersenyum.

Akupun berbalik bertanya “Apakah kau gadis bernama Alice Emely?” Ia mengangguk “ Yah begitulah Yang Mulia putri.” Aku terkekeh mendengarkan jawabanya. Entah apa yang di ceritakan oleh Elang padanya. Sehingga pikirannya di penuhi dunia hayal tingkat tinggi. “Jadi,akan kupanggil apa dirimu Alice atau Emely ?” Dia menjawab “Seterah anda tapi karena di rumah aku selalu di panggil Alice aku pun ingin ada seseorang memanggilku Emely. Aku pun tersenyum ramah “Nah Emely apakah kau ingin berjalan-jalan bersamaku sebentar atau kau ingin langsung pulang ke rumah?” Emely pun meminta pulang “ Kayanya aku pulang aja deh. Kata ibuku aku tidak boleh berbicara dengan orang asing. Lagipula ayahku bilang agar aku langsung pulang karena ibuku membutuhkan obat ini.”

“Kalau begitu naiklah ke punggungku Emely” Emely menggeleng”Tidak aku bisa pulang sendiri. Biasanya aku pulang dengan terbang. ” Dan ia pun mencoba terbang. Entah kenapa ia tidak bisa terbang. Seperti putra kecilku ini. Padahal Hatori sebelum berumur satu tahun sudah bisa terbang dan menimbulkan masalah untukku. Atau mungkin aku terlalu memanjakan kedua anakku ini dengan terus menerbangkan mereka? Aku segera menaikkan putra kecilku Minoru dan Emely.” Ia kaget. Akupun hanya menjawab. “Kita bisa belajar terbang besok. Tapi itupun asalkan kau datang kesini lagi.”  Ia mengangguk “Aku akan kesini esok hari untuk mengambikan buah dan tumbuhan untuk ibuku. Jadi,maukah engkau mengajariku?” Aku pura-pura kaget “Oh bukankah kau sudah bisa terbang? Bukankah kau selalu pulang dengan terbang?” Dia hanya menggeleng “Entahlah mungkin itu hanya kebetulan karena ketika aku ingin ke hutan aku tidak bisa terbang. Hanya saat aku pulang saja aku bisa terbang.” Akupun tidak menanggapi jawabanya lagi karena aku ti tahu ingin berkata apa.

Esok harinya ia datang dan ingin belajar terbang padaku. Akupun memutuskan untuk melatih Minoru juga. Biar sekalian. Emely melihatnya sinis. Bukankah ia kurcaci? Dan ia masih balita. Semua kurcaci tidak bisa terbang.” Aku hanya tersenyum “Kini dengan kekuatan peri Hutan sang kurcacipun bisa terbang.” Tapi di buku dongeng tidak ada cerita seperti itu.” Aku hanya tersenyum dalam hati aku berkata kesal persetan dengan buku dongeng nak. Lagipula Minoru Siluman bukan Kurcaci. Aku salah memberinya peran kurcaci. Aku pun menjelaskan kepada Emely “Emely ini bukanlah buku dongeng. Jadi kisah ini tidak perlu sama dengan cerita dongeng. Kita harus punya kreativitas sendiri. Tidak perlu mengikuti orang lain. Karena diri kita bukanlah mereka.”

Dan akhirnya pun aku melatih mereka berdua. Ternyata cukup sulit untuk melatihnya. Saat pertama kali aku terbang dulu akupun lupa prosesnya bagaimana. Yang aku ingat saat itu aku sedang mengintip ke Dunia manusia. Aku memperhatikan mereka dan aku pun ingin menjadi seperti mereka. Dan saat itulah pertama kali aku terbang. Aku terbang karena aku memiliki tujuan,serta adanya niat dan motivasi. Mungkin aku harus membuat mereka memiliki tujuan untuk apa ia terbang. Sejauh ini mereka sudah ada niat dan motivasi. Hanya tinggal membuat mereka memiliki tujuan untuk terbang.

Aku pun mengambil botol susu coklat yang dipegang Minoru ia sangat menyukai susu itu. Dan aku mengambil buah dan tumbuhan di keranjang yang dipegang Emely. Anak-anak jika kalian begitu menginginkan ini. Ma ka kejarlah aku. Satu tips agar kalian bisa terbang. Kalian harus mengejar hal yang kalia sukai. Aku pun terbang. Minoru berusaha terbang tapi ia tak bisa. Ia malah berlari. Sedangkan Emely sudah ada kemajuan tapi sayang ia jatuh lagi. Setidaknya dia sudah bisa terbang sedikit. Kali ini Minoru tidak berlari tapi meloncat. Tampaknya ini akan menjadi hari yang panjang. Akupun kelelahan dan kini duduk di dahan. Tapi sayangnya Minoru lebih senang memanjatnya di banding terbang. Aku pun terbang menjauh dari pohon itu. Dengan nekat Minoru juga menjauh dari pohon itu. Ia seperti sedang meloncat apakah ia akan terjatuh aku panik. Aku mulai ingin menolongnya. Tapi ternyata Minoru terbang. Satu pelajaran untukku. Kemampuan itu ada saat begitu di butuhkan terkadang yang membuka kunci kemampuan itu adalah otak bawah sadar kita. Aku yang meleng dan memperhatikan Minoru yang sedang bahagia karena sudah bisa terbang ternyata. Emely langsung menerjang ku dan mengambil keranjangnya dan bototl itu. Dia pun berteriak. “Minoru jika kau menginginkan susu ini maka terbanglah dan kejar aku” Dan mereka pun terbang saling berkejaran. Aku kelelahan akupun bersandar ke sebuah pohon tapi. Aku merasa ini terlalu lunak untuk tempatku bersandar. Ketika aku melihat ke belakangku. Ternyata dia adalah Elang. Akupun kaget “Kenapa kau ada di sini?” Dia menjawab seenaknya “ Seharusnya aku yang bertanya kenapa kau ada di sini dan kenapa kau bersama anakku. Karena akupun ke sini sedang mencari dia. Sudah terlalu sore dan dia belum pulang aku males mencarinya malam hari. Jadi,kuputuskan untuk mencarinya sekarang.” Aku meralat perkataannya “Itu anak-anak ku bukan anakmu. Lagipula aku ke sini untuk melihatnya. Serta bertemu dengannya. Sekarang dia sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang lucu tapi tetap pembrani. Dan sepertinya kau terlalu cepat mencarinya. Jika kau menunggunya satu jam lagi maka kemungkinan besar Emely pulang dengan berita yang menggembirakan. Oh ya Bagaimana keadaan istrimu.”  Dia menatap anak-anak yang sedang berkejar-kejaran ia menatap seakan-akan takut ada yang terjatuh,atau terbentur pohon. “Dia akan baik-baik saja jika Emely pulang lebih cepat.” Aku kesal “Tapikan ia pulang terlambat demi belajar terbang. Lagipula aku juga membutuhkan dia. Aku merindukannya. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Aku kan juga ibunya.”

“Matahari sudah terbenam ayo kita pulang. Dan mungkin kau tidak perlu memakai serbuk ramuanmu agar kau tidak terlihat ketika ke rumahmu. Karena Mizu alergi pada serbuknya.” Aku menatapnya “Jadi namanya Mizu. Kau kenal dia dimana? Sepertinya aku juga mengenalnya samar-samar.” Dia balik menatapku. “Kan kau yang memperkenalkan aku sewaktu kita masih kecil. Ituloh anak yang datang ke sini tiap musim panas itu. Masa kau lupa. Mentang-mentang sudah 17 tahun hidup di dunia manusia.” Aku teringat kembali tentang anak itu,aku mengutuki diri sendiri. Tadi aja tidak usah kukenalkan. Aku pun bertanya lagi. “Jadi kalian sekeluarga sudah tau tentang diriku yang secara diam-diam main ke rumahmu?”

 Dia pun menjelaskan. “Tidak semuanya. Emely dan Hachi tidak tahu karena mungkin mereka terlalu lugu. Sekarang umur Hachi tiga tahun setengah. Awalnya yang menyadari baru Kilua karena penciumannya yang hebat saat kau datang ke ladang untuk pertama kali. Kilua memberi tahuku kedatanganmu. Dan dia berdiri di belakangmu untuk sekedar membuatmu kaget dan mengundangmu datang ke rumah tapi sayang kau pergi. Lalu saat kau datang ke rumah dengen efek penghilang aromanya tercium sekali mebuat istriku alergi. Akupun baru tahu. Wanita yang mengintip saat itu dan yang memakai efek penghilang itu adalah kau baru saat tadi. Tapi tenang istriku tidak tahu. Paling hanya Kilua yang penciumannya terlalu tajam.” Aku pun bertanya panik “Apakah Kilua sudah jinak?” Dia pun tertawa “ Kau kira anakku itu apa?”

Kami berempat pun datang. Ke rumah itu. Rasanya aku agak canggung. Aku takut Kilua dan Mizu tidak menyukaiku. Mizu terbaring lemah aku membantu Kilua membalurkan tumbuh-tumbuhan ini ke kulitnya yang entah mengapa membengkak “ Aku pun bertanya pada Kilua. “Nak ibumu sakit apa?” Kilua menggelang “Entah nona,bahkan Dokterpun  tidak tahu. Aku sangat menderita sekali tinggal di pedalaman seperti ini. Andai kami tinggal di kota. Ayah bisa membawa ibu ke rumah sakit untuk di rawat. Serta ibu bisa mendapatkan obat yang layak dan kita bisa mengetahui apa nama penyakit ibu serta menunggu ibu sembuh.”

Aku pun terdiam membisu. Kami hanyut dalam pikiran masing-masing lalu ia pun membuka pembicaraan “Nona, jadi kau yang masuk ke keluarga kami dengan ramuan penghilang?” Aku pun terkaget Minoru,Hachi serta Emely sedang sibuk bermain Emely pun menyiapkan makanan. Elang masih sibuk di ladangnya. Dan hewan ternaknya. Tidak ada yang bisa membantuku keluar dari pembicaraan tidak enak ini. Aku pun mengangguk bingung ingin bicara apa. Ia pun balik bertanya. Oh Tuhan kenapa kau ciptakan anak suka mau tau seperti ini. Ketika ia dewasa nanti pasti ia akan menjadi anak sok tahu. “Nona,kenapa kau selalu ke sini? Apa anda mengenal keluarga kami?” Pertanyaannya benar—benar ke inti pembicaraan. Apakah aku harus menjawabnya. Apakah aku harus menghindar dengan mengalihkan pembicaraan. Semoga saja tiba-tiba salah satu dari Minoru dan Hachi menangis sehingga aku harus keluar ruangan ini. Atau Emely memanggil kami untuk makan malam. Tapi keberuntungan itu tidak datang akhirnya aku pun menjawab. “Yah kami bertiga teman semasa kecil. Aku,ayahmu serta ibumu. Ibumu datang ke kota kami saat musim panas tiba dan selalu begitu.” Ia pun menatap penuh selidik. Bagus tampaknya ketika dewasa nanti ia akan berbakat menjadi Detektif,polisi atau pengacara. “Jadi dengan kata lain anda teman ayah saya? Benar begitu? Lalu semenjak kapan kalian bersahabat?” Dia benar-benar bagaikan pengacara yang sedang bertanya pada terdakwa ckkk... “ Baiklah nak karena kau terus memaksa aku pun akan menceritakan sebuah kisah. Aku dan ayahmu sudah bersahabat dari aku lahir. Saat itu umurnya empat tahun dan ia memberikan liontin ini.” Aku menunjukkan liontin Burung Elang dan burung pipit. Dengan latar belakang simbol love. Lalu ia menatap liontin lain. “Lalu yang itu dari siapa?” Aku pun mengizinkannya lihat” Ini dari suamiku kalau dibuka akan terdengar suara nyanyiannya.” Ia pun membukanya “Romantis sekali, Jadi,anda sudah menikah ku kira anda masih muda.”  Akupun menjawab dengan terkekeh “ Kau kira siapa Minoru itu hah? Lagipula anak tertuaku sudah meninggal umurnya 17 Tahun ia meninggal 3 tahun lalu. Dia meninggal bersama ayahnya saat berperang.” Ternyata aku sedang menyulut api ke sebuah tempat minyak. Anak itupun berapi-api untuk bertanya padaku dari kalimatku tadi “Berperang? Tampaknya dunia siluman aman-aman saja tidak pernah berperang.” Aku mulai mengutuki diriku sendiri. Bagus ia akan tahu tentang semua kisah hidupku. Aku pun menceritakan lagi “ Aku menikah dengan manusia ia seorang pangeran.” Dia terpana memandangku. Entah dia merestuiku atau tidak.

Mizu terbangun. Tapi ternyata ia tidak bisa melihat. Ia pun sudah tidak bisa bergerak. Suaranya serak dan parau. Tubuhnya kurus kering dan begitu ringkih. Entah apa yang terjadi pada dirinya ia pun mengikuti pembicaraan ini. Ternyata dari tadi ia mendengarkan ku kira ia tidur. “Jadi, kau yang datang Ai? Tega sekali kau meninggalkan Elang. Aku tahu aku begitu mencintai Elang sampai aku terus mengejar-ngejarnya. Tapi sayang sekali pernikahanku tidak bahagia. Mungkin aku bisa memiliki tubuhnya hingga kami memiliki dua anak. Tapi aku sama sekali tidak bisa berada di hati dan fikirannya walau hanya satu detik. Itu sungguh menyedihkan. Aku terus mengutuki diriku sendiri kenapa aku menikah dengan laki-laki yang tidak mencintaiku. Maka dari itu aku sering sakit-sakitan seperti ini. Aku sudah tidak kuat menahan rasa sakit ini. Tapi yang lebih tak bisa kutahan adalah rasa sakit hatiku. Kukira dengan memiliki anak darinya ia bisa mencintaiku atau paling tidak ia bisa lebih mencintai anakku daripada Emely. Tapi ternyata tidak, Ia begitu mencintai Emely. Terkadang setiap aku melihat Emely aku seperti melihat kau saat kecil. Ingin rasanya aku mencampakkan Emely. Tapi aku tahu Elang begitu mencintai Emely. Pasti ia akan lebih membenciku jika aku perlakukan Emely sebagai anak Emely. Jadi,sebagai tanda cintaku pada Elang aku pun berusaha mencintai Emely,berusaha menjadi ibu kandungnya. Yang sedangkan ibu kandungnya sendiri mungkin sedang bersenang-senang dengan laki-laki lain di dunia manusia. Aku sudah tidak pernah melihat senyuman dari wajah Elang berbeda sekali saat ada kau sewaktu dulu. Penyakit ini sudah terlalu menyakitkan. Aku sudah tidak lagi biarkan aku istirahat dengan tenang.”

Aku meralat perkataannya “Yang kau bilang laki-laki lain itu adalah suamiku. Kau jangan berbicara aneh tentang suamiku.” Kilua menatapku tajam. “Ibuku tidak mengatakan hal aneh tentang suamimu Nyonya.” Elang datang entah ia mendengarkan semua percakapan kami atau tidak. Ia merangkul Mizu. Dia membawanya terbang ke rumah sakit terdekat. Kilua berteriak “Ayah bawalah dia ke rumah sakit di kota. Ia pasti akan sembuh.” Kami makan malam berlima. Aku menyuapi Hachi dan Minoru tampaknya mereka sudah bersahabat baik. Mereka pun saling menyuapi. Manis sekali. Sudah tiga hari dan Elang beserta Mizu belum pulang juga. Aku terus di rumah mereka. Mengurus anak-anak. Membersihkan rumah dan mengajak anak-anak membantuku di ladang serta di kandang tempat hewan ternak berkumpul. Semakin lama aku semakin cemas. Akupun meminta Emely serta Kilua untuk menjaga  Minoru dan Hachi. Kukira walaupun mereka masih anak-anak mereka bisa di andalkan.

Akupun ke rumah sakit di kota. Aku segera ke ruangan Mizu di rawat. Tapi aku datang saat tidak tepat mareka sedang berciuman,berpelukan dan saling mengatakan cinta. Aku segera pergi dari ruangan itu. Ku kira Mizu salah. Elang begitu mencintainya. Atau mungkin Mizu hanya meminta waktu untuk berduaan. Aku pergi. Aku menatap nanar liontin itu. Akhirnya aku jatuhkan dan kutelantarkan Liontin itu. Betapa bodohnya aku. Maih menyimpan liontin itu. Bahkan mungkin cincin yang ku kembalikan kepada Elang sudah di berikan kepada Mizu. Ternyata cincin itu sangat cocok di jari manis Mizu. Ternyata takdir memilih Mizu untuk Elang dengan membuatku jatuh cinta dengan Yoshi. Ternyata oh ternyata aku tidak menegerti semua ini. Kami yang membuat takdir itu terjadi atau takdir yang membuat kami melakukan sesuatu jadi takdir itu terjadi. Ternyata Liontin itu salah seharusnya bukan simbol burung Elang dan pipit tapi Elang dan Anjing. Serta Pipit dan Manusia seperti simbol inisial yang masih menempel di leherku. Atau mungkin sebaiknya Elang membelikan sebuah liontin lagi sebagai tanda cinta pada dirinya.

Aku pun tertidur nyenyak di kamar Elang. Wangi yang sama saat kami bermain sewaktu masih kecil. Aku tertidur nyenyak. Aku mengulang rekaman dalam memory otakku saat kami masih bersama. Saat aku dan Elang bermain bersama. Saat Elang mengirimi aku surat cinta. Saat kami bermain di anak sungai ketika kami masih kecil saat Elang bermain ke rumahku ketika aku balita. Saat berjuta kenangan itu bergulir. Disaat takdir berbicara untuk merebut Elang dariku. Atau aku yang memutuskan pergi dari kehidunnya. Aku teringat saat aku meninggalkan dirinya dan pergi dari kehidupannya. Aku teringat aku telah mengkhianati cintanya hanya karena aku benci sudah tidak diperhatikan. Hanya karena dia begitu sibuk dengan tugas dan pekerjaannya. Saat itu aku merasa jahat sekali. Pasti rasanya begitu sakit sekali. Sesakit saat aku melihat mereka berciuman. Sesakit seperti saat mereka tertawa bahagia saat di meja makan. Hah rasanya aku seperti penghalang dari kehidupan mereka. Rasanya aku seperti orang ketiga. Mungkin ketika mereka sudah kembali. Aku harus pergi dari rumah ini. Tapi aku harus kemana. Rumah di atas gunung itu tidak memberi kebahagiaan. Kembali ke rumah orang tuakupun. Tidak menyenangkan aku bukan anak kecil lagi bahkan sekarang aku yang memiliki anak kecil masa aku harus menghabiskan waktuku untuk tinggal bersama orang tua.

Pagi yang cerah tidak secerah wajahku. Tadi aku bermimpi Elang sudah tidak mencintaiku lagi. Ia sudah di rebut orang lain. Ia sudah di miliki perasaan orang lain. Seharusnya aku tidak perlu sedih. Dan kenapa juga aku meminta Elang mencintaiku dan kembali padaku. Bukankah aku yang meninggalkannya?Mungkinkah ini pelajaran untukku. Ini salahku sendiri dan ini adalah hukumanku. Aku tidak boleh marah pada Elang lagi pula mereka suami istri dan aku bukan siapa-siapa yang aku punya hanya kenangan masa lalu. Tapi bahkan aku sudah membuangnya. Berarti di sini aku sudah bukan siapa-siapa haruskah aku pergi? Tampaknya harus. Aku hanya menjadi penghalang bagi cinta mereka. Takdir telah menjodohkan mereka berdua hanya karena kebodohanku untuk pergi. Dan karena keputusan bodohku aku harus menanggung ini. Semoga Elang dan Mizu bahagia. Siang itu Kilua berteriak dan dia memberitahuku Elang sudah pulang.

Aku bersiap-siap keberadaanku di sini sudah tidak diinginkan,aku hanya akan menghancurkan keluarga mereka. Atau bahkan aku yang hancur karena Elang begitu mencintai istrinya. Sepertinya aku yang akan hancur. Aku pun memeluk Emely dan memberikan liontin pemberian ayahnya. Agar ia juga bisa mendengar suara ayahnya. Aku bersiap pergi bersama Minoru. Aku pergi ke sebuah tempat yang dingin sedingin hatiku. Bukan karena salju tapi memang tempat itu dingin tempat itu berada di pegunungan tempat tinggal manusia. Walaupun di pegunungan tapi tempat ini ramai penduduk. Mereka semua menanam teh di tempat itu. Air di tempat ini begitu dingin. Pemandangan di sini begitu bagus. Udaranya bagus,orang-orangnya ramah. Mungkin aku akan senang di sini.

Suatu hari Elang datang bersama anak-anak. Anehnya ia tidak datang bersama istrinya. “Ai apakah kau menjatuhkan liontin ini di Rumah sakit? Saat itu kau datang ya? Kenapa tidak masuk ke dalam. Aku tidak tahu kau datang.” Dia memegang liontin burung Elang dan burung merpati putih dengan background simbol love. Aku diam membisu. Tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku hanya pasrah dia memakaikan kembali ke leherku. Ia melihat-lihat rumah itu. “Rumah yang asri ya Ai. Tampaknya akan menyenangkan tinggal di sini.” Aku hanya mengangguk. Dia melankutkan perkataannya “Rumah kami sudah tidak seperti dulu karena ada seseorang yang meninggalkan perannya. Aku ingin sekarang kau yang memainkan peran itu. Dan rumah itu kini hanya menghadirkan sejuta kenangan yang hanya membuatku menyesal kenapa aku tidak membalas cintanya mungkin karena aku masih mencintaimu. Dan rumah itu hanya membuat anak-anak sedih karena kini mereka jadi tidak memiliki ibu untuk memasakkan makanan mereka,menjaga,merawat dan mengasuh mereka. Mereka kehilangan sebuah tokoh. Dan aku ingin kau menjadi tokoh itu. Maafkan aku Ai ternyata aku tidak bisa mengasuh Emely sendirian karena aku membutuhkanmu untuk membantuku mengasuh mereka” Aku masih tidak paham apa yang ia bicarakan. Ia pun kembali melanjutkan perkataannya. “ Kami membutuhkan sebuah wanita. Yang bisa menjadi ibu untuk anak-anakku.” Aku menjawab dengan santai “Bukankah aku adalah ibunya Emely?” Ia menjawab lagi “Ia tapi kau belum menjadi ibu bagi anak-anakku yang lain. Bisakah kau mencintai anak-anakku yang lain seperti kau mencintai anak-anakku.” Akupun tertawa mendengar perkataanya “Bukankah Emely pun bukan anakmu?” Ia menjawab untuk menegaskan “Dia akan menjadi anakku bila kau mau menjadi istriku.” Aku pun tersenyum “Jika kau bisa mencintai Emely walaupun dia bukan hasil cinta kita berdua kenapa aku pun tidak bisa mencintai Kilua dan Hachi? Kau tahu bahkan saat aku berbicara dengan Kilua aku seperti berbicara dengan kau saat kecil. Dia begitu mirip denganmu.” Akupun tersenyum mengingat Kilua yang sok dewasa. Dia bertanya untuk menegaskan “Jadi kau ingin menikah denganku dan menjadi ibu bagi anak-anakku,anak-anakmu dan anak-anak kita berdua?” Aku tertawa nyaring “ Asalakan kau mau menuliskan surat cintamu lagi, tidak pergi-pergian,dan membantuku mengurus anak-anak ini.” Dia pun tersenyum dan memakaikan cincinnya ke jari manisku.

THE END

Dan aku pun menyadari takdir benar. Dia telah menakdirkan aku untuk Elang bahkan dari semenjak aku lahir. Walaupun aku menolak takdir. Takdirpun akan tetap terjadi. Walaupun kau melakukan hal lain yang bertentangan dengan takdir. Tapi takdir itu tetap akan terjadi. Kehidupan ini bagaikan panggung sandiwara. Semua kejadian sudah di tulis di skenario skrip naskal di laufuz manfuz. Semuanya sudah di sekenariokan oleh Allah  SWT.

Aku terhenyak dan berdiri dari kursi bioskop. Film yang menakjubkan aku sampai terbawa alur dan terhanyut menjadi pemeran utamanya. Aku kembali pulang untuk shalat ashar.

 
Genre : Misteri dan Romantis

Tokoh :Yume

        Hikari

            Ai

           Himitsu

            Kringgg,,,,,,,Jam 5 pagi jam beker bernyanyi bersaing dengan sang Ayam. Embun pagi masih setia menyelimuti sang daun.Udara dingin menyapa kulit.Membuat sang tangan mendekap erat selimut agar udara tidak bisa masuk ke celah-celah terkecil. Kriiiiing,,,bunyi jam weker terus berbunyi memnati sang empunya terbangun. Sang gadis pun tersadar subuh sudah tiba waktunya ia bangun dari hibernasinya. Ia sholat subuh dengan di sambung membaca tafsir Al-Qur`an beberapa ayat. Ia lekas mandi membereskan tempat tidur,dan bersiap-siap memakai baju serta membawa peralatan kerjanya Laptop,novel yang baru ia baca,Hp,uang buat makan siang. Pukul 06.00 ia sudah siap di dapur.Meramu experimen baru. Dan berharap semoga saja hasilnya memuaskan minimal untuk sang perut. Ia terus mengutuki dirinya seharusnya dari 5 tahun yang lalu ia belajar memasak,betapa malasnya engkau Yume ckkk. Dan akhirnya ia pun pergi juga mengunci rumah dan segera pergi menaiki motor setianya yang ia selalu bayangkan bahwa motornya adalah unicorn. Membawanya terbang keliling dunia,melihat betapa indahnya ciptaan Allah. Akhirnya ia pun sampai di kampus tercintanya ITB dengan Fakultas kesukaanya "Astronomi" betapa seperti mimpi. "Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?"

             Selesai belajar ia pun masih harus menjalankan kegiatan di luar kampusnya. Hanya sore hari dan malam akhirnya waktunya bebas. Seperti biasa ia melanjutkan tulisannya.Untuk menyusul buku-buku yang telah ia terbitkan tahun lalu. Dering telpon berbunyi.Dari Mizu antara ragu-ragu Yume mengangkatnya. Sebenaarnya ia malas sekali mengangkatnya. Tapi akhirnya tangannya bergerak mengangkatnya."Assalamu`alaikum Yume bisakah kita bertemu di kafetaria terdekat?"tanya Mizu langsung ke pokok pembicaraan. Dengan malas Yume menjawab"Maaf Mizu aku sibuk deadline semakin dekat sedangkan aku baru mengerjakan sepertiganya". Mizu menghela nafas "Hei ayolah bukanya biasanya kau merampungkannya dengan cepat kenapa sekarang lama sekali ada apa ini?Apa kau begitu sibuk sekali?".

"Yeah begitulah Mizu Aktivitas di luar kampus begitu menguras energiku tapi aku senang. Setidaknya semuanya berjalan lancar."Jawab parau seseorang di sebrang.

"Oh tidak suaramu parau sekali sepertinya kau sakit.Aku akan datang ke rumahmu.Untuk melihat keadaanmu.Pastikan kau baik-baik saja."Jawab Mizu Khawatir

"Egh,,,tidak Mizu aku tidak apa-apa kau tidak perlu repot-repot menjengukku."Sergah Yume

"Hoho tidak Yume aku akan tetap datang ke rumahmu. Aku akan memastikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa kau tidak apa-apa"Sela Mizu tidak mau kalau.

"Oh tidak Mizu,,,Mizu,,,dengarkan aku,,,,tut,,tut,,tut" telpon terputus.

            Hem,,,bagus akhirnya ia datang kesini.Yume yang sudah membuang masa lalunya. Kini masa lalunya hadir kembali menyedihkan. Untuk apa ia datang jauh-jauh keluar kota. Hanya untuk ketemuku.Oh manisnya sahabatku ini.Dan sekarang apa yang harus ku lakukan.Duduk manis di sini menunggunya dengan setia. Menyediakan kue manis untuknya?Oh tidak.Atau mungkin aku pergi saja. Hem,,,ide yang bagus. Tapi alasan apa yang aku berikan jika ia meneleponku dan mendapati aku sudah tidak ada di rumahku. Kasihan dia pergi jauh-jauh keluar kota untuk bertemu denganku. Hem,,,dan akhirnya Hati Nuraniku menang.Selamat.

***

               Aku menangis di tengah kolam. Dan tiba-tiba ada seorang laki-laki memberikan aku sebuah pisang berharap aku lupa pada rasa sedihku karna pemberiannya.

              "Ting Tong.Assalamu`alaikum.Yumeee,,,"Mizu berteriak dengan suara Altonya.Aku terkesiap dan bangun.Menyedihkan ternyata yang tadi mimpi. Aku membuka pintu dan mendapati "Hima?"ternyata Mizu datang bersama Hima seharusnya aku tahu itu. Dia selalu datang bersama Hima dari dulu,ia tak pernah sendiri.Aku tersenyum memaksakan diri entah Senyumku terlihat getir atau tidak.Aku menyuruh mereka masuk."Surprise"mereka berteriak dan menghentak-hentakan kaki."Hai Yume kau tidak lupa dengan hari ulang tahunmu kan?27 February tepat hari Minggu sesuai hari lahirmu.Oh ia Natsu tidak bisa datang karna ia ada tugas dari pekerjaannya.Sebagai gantinya ia memberimu ini.Oh ia bagaimana Thesismu?Ku dengar dari ibu mu sembentar lagi kau sidang?"Hima bertanya panjang lebar.Ada kemajuan biasanya ia hanya tersenyum manis.

               Aku mengangguk pelan menanggapi perkataannya yang panjang dan lebar.Natsu dan mereka berdua menghadiahi aku sebuah buku.Buku diary mereka bertiga.Apa maksudnya ini. Kalau mereka berharap dengan kejutan mereka aku bisa berhenti marah.Mereka salah. 

              Mizu seperti mengerti apa yang aku pikirkan.Lalu ia menjelaskan"Itu buku diary kami bertiga. Kami berharap kau bisa menerbitkannya"

              Haha apa ini mereka berdua datang hanya untuk memintaku menerbitkannya?Apa mereka sudah gila?2 jam berlalu bagiku rasanya begitu lama.Oh bagaimana nasib novelku yang belum rampung itu.Hiks,,,

Aku menggeletakkan diary mereka begitu saja tidak berniat untuk membacanya.Jam 12 malam akhirnya aku bisa menyelesaikan 1/5 nya oh akhirnya. Aku segera sholat Isya.Tadi tidak sempet setelah sholat Isya aku melihat diary itu. Tadinya aku ingin memalingkan wajahku saja tapi karna kecintaanku pada buku begitu besar akhirnya aku membacanya dan melahap ketiga buku tersebut. Di bagian pertengahan tepat di adegan itu tepat sebelum aku marah kepada mereka. Aku membacanya lagi aku menangis air mata ini meleleh bagaikan lelehan magma dari gunung meletus. Mereka menuliskan bahwa yang mereka lakukan tidak sengaja mereka tidak berniat jahat. Dan mereka melakukan itu dengan amat terpaksa. Ketiga gadis itu. Apakah mereka bersengkongkol untuk mengkhianati aku?Dari cerita mereka. Mereka mengatakan. Seharusnya aku harus lebih agresif terhadap Yama. Karna aku biasa-biasa saja. Dan akhirnya keduluan Yama untuk menjadikan Mizu pacarnya.Mereka menulis jika aku menembak Yama terlebih dahulu.Kemungkinan terbesar Yama akan menerimaku.Huaf,,,bener-bener memusingkan.Hiks,,,waktu tidurku terpotong,sudah mau subuh. Walaupun begitu aku sempatkan untuk tidur sebentar. Mengistirahatkan organ tubuh terlebih Otakku.Yang sibuk bekerja seharian bahkan disaat tertidur. Ia masih mereka ulang kejadian-kejadian yang lalu.

              Subuh telah tiba. Walaupun aku tidur sebentar setidaknya aku sudah merasa rileks.Seusai sholat Shubuh aku mandi. Air yang begitu dingin memanjakan kulitku. Rasanya air itu seperti ingin masuk ke dalam tubuhku lewat pori-pori kulit tapi itu tidak mungkin. Aku kembali merasakan dinginnya air.Ia menyergap kulitku memintaku untuk berlama-lama bersamanya.Ia membasahi mataku.Memasuki sela-selanya membuatku begitu segar. Dan tidak mengantuk lagi.Berendamnya sudah sekarang aku kasak kusuk di dapu aku bertekad nanti sore aku akan ke toko buku sebentar untuk membeli resep makanan.Tapi apa lebih baik ke google aja.Yah lebih baik ke google.Lalu uangnya aku belikan novel yang lain saja.Atau membeli novel karyaku setelah itu bukunya yang satu ku koleksi dan satunya lagi kuberikan ke sepupuku saja.Semoga dia juga.Tergiur untuk menulis.Sore telah tiba. Rapat tentang acara kemah nanti telah usai.Aku pun beranjak ke Toko Buku terdekat. Persediaan novel itu tinggal satu-satunya tersisa.Aku pun lekas mengambilnya.Tapi sayangnya detik itu juga sudah ada yang mengambil.Aku menatap wajahnya sepertinya wajah itu tak asing.Ketika aku melihatnya dengan lebih teliti ternyata dia adalah orang yang ada dalam mimpiku itu aneh entah kenapa ternyata orang itu ada dalam dunia nyata. Tapi kenapa ia bisa nyasar ke dalam mimpiku.Atau mungkin karna aku pernah melihatnya sekilas.Dan dalam mimpi secara tidak sengaja otakku menghadirkan dia. Tapi kenapa dia.Orang yang tidak aku kenal.Dan kenapa ada buah pisang segala?Atau mungkin karna ketika aku masih kecil aku suka pisang.Ia menatapku.Sepertinya tatapannya menembus ke dalam mataku dan berujung ke otakku.Jangan-jangan ia bisa mengetahui apa yang kupikirkan.Wah gawat aku sedang memikirkanya.Tapi aku yakin ia juga sedang memikirkanku terlihat jelas saat ia menatapku dalam-dalam seolah-olah ingin mengetahui apa yang aku pikirkan.

            Ia menyerahkan buku itu ke tanganku.Akupun menolak dan berkata "Aku sudah tau alur ceritanya.Jadi lebih baik anda saja yang membeli buku ini.Aku pun segera berbalik.Tapi ia memaksaku untuk memegang buku itu.Dan ia berkata"Aku pun sudah membaca buku ini.Tapi bukuku sedang dipinjam seorang sahabat. Karna aku begitu rindu dengan gaya bahasa buku ini aku memutuskan untuk membelinya lagi.Tapi tampaknya kau yang lebih membutuhkan buku ini jadi biarkanlah aku membelikanyya untukmu."Ia menyeretku ke kasir.Aku berdalih"Tadi aku hanya ingin membaca sinopsisnya doang kok.Tidak berniat untuk membeli."

             Tapi ia tidak ingin mendengarkan alasanku.Ia bergegas membayar dan memberikan buku itu padaku.Aku bengong.Beberapa menit kemudian aku berlari untuk membayar uangnya.Tapi ia tetap pergi menjauh.Dan meninggalkan aku dengan tatapan kosong.Sampai sekarang buku itu kusimpan rapih.Aku pun terus mencari tahu tentang orang itu.Aku bertanya ke kakak kelas,maupun teman-teman seangkatan bila perlu aku bertanya ke adik kelas.Tapi jawabannya tetap NIHIL.

      Acara Kemah yang lebih tepatnya reonian diadakan esok hari. Aku begitu mengantuk untuk mempersiapkan seluruhnya. Jadi aku memutuskan untuk tidur. Tidurku sangat nyenyak sekali. Aku masih memimpikan dirinya. Entah siapa dirinya,kenapa dia selalu hadir dalam mimpi-mimpiku bahkan aku tidak mengenalnya. Aku baru bertemu dengannya satu kali. Dan itu juga setelah mimpiku yang pertama. Aku masih berbaring di ranjang aku menatap buku yang ada di sampingku. Buku itu mengingatkan aku dengannya. Udara dingin menyergapku. Aku terbangun untuk sholat shubuh.

Aku menyiapkan barang barang untuk kemah. Kami harus berkumpul siang hari. Masih ada waktu untuk menyelesaikan naskan. Deadlinenya sebentar lagi.Hiks menyedihkan. Kenapa aku harus buang-buang waktu untuk acara reonian. Bertemu dengan mereka lagi. Tapi jika tidak pergi hal itu akan mengisyaratkan bahwa aku kenapa-kenapa.

Aku hampir merampungkan 1/3 nya tinggal 2/3 lagi. Ayo semangat. Adzan Dzuhur berkumandang aku sholat dan bergegas pergi. Oh tidak aku akan membuang waktuku 3 hari di neraka. Kami berkumpul. Aku menampilkan senyum getirku. Tampaknya mereka sudah biasa dengan senyum getirku. Mungkin karena mereka tidak pernah melihat senyum manisku.

Kami menaiki bis aku memilih duduk di pojok. Agar bisa melihat pemandangan dan berharap semoga bisa keluar dari dunia mereka. Satu jam berlalu. Aku terlalu bosan melihat pemandangan di luar akhirnya aku bangun.

“Yume,bangun kita sudah sampai. Aku pun terbangun. Aku mengambil barang-barangku dan mendaki gunung bersama mereka. Terkadang medannya sulit sekali,begitu terjal. Terkadang ada beberapa duri,bahkan lintahpun ikut-ikutan. Akhirnya kami menemukan sungai dan danau. Kami beristirahat satu jam di situ melepas dahaga dan shalat berjama`ah. Kami melanjutkan perjalanan. Aku sudah terlalu cape berjalan. Dan berat tas ku benar-benar memberikan beban yang membuat punggungku membungkuk. Ketika tua nanti bungkukah aku? Kami terus berjalan sampai cape. Mencari jalan-jalan yang belum pernah dilalui. Semak belukar mengitari kami. Jurang mendampingi kami di pinggiran. Rumput basah mengembun. Membuat orang yang mendaki tidak hati-hati akan terpeleset. Aku hampir terpeleset. Untung sebuah tangan dengan sigapnya memegang lenganku ku kira ia adalah Mizu yang sedari tadi mereka ada di belakangku.Tapi ternyata ia adalah laki-laki itu. Laki-laki yang dengan tidak minta izin terlebih dahulu hadir dalam mimpiku. Bahkan sebelum aku mengenal dan melihat wajahnya terlebih dahulu.

Ia melepas lenganku. Tadi ia memegangku dengan erat berharap aku tidak beneran jatuh. Setelah memastikan aku tidak jatuh. Ia pun mendahuluiku,tersenyum dan mengatakan agar aku hati-hati. Teman-temannya yang lain mengikutinya dari belakang. Mereka adalah senior pembimbing. Mizu,Hima,dan Natsu berbisik-bisik di belakang ketika aku menoleh kepada mereka. Mereka tersenyum menganggap masalah telah selesai. Dan semuanya impas. Satu sama. Tapi aku tidak merasa masalah sudah usai. Aku masih marah. Pengkhianatan mereka masih membekas. Akupun mempercepat langkahku mereka memanggil-manggil diriku. Aku berusaha menyelinap dari kerumunan orang. Dan menghilang dari mereka. Aku berharap Ai ada di sini. Sepupuku sayang.

Dataran semakin tinggi. Oksigen semkin menipis. Suhu semakin rendah. Dan udara terasa dingin sekali. Aku begitu tidak kuat. Sampai-sampai aku ingin pingsan. Begitu dilema agar tidak mati kedinginan aku harus terus berjalan. Tapi aku sudah terlalu cape untuk berjalan. Aku tidak biasa mendaki gunung. Aku mengutuki diriku. Kenapa aku memisahkan diri dari mereka. Jika aku pingsan di sini. Pasti tidak ada teman yang akan menolongku. Aku terus menatap tanah. Berjalan ngos-ngosan. Aku terus membungkuk tanda tak kuat. Untung aku memegan tongkat bendera. Dari tongkat itu aku bertumpu. Seketika aku merasa hangat. Hangat yang menyenangkan membuat diri merasa semangat untuk terus mendaki. Hangat yang begitu harum seperti pelukan seseorang. Tapi tentu saja tidak ada orang aneh yang tiba-tiba memelukku kan?

Aku terus melangkah sampai akhirnya aku sampai di puncak. Aku begitu cape aku pun terduduk menunggu mereka. Ketika mereka datang aku tersenyum tanda menang. Mereka mengaku kalah. Mereka mendudukan diri mengitariku. Aku bagaikan api unggun memberi kehangatan. Mizu memegang sebuah Almameter yang ada di punggungku. “Sepertinya ini bukan dari Universitasmu?” Dia menunjukannya padaku. Akupun berkata padannya “Memang bukan” Natsu tertawa cekikikan. Mizu bertanya lagi”Lalu kenapa ada di punggungmu?” Aku menatapnya dengan expresi bingung penuh tanda tanya “Benarkah ini ada di punggungku?” Natsu menjawab ”Ya Yume. Jadi bisa kau ceritakan pada kami kronologi ceritanya?” Mereka menatapku penuh selidik dan aku menjawan “Aku tidak tahu,kenapa benda itu ada di punggungku “ Mizu menatapku heran “Kenapa tidak tahu?” Aku menjawab sekenanya “Mungkin karena aku tidak sadar” Natsu tertawa cekikikan dan mulai mengatakan apa yang ia pikirkan “Mungkin ada seseorang yang memakaikannya untukmu.” Hima bertanya-tanya”Tapi siapa dan kenapa ia tidak merasakan apa-apa?” Aku menerangkan sedikit” Mungkin karena saat aku mendaki tadi, aku terus membungkuk seperti nenek. Aku begitu kelelahan,dan kedinginan. Rasanya saat itu aku seperti ingin pingsan. Dan aku tidak tahu lagi jika aku pingsan saat itu. Kalian tidak ada di sisiku. Maafkan aku sudah pergi begitu saja. Dan saat itu saat aku seperti ingin pingsan karena sudah tidak kuat. Tiba-tiba ada sebuah kehangatan menyapaku. Membuatku lebih berenergi untuk terus berjalan menuju puncak. Mungkin benda inilah yang menjadi penyemangatku ” Mizu termenung “ Hem ok. Ini artinya kau memiliki penggemar rahasia, atau kalau tidak ada seseorang yang begitu kasian kepadamu, dan dia tidak ingin kau ambruk seketika” Mizu memberikan benda itu padaku. Aku memeluknya hangat.

Hima marah-marah kepadaku. “Kenapa tiba-tiba kau menghilang?Bagaimana jika kau hilang beneran?Harus berkata apa kami kepada ibumu” Aku tersenyum “Aku sudah tidak tinggal bersama ibuku lagi,karena kita sudah bukan anak-anak lagi” Dia bersi keras “Walaubagaimanapun juga kalau kau hilang ibumu pasti akan panik” Aku tidak mau kalah “Pada akhirnya kita berkumpul di sini kan?” Natsu menyela “Lain kali kita rantaikan tangannya biar tidak hilang” Mizu tertawa “Haha aku akan membelikan rantainya, kalian yang bawa dia ya” Aku tersenyum miris. “Kalian kira aku apa ? Buronan yang akhirnya tertangkap dan harus di amankan?” Kami pun tersenyum tertawa.

Matahari sebentar lagi terbenam. “ Kami bergotong royong membuat kemah” Untung ramai-ramai. Kalau sendiri aku tidak becus ini. Setelah itu kami shalat berjamaah dan membuat makanan ramai-ramai sembari menghangatkan diri. Makanannya terasa nikmat. Setelah itu dilanjutkan dengan shalat Isya dan bercengkrama mengitari api unggun. Di luar ramai sekali. Terdengar suara sorakan. Aku ingin ikut bersorak sampai akhirnya aku melihat Mizu dan Hima saling menyuapi. Cinta anak remaja. Bukankah mereka sudah putus?Kenapa masih semesra itu? Agar tidak terlihat aneh. Aku yang berdiam diri di depan tenda. Akhirnya ikut menggabungkan diri. Jam 9 malam. Aku yang sudah bosan berbincang-bincang akhirnya undur diri.

Aku mengatakan ingin mengambil air wudhu. Di danau belakang tenda. Sejujurnya Saat itu aku sedang menangis tapi ku netralisir dengan air Wudhu. Tiba-tiba ada sebuah saudara. Aku teringat pesan ibuku seharusnya jika ke tempat sepi aku harus minta di temenin bukan sendirian seperti ini. Suasana menjadi horor. Aku bersiap berteriak dan ngambil kuda-kuda untuk melindungi diri. Sejujurnya aku sudah belajar tae kwon do dari kakakku. Ternyata yang datang kakak itu lagi. Ia memberikan aku pisang sama seperti di mimpi. Lalu pergi. Apakah ini mimpi?ini memang segelap mimpi walaupun aku bisa melihat dengan jelas. Pisang di malam hari. Aku berkata pelan “Sejujurnya aku tidak membutuhkan ini” Tak kuduga ternyata dia mendengar suaraku. Padahal aku nyaris berbisik. Karna ia sedang menatapku. Aku pun mengalihkan perhatian “Siapa nama anda?” Dia berkata sambil lalu. Meninggalkan aku. “Hikari”

Jadi,ia bernama Hikari,sesuai namanya ia bagaikan Cahaya bagiku. Aku pun berteriak “Hikari kun. Arigatou Gozaimasu.” Ia menoleh,tersenyum,dan pergi lagi meninggalkan aku. Aku tidak tahu pisang ini harus aku apakan. Apakah harus kusimpan tapi nanti busuk. Lagipula tidak menutup kemungkinan bila tiba-tiba pisangku di makan Mizu,Hima dan Natsu. Jadi,akupun memakan pisang itu. Aku menikmati rasa manisnya. Kulit pisang ini berwarna kuning sesuai warna kesukaanku. Dan pisang adalah makanan kesukaanku sewaktu kecil. Terkadang aku memakanya memakai sendok seperti anak bayi. Terkadang makan pisang pakai sendok akan memakan waktu lama sekali. Tapi aku ingin mengingat masa kecilku. Jadi,aku berlari ke kemah dan memakannya pakai sendok. Huwaa jadi nostalgia. Tiba-tiba mereka datang. Dan mereka ingin mencicipi pisangku. Aku teringat perkataan Hima “ Jangan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya” Jadi, aku langsung menghabiskan pisang itu. Mizu begitu kecewa. Hima tersenyu misterius. Natsu berexpresi datar. Tapi tersembunyi gejolak pemberontakan, Sepertinya Hima dan Natsu memihak ke Mizu. Karena mereka lebih sering bersama. Sudah jam 10.00 akhirnya kami tidur. Dengan di akhiri kisah horor. Dan ditutup doa. Semoga kisah kami tak terbawa mimpi. Tapi aku malah memimpikannya lagi. Hikari kun.

Shubuh tiba seusai sholat kami lari pagi. Aku menghilang dari penglihatan mereka bertiga. Bukan karna aku menghindari mereka. Tapi karena aku bertemu dengan, Ai dan Murasaki kakak laki-lakiku. Kami tertawa bersama. Dan aku bertanya “Kenapa kalian berduaan?” Aku menatap Ai “Apa karena Sarangheo oppa?” Ai memukul pundakku pelan. Wajahnya bersemu merah. Tampaknya memang benar. Lalu bagaimana perasaan oppa. Aku menatap kakakku. Dia hanya diam tanpa expresi ia menatap ke arah lain. Pikirannya tak disinikah?Jangan-jangan tatapannya kosong. Apakah dia tidak mendengarku. Aku pun menatap ke arahnya. Expresinya serius. Tangannya masuk ke dalam saku paling dalam. Apa yang sedang ia pikirkan? Aku tidak tahu walaupun aku sudah 20 tahun hidup dengannya.

Aku melirik ke arah yang ia tatap. Sebuah goa. Aku penasaran. Aku mendekat ke goa itu. Kakakku menarikku dan berkata “ Jangan.” Ia terdiam lagi dengan expresi sok seriusnya. Aku bertanya penasaran “ Ada apa?” Dia menjawab dengan mempertajam pendengaranya ”Aku mendengar sebuah suara di dalam” Aku dengan semangat berkata “ Mari kita selidiki” Ai memegang pundakku dengan wajah cemas ia menggeleng “Belum saatnya.”

Murasaki masuk ke dalam meyalakan senter miliknya aku pun mengikutinya. Menyalakan senter. Ai yang tidak menyukai ini akhirnya mendesah. Ia pun jadi ikut menyalakan senternya. Lorong yang semola lebar menjadi sempit.  Belum apa-apa kami sudah mendapatkan beberapa pilihan. Benar-benar bagaikan labirin. Kami mengamati tiap lorong. Dan hanya ada satu lorong yang memiliki tanda x. Kami memilih jalan itu. Jalan itu makin mengecil hingga akhirnya kami harus jalan menunduk,bahkan terkadang merangkak. Kami mendengar suara air. Kami tiba di air terjun di dalam gua yang sangat indah dari tempat air ini terjun ada cahaya masuk  membuat tempat ini gemerlapan indah. Sampai sini sudah tidak ada jalan lagi. Ai memutuska untuk pulang. Tapi aku dan Murasaki sepakat untuk berenang sebentar. Ai kesal ia hanya duduk dan berkata “ Yume kerudungmu kan ada di tenda yang jauh dari sini, Apa kau merasa nyaman jika kau berjalan di luar dengan pakaian basah seperti itu?” Aku menjawab singkat “Aku cukup nyaman Ai, ayolah jilbabmu pun akan kering dengan seiring berjalannya waktu.

Akhirnya ia memutuskan berenang. Kami saling menyiprat-nyipratkan air. Aku pun berenang menuju Air terjun untuk merasakan pijatanya. Murasaki dan Ai mengikuti jejakku. Kami perebutan hingga Ai terdorong jauh kebelakang. Membuat lumut itu berjatuhan Dan tampaklah sebuah dinding bertuliskan sebuah tulisan yang entah itu tulisan apa. Kami tertarik mendekar ke arah Ai bukan karena kami ingin menolong Ai, tapi karena kami tertarik dengan dinding itu. Dinding ini berbeda dengan dinding lainnya. Ai menyenderkan badannya ke sebuah batu. Tiba-tiba dinding itu bergeser. Dan ternyata ini adalah sebuah pintu gerbang menuju kota hilang,kota yang sudah tidak berpenghuni dan sudah tidak di tempati. Dulu memang manusia tinggal di goa. Sampai suatu ketika Socrattes mengajak penduduk itu untuk keluar goa,melihat bumi yang begitu luas ini,serta melihat pemandangan yang ada. Merasakan hangatnya matahari. Dan desauan angin,serta mendengar kicauan burung yang menari bahagia. Tapi para penduduk itu menolak ajakan Socrattes. Kota ini terbuat dari pasir dan tanah. Bangunan rumahnya tampak biasa saja. Rata-rata penduduk adalah seorang pandai besi mereka membuat perhiasan serta tombak untuk menangkap ikan di danau ini. Sampah duri ikan serta kulit kerang  dikumpulkan menjadi satu tempat. Ada porselen terkubur di sini. Murasaki menyuruh kami diam dia mendengar seseorang mendekat. Kami bertiga masuk ke dalam sebuah bangunan yang tak terkunci. Tapi ternyata gudang itu adalah tempat penyimpanan harta. Kami mendengar mereka mengatakan ini adalah barang jarahan,perampokan dan curian. Semuanya tersimpan di sini. Sudah tidak terdengar suara penculik. Kami bertiga bergegas pergi untuk menelepon polisi. Tapi karena kami terburu-buru kami menendang sesuatu sebuah guci. Suara begitu nyaring. Dua orang itu terbangun kami berlari. Karena aku di bagian belakang. Aku ditangkap. Murasaki dan Ai belum menoleh ke belakang. Mereka tidak tahu aku ditangkap. Aku tidak bisa berteriak karena mulutku disekap. Aku dikurung di bangunan tadi. Murasaki dan Ai begitu panik. Mereka sadar aku tidak ada ketika mereka di luar. Sebelumnya Mizu,Hima dan Natsu sudah melaporkan hilangnya Yume dari lari pagi tadi kepada para senior pembimbing.

Di depan goa Murasaki dan Ai yang panik bertemu dengan Hikari. Murasaki menceritakan semuanya. Hikari pun menyuruh untuk segera hubungi polisi. Dan jika dirinya belum keluar juga bersama Yume mereka semua boleh masuk untuk menolong. Maka setelah Hikari di beri tahu jalannya ia pun masuk melewati lorong yang bertanda x. Merangkak di lorong yang semakin kecil. Berlari ke air terjun ,masuk ke dalam dan mengendap-endap ke bangunan yang di beri tahu Murasaki. Hikari mengintip Yume dari jendela kecil. Ia melihat Yume sedang berusaha melepaskan tali karena frustasi. Akhirnya ia menggali pasir dekat tembok. Hikari pun ikut menggali. Yume yang melihat sebuah tangan ia pun panik. Hikari sudah tidak melihat tangan Yume. Ia pun berbisik bahwa dirinya adalah Hikari. Yume yang mendengar itu hatinya berdesir. Hikari memang cahaya untuknya. Akhirnya mereka melanjutkan penggalian. Tapi seorang laki-laki tubuh kekar datang. Hikari yang melihat bayangan laki-laki itu pun. Akhirnya terjadi sebuah pergulatan .Yu me panik tapi ia tetap melakukan penggalian ia berhasil keluar. Tapi percuma ia disergap oleh laki-laki satunya lagi.

Akhirnya mereka berdua di kurung di suatu tempat. Mata mereka ditutup agar tidak melihat. Mulut mereka di tutup. Mereka sudah sampai  di tempat penyekapan. Ia pun membuka penutup mata dan mulut juga ikatan kaki dengan pisau lipat. Lalu ia membuka penutup mata,mulut,tangan,dan kaki pada Yume. Yume menatap takjub. “Kenapa kau bisa bebas?Bukankah tadi kau di ikat?” Hiakari pun menjelaskan ia berhasil membuka  ikatan tangan karena saat diikat ia meregangkan tangan.

Akhirnya mereka bebas. Lalu mencari jalan keluar dari bangunan itu. Tapi bangunan itu sungguh besar banyak jalanan yang simpang siur. Mereka kelelahan. Mereka pun istirahat. Yume menggambar peta. Dia menggambar ruangan ini. Dan mencoret jalanan yang buntu. Hikari tersenyum dan berkata “Setidaknya kita bisa kembali jika jalanan yang kita temukan buntu” Yume pun menjawab dengan lelah “ Yeah dan akhirnya kita mengulang lagi dari awal,menyusuri jalan satu persatu. Bagaimana jika mereka datang?”

“Tenang aku sudah menyuruh yang lainnya kesini jika dalam waktu dekat kita tidak kembali. Dan polisi pasti sudah meringkus mereka. Sebaiknya kita sholat dulu. Agar tahu harus lewat jalan yang mana. Kami pun berjamaah. Dia membacakan surat yang panjang sekali. Dan setelah berdoa. Akhirnya dia sudah bisa mengambil keputusan ngambil jalan yang mana. Dan dia memilih jalan yang sudah dilewati. Aku pun bertanya”Bukankah tadi kita sudah lewat sini” Dia hanya tersenyum dan menjawab” Kita melewatkan sesuatu”

Aku berjalan mengikutinya. Angin berhembus dingin. Sangat tidak ramah. Seketika aku mendekap tubuhku. Dan aku melihat almameter yang aku kenakan. Berwarna hijau. Di kantungnya seperti ada sesuatu. Aku membukanya. Sebuah catatan kecil berisikan agenda acara perkemahan ini. Dan aku melihat sebuah nama. Nama itu again. Aku terhantuk batu dan terjatuh. Hikari menoleh ke belakang dan membantuku berdiri “Ada apa?wajahmu menegang seperti itu”

Aku diam mengumpulkan keberanian untuk berbicara” Benda yang kukenakan ini milikmu kan?Kenapa kau diam saja. Ini aku kembalikan. Dan terima kasih.” Dia mencegahku untuk membukanya. “Tidak ,di sini terlalu dingin. Tetap gunakanlah”. Aku pun urung menggunakannya. “Aku kembali bertanya”Kemarin malam kenapa tiba-tiba kau memberikan aku buah” Dia berkata sambil jalan “Saat itu aku sedang mengambil sesisir buah  di pohon sebelah” Untuk dimakan bersama sahabat-sahabatku. Tapi ketika aku melewati danau. Aku mendengar kau terisak. Kau terlihat begitu frustasi. Aku takut dengan tiba-tiba kau menceburkan diri. Jadi aku berikan sebuah pisang. Maaf kalau hanya sebuah. Karena sisanya buat yang lain.”

Aku tersenyum dan berterima kasih. Dia berkata tiba-tiba.” Kau penulis itu ya?tulisan mu begitu bagus,Aku hampir membeli semua karyamu” Aku merendah “ Sejujurnya kau pun bisa membuatnya jika kau mau.” Dia tersenyum. Aku melanjutkan “Ada seseorang berkata saat aku baru pertama kali menerbitkan bukuku. Ia adalah pembaca. Dan ia hanya berkeinginan membaca buku yang penulisnya terkenal. Lalu dengan senyuman manis dan karena saat itu aku juga masih menjadi pembaca,aku menjawab ”Itu sungguh tidak adil,Ayolah Andrea Hirata,dan Habiburahman El-Shirazy ketika awal menulis juga belum terlalu terkenal. Tapi karena promosi besar-besaran di mana saja. Akhirnya mereka tahu siapa mereka dan apa yang mereka tulis. Melalui resensi dan sinopsis yang beredar di mana- mana. Akhirnya pembaca penasaran ingin membaca karya itu. Dan akhirnya buku mereka laku di pasaran. Mereka pun bersemangat untuk menulis lagi. Menebarkan setiap kisah yang inspiratif agar pembaca bisa menuai tiap hikmah yang tersajikan. Akhirnya melalui tulisan- tulisan yang sudah mereka tulis. Pembaca sudah begitu terpesona olehnya. Yah akhirnya hanya dengan namanya sudah terjual. Tidak sedikit pula. Beberapa novel yang nama pena penulisnya dimirip-miripin mereka Judul bukunya juga dimirip-miripin. Seperti ingin menipu pembaca yang masih lugu. Aku pun berkesimpulan. Jika kita menginginkan sesuatu kita harus tau apa yang kita inginkan. Agar tidah salah mendapat”

“Ka, Menulis lahir dari seorang yang selalu suka membaca, karena ada sebuah pepatah. Membaca tapi tidak menulis maka ia seperti melihat tapi lumpuh. Maka dari itu mulai menulislah ka” Ia hanya menjawab “Ia nanti akan kucoba kalau ada waktu senggang.”

“Ka?” dia menjawab singkat sembari terus berjalan “Ia?” Aku meneruskan perkataanku “Terima kasih sudah datang kesini” Dia tertawa “Walaupun aku tidak datang pun sepertinya kau sudah bisa melarikan diri dengan cara menggali pasir.” Aku hanya menjawab singkat “Yah untungnya tanganku diikat ke depan”

Dia melanjutkan”Kau harus berterima kasih pada ketiga sahabatmu,mereka panik sekali tadi. Akhirnya berkat mereka bertiga kami semua mencarimu” Akupun diam,tersadarkan. Dia menatapku”Apakah kalian sedang ada masalah?” Aku menggeleng cepat. Tidak ingin ia berfikir macam-macam. Akhirnya kami diam karena kami harus merangkak. Jalanan begitu kecil. Senternya mati. Lalu ia meminta senterku. Karena cahayanya tertutup oleh badanya. Terkadang aku menabraknya. Karena dia berhenti tiba-tiba. Setelah itu aku hampir terjatuh. Kalau saja ia tidak memegangku. Ternyata ada sebuah tangga ke bawah. Tadi aku tidak menggunakan tangga itu. Lalu kami melanjutkan berjalan. Aku terhantuk sesuatu. Tengkorak. Aku bergidik. Dia menenangkan. Lalu tidak lama dari lorong itu. Jalanannya berubah jadi buntu. Tapi ternyata di atas ada bekas liang kelinci. Ia melebarkan liang itu. Dan mengangkkatku ke atas. Aku melihat cahaya terang. Di sebelah liang itu ada pohon. Aku membantu dirinya naik ke atas. Hampir saja aku terjatuh. Menimpa dirinya. Tapi akhirnya aku terjatuh juga. Dirinya terlalu berat untuk ku tarik. Aku jadi merasa tidak becus. Aku pun diangkat naik lagi. Setelah aku di atas aku membantunya naik.

Kami melihat sekeliling. Kami berada di bawah gunung. Aku pun bertanya padanya. “Apa yang harus kita lakukan?rasanya aku tidak sanggup mendaki lagi. Aku menjatuhkan diri di pohon. Aku cape. Dia memberiku sebuah makanan. Dan membawaku ke sebuah sungai kami minum. Dan sholat ashar. Setelah itu membuat api unggun. Ia berusaha menangkap ikan. Aku ingin membantunya. Tapi sayang aku malah seperti sedang main air. Dan membuat ikan –ikan itu pergi. Aku pun kembali ke api unggun dengan merasa bersalah. Aku menghangatkan tubuh. Karena ternyata airnya begitu dingin. Aku bersin dan keluarlah ingus. Aih.

Ia memberiku sapu tangan. Dan memberikanya jaket lagi. Aku menolak. Dengan begitu ia juga akan merasa kedinginan dan tidak lucu jika pada akhirnya kami berdua sakit. Ia mendapatkan dua ikan besar. Membakarnya untuk kami makan. Maghrib tiba ia membakar kembang api. Berharap mereka melihatnya dan mengetahui keberadaan kami. Karena kami cape menunggu akhirnya kami shalat maghrib bersama. Dan untunglah tak berselang beberapa lama. Akhirnya kami bertemu dengan yang lain. Aku mengucapkan terima kasih kepada Ka Hikari dan tiga sahabatku. Aku berpamitan pada mereka karena aku pulang bareng Ai dan Murasaki. Aku tidak pulang ke Bandung melainkan ke Bogor. Kami bermain di sana. Sepupu-sepupuku yang lain sudah beranjak besar.

Aku melanjutkan tulisanku yang belum rampung. Dan juga thesis ku. Akhirnya aku pulang ke Bandung. Keesokan harinya aku bertemu dengan Hikari dan ketiga sahabatku Hikari memperkenalkan aku dengan sahabatnya namanya Himitsu. Mulanya aku sms Himitsu hanya untuk bertnya kabar Hikari. Tapi lama-lama hubunganku dengan Himitsu berubah jadi aneh. Himitsu mengkhitbahku. Aku tidak tahu harus berkata apa. Himitsu saat itu belum memberi kabar. Dengan bodohnya aku berkata ia.

Akhirya aku sudah menyelesaikan pendidikanku. Aku ke Bogor untuk bermain. Rupanya Ai sedang bahagia. Tapi ternyata kebahagiaanya hanya membuatku sedih. Ia di khitbah oleh Hikari sebentar lagi. Mereka akan menikah. Tokyo Tower serasa hancur dipikiranku. Aku teringat perkataan Hima yang misterius,entah dia bisa meramal atau tidak,paling hanya deduksi “Jangan ulangi kesalahan masa lampaumu” kata Hima 6 tahun silam. Tampaknya aku sudah melakukan kesalahan yang sama. Mencintai orang yang salah.

Aku pun memberanikan diri bertanya pada Ai “Bagaimana bisa?Apa kalian setahun ini mulai dekat?” Aku  terpana. Ternyata selama ini yang disukai Himitsu adalah Ai? Kenapa aku tidak menyadarinya? Sudah lamakah hubungan mereka terjalin. Dia berkata”Tidak baru seminggu terakhir ini” Aku melongo bagaimana bisa baru seminggu. Aku saja baru sebulan dengan Himitsu tapi sejujurnya aku tidak menyukainya. Ah aku pusing dunia ini terlalu aneh bagiku apa jangan-jangan aku yang aneh?

Dia menatap ku seakan-akan dia tahu dari expresiku  aku mengatakan bagaimana bisa . Ia pun menerangkan “Hikari orang yang romantis dia memberikanku surat cinta” Aku membacanya,aku shyok. I,,,ini tulisan yang selalu ia kirim untunkku. Aku menatap nanar semuanya berubah jadi gelap. Dunia serasa runtuh aku terjatuh. Ai menatapku aneh. Untuk menetralisir suasana aku berdalih.”Maaf Ai kemaren aku menulis sampai jam 2 malam. Itu juga aku tumbang karena aku lapar dan mengantuk. Aku lihat di dapur tidak ada makanan jadi untuk menghilangkan rasa lapar aku pergi tidur.”

          Ai memaklumi pekerjaanku. Dia mengajakku makan. Suasana hening. Untuk membunuh rasa canggung aku bertanya “Bagaimana hubunganmu dengan Murasaki?” Dia menatapku dan tersenyum. “Sejak awal kami tidak memiliki hubungan apa-apa” Dia bohong aku tahu itu. Pasti sesuatu terjadi diantara mereka dan akhirnya mereka putus. Padahal mereka terlihat amat serasi sekali. Yah untuk membuat Murasaki kesal pasti Ai menerima khitbah itu. Tapi pasti ia menyesalinya. Seperti aku menyesali khitbah Himitsu.

Aku pulang ke Bandung dan aku bertemu dengannya lagi. Di perjalanan. Yah dia yang entah kenapa hadir dalam mimpiku jauh sebelum aku melihatnya dan mengenalnya. Bahkan aku lupa untuk mengembalikan almamater itu. Yah biarlah aku menyimpannya,untuk kenang-kenangan. Lagipula ia telah mengikhlaskan. Almamater itu. Tapi bagaimana jika aku sudah berumah tangga dengan Himitsu dan ia melihat Almamater itu?Hem, dia pasti tidak mengenalinya. Tapi iakan sahabatnya. Ya sudahlah terjadi masalah biarlah terjadi. Lagipula aku akan menyimpannya di tempat rahasia.

 Aku tersenyum simpul untuk menunjukan tidak ada yang terjadi. Aku ingin memberikan buku itu. Buku yang mempertemukan kami berdua. Aku berharap walaupun ia sudah menikah nanti ia akan tetap mengingatku. Tapi bagaimana jika Ai melihat buku ini?Ah pasti Ai hanya beranggapan suaminya penggemar setiaku. Tapi apakah ia akan cemburu?Kurasa tidak karena aku tahu dari matanya. Ia seperti sedang menyembunyikan persaannya. Sepertinya ia sedang merahasiakan kerinduannya pada Murasaki. Laki-laki berkaca mata tipis. Dan berkemeja rapi itu. Akan sangat indah jika ia sedang memegang sebuah buku. Tapi sayang sekali ia jarang memegangnya.

Hikari tampak bahagia menerima hadiahku. Melihat wajahnya aku jadi terbayang jika aku ke rumah mereka pasti. Hikari sedang menggendong bayinya dan Ai pasti sedang membuat adonan kue,Hem. Akupun memberikan selamat karena sudah mengkhitbah Ai. Dia terdiam,termenung akhirnya ia memberanikan berbicara. “Sejujurnya aku ingin menikahimu. Tapi ternyata kau sudah di khitbah Himitsu”

Aku menatapnya nanar. Sejuta perasaan bergelayut di hatiku. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. Hiks aku yang mulai ikhlas menerima keadaan. Kini menjadi sedih lagi. Aku mengutuki diriku kenapa dekat-dekat dengan Himitsu. Aku mengutuki Hikari kenapa ia memperkenalkan Himitsu padaku. Aku menjawab bodoh. Aku tidak tahu harus berkata apa “Tak bisakah kau memutuskan khitbah mu,dan menikah denganku?”

Dia menatapku dengan expresi aneh. Aku tahu pasti dia tidak enak dengan Ai. Aduh kenapa jadi begini sih. Hanya karena salah langkah. Dia pun tersenyum dan berkata “Himitsu adalah orang yang baik, Dia adalah sahabatku.” Aku pun berkata “Tapi aku belum terlalu mengenalnya” Dia tersenyum”Kalau ada apa-apa bilang aku saja” Dia pun turun dari bis. Dia sudah sampai di tempat tujuannya.

Ketika esok hari Ai datang. Ia menangis. Sekarang ia sudah tidak bisa berbohong padaku. “Sejujurnya aku masih merindukan Murasaki.” Dia terdiam. Aku merangkulnya dan menatapnya tenang “Aku tahu. Sangat terlihat jelas di expresimu. Kau tahu mungkin sekarang ia sedang merindukanmu juga” Ai menatapku tidak percaya “Benarkah?” Ada secercah senyuman di wajahnya. “Kita akan tahu jika kita ke sana” Aku meyakinkan.” Dia urung diri.

Murasaki datang membawa kue. Tumben ia datang. Ada apa ini? Kata hatinya kah yang membawa ia kesini? Tapi tepat sekali dengan kedatangan Ai. Yang mungkin Ai juga datang menurut kata hatinya. Lucu kenapa mereka tidak mendatangi tempat kenangan mereka berdua saja. Untuk menyelesaikan masalah ini. Mungkin karena mereka membutuhkan seseorang untuk menyelesaikan masalah mereka.

Murasaki yang tadinya tersenyum menemuiku. Akhirnya malah terpaku di depan pintu. Senyumannya hilang. Ia berdiri di situ dengan suasana janggal. Aku pun menyuruhnya masuk dan duduk. Ia merasa salah datang di saat yang tidak tepat. Entah kenapa kedatangannya bersamaan dengan Ai. Padahal mereka tidak janjian. Lagipula hubungan mereka sedang retak di sini. Mungkin itu mengartikan mereka masih saling membutuhkan. Dan mereka masih ingin bersama. Mereka pun masih memiliki kesamaan.

Murasaki menyapa kami dengan canggung. Aku pun bertanya langsung ke pokok pembicaraan “Apakah kau merindukan dirinya Murasaki?” Dia tertawa menggeleng “Tentu saja tidak. Aku kesini karena aku merindukanmu. Jika aku merindukan dirinya aku akan ke rumahnya kan?” Kata Murasaki jahat. Ai yang tersenyum bercahaya,kini senyumannya pudar. Aku menatap mursaki tajam “Jangan membohongi dirimu sendiri Murasaki. Kami semua tahu,,,” Dia langsung dengan cepat memotong. “Bagaimana kalian bisa tahu kalau aku sendiri pun tidak mengerti apa yang kurasakan.” Aku melanjutkan kalimatmu terpotong” Kalian datang ke rumahku di saat yang bersamaan. Manis sekali. Kalian tahu itu artinya apa? Yah itu artinya kalian memikirkan hal yang sama,kalian merasakan hal yang sama,kalian saling merindukan. Akuilah fakta itu Murasaki.” Ia tertawa terbahak-bahak “Jangan sok tau deh. Bahkan kau tidak tahu kenapa kami berpisah, kau sudah seperti peramal saja” Aku menyela cepat “Tepat. Kau mengatakannya. Membenarkan deduksiku. Beberapa hari yang lalu aku baru saja menanyakan hubungan asmara kalian. Tapi disanggah Ai, dengan mengatakan kalian tidak memiliki masa lalu. Tapi kini di pagi hari yang cerah ini. Ai mengakuinya. Mengakui bahwa dia merindukanmu(seketika semburat warna merah timbul di pipinya yang merona.) Dan kau Murasaki. Dengan secara tidak langsung mengakui bahwa kau Memiliki masa lalu yang sama dengan Yume. Jadi bisa kalian jelaskan apa yang menyebabkan kalian berpisah.”

Mereka semua terdiam. Ai tidak kuat ia memutuskan untuk pergi. Tapi di tahan oleh Murasaki “Semuanya harus selesai sekarang Ai,duduklah” Ai pun terpaksa duduk. Aku melanjutkan khotbahku,selayaknya seperti Hakim di pengadilan dengan korban dan tersangka. “Jadi,kalian masih belum bisa menceritakan kenapa kalian berpisah padaku ya? Hem menarik tapi ketahuilah Murasaki kau harus jujur di sini karena jika salah langkah kalian akan menyesal. Jadi, masalah sebenarnya adalah sebentar lagi Ai akan menikah dengan orang lain” Wajah Murasaki pucat pasi. Akupun melanjutkan “Apakah kau masih mencintainya Murasaki?” Murasaki pun menunduk seperti terdakwa yang mengakui perbuatannya”Andaikan aku masih mencintainya pun. Aku tidak bisa berbuat banyak. Ai sudah dikithbah semuanya sudah terlambat.”

Kini Murasaki yang ingin meninggalkan pengadilan “Kau tidak ingin memperjuangkan cintamu Murasaki? Di sini cinta kalian di uji. Kau tidak ingin menjadi pejuang yang kalah sebelum berperangkan?” Murasaki mehentikan langkahnya ia tersenyum, dan memasukkan tangannya ke dalam sakunya dalam-dalam. “Seperti yang sudah kukatakan tadi. Ai sudah dikhitbah tidak ada yang bisa ia lakukan lagi.” Aku membalas dengan khidmat “Sayang sekali Ai mencintai laki laki yang pengecut” Aku berusaha melukai hatinya karena aku kesal. Berusaha agar ia bertindak nyata. Tapi Murasaki hanya tersenyum pada kami dan ia pergi meninggalkan kami. Meninggalkan Ai yang termenung. Ai menghela nafas “Akh gimana donk ini. Jadinya seperti ini” Aku tersenyum miris. Nasibnya sama sepertiku. Aku menertawakan diriku yang bodoh.

                                                          ***

Ini adalah hari pernikahan Ai. Ia menangis tiada henti. Murasaki tak sanggup menyaksikan ini. Alam pun ikut berduka cita. Awan mendung gerimis turun. Hujan besar meyusul kilat pun ikut hadir suara guntur bersahut-sahutan. Nuansa abu-abu menyelimuti pernikahan ini. Pernikahan yang seharusnya indah dipenuhi cinta dan bunga mawar. Kini berubah bagaikan acara pemakaman. Sebelum pernikahan berlangsung di taman yang sepi. Ai mengucapkan selamat tinggal kepada Murasaki. Mereka berpelukan sangat erat. Seakan akan mereka tidak ingin berpisah. Air mata masih berlinang di air mata mereka. Senyuman terukir di wajah mereka. Jika ada orang yang melihat ini. Pasti sudah menganggap ini sebuah pengkhianatan cinta. Sayangnya yang melihat adalah orang yang bersangkutan. Sang mempelai pria. Korban yang akhirnya merasa dikhianati. Ia merasa dilema. Sejujurnya ia tidak cemburu. Ia hanya malu. Jika ada orang lain selain dia melihat ini. Sejujurnya ia tidak mencintai mempelai wanita. Saat itu ia tidak sedang berfikiran panjang. Ia kembali ke gedung ia melihat diriku dengan seseorang. Bodohnya aku kenapa aku masih bersama Himitsu. Hikari menunduk sedih. Aku menyapanya memberi selamat. Tapi ia tersenyum getir dan pergi begitu saja. Meninggalkan aku yang berdiri terpaku. Acara pernikahan segera di mulai. Ai masih menangis. Tapi tidak bersama senyumannya yang bahagia seperti berpelukan dengan Murasaki. Hikari menjabat tangan penghulu tanda Akad Nikah segera dimulai. Aku tidak bisa menyaksikan ini. Aku tidak ingi mendengar suaranya tatapanku nanar. Air mataku sembentar lagi terjatuh. Aku berlari  meninggalkan tempat itu. Menghadirkan seribu tanda tanya pada orang yang melihatku termasuk Hikari dan Himitsu. Murasaki duduk tediam di pojokan seperti sapi yang sudah mengikhlaskan diri untuk di sembelih. Aku berlari.

Hikari merasa dilema. Akhirnya ia bangkit. Memakaikan pakaian yang ia pakai ke tubuh Murasaki. Untung Hikari memakai kaus putih di dalamnya. Murasaki mendongakkan wajahnya. Matanya merah. Terlihat jelas ia habis menangis. Matanya semerah mata Ai. Hikari mengajak Murasaki ke pelaminan merekapun dinikahkan.

Aku terduduk di atas kolam. Kolam yang jauh dari tempat itu aku melepaskan sepatu hak tinggiku yang membuat kaki lecet. Aku menaruh kakiku di kolam. Membiarkan ikan kecil itu mengigiti kelingkingku yang lecet. Rasanya perih sekali tapi tidak seperih hatiku. Aku menatap wajahku di kolam. Wajahku sembab,aku melihat bayangan orang lain di kolam itu. Dia adalah laki-laki yang hadir dalam mimpiku jauh sebelum aku mengenalnya. Seperti dalam mimpiki ia tetap memegang pisang kali ini dia memegang dua. Yang satu dia berikan padaku. Kakinya pun ia ceburkan ke kolam itu tak peduli celananya,kaus kakinya dan sepatunya basah. Aku menatapnya yang dengan lahap memakan pisang itu. Akupun membukakan sepatunya dan kaus kakinya serta menggulung celananya sampai sedengkul. Ia berhenti memakan pisangnya dan menatap wajahku. Aku hanya tersenyum dan berkata “ Agar kau bisa merasakan  air yang sejuk serta merasakan ikan yang sedang mencumbui kakimu.” Aku tersenyum manis kami melanjutkan memakan pisang itu. “Bagaimana pernikahanmu?Acaranya belum selesaikan?”

Ia menatapku. “Yah tentu belum selesai. Lalu kenapa kau pergi dari acara pernikahan ku?” Aku tersenyum dusta.”Kakiku kesemutan aku tidak kuat rasanya aku jadi ingin meneteskan air mata. Aku berlari. Tapi rasanya aku tidak bisa merasakan keberadaan kakiku. Tapi aku tetap berlari. Walaupun aku merasakan ketakutan jika kakiku hilang. Jadi aku berlari kesini, agar kakiku sembuh” Ia tersenyum menatap kolam dan ikan yang besar-besar “Kini kakimu tidak akan hilang. Ia di sini. Untung kau membawanya ke kolam. Jadi, ia tahu harus kemana dirinya akan kembali” Aku menatapnya ia mengatakan kalimat ambigu. Aku tidak mengerti. Apakah dia mempercayai  guyonanku? Mungkin ia karena ia terlalu polos. Ia begitu bersih putih.

Ia mengajakku kembali ke gedung ia memintaku mengganti pakaian . Dengan yang lebih bagus daripada itu. Awalnya ia menolak tapi ia memaksa jadi aku mengikutinya dari belakang. Aku pun bertanya padanya “Jadi kau tetap belum menikah?” ia menjawab singkat “Yah belum,aku ingin menunggumu.”

Aku merasa dilema. Aku tidak kuat jika mendengar akad nikahnya. Tapi akupun memasrahkan diri. Aku melihat Ai dan Murasaki tertawa bahagia. Dua orang ibu-ibu menculikku dari Hikari. Mereka memakaikanku pakaian yang indah dan membawaku duduk di pelaminan. Hikari datang dengan pakaian berbeda. Ia menikahiku. Lalu bagaimana perasaan Himitsu. Hikari tidak sejahat itu kan. Aku menengok ke belakang mencuri pandang ke arah Himitsu. Ia tersenyum gembira. Apa maksudnya ini? Dia sama sekali tidak merasa cemburu. Mungkin memang dia tidak mencintaiku. Lalu kenapa ia mengkhitbahku? Hanya bermain-mainkah?

Hikari sudah mengatakannya. Dalam ijab kabul. Ini begitu cepat sampai-sampai. Aku malah tidak merasakan apa-apa. Hikari membawaku ke rumahnya dengan mobilnya. Semuanya berjalan begitu cepat. Seperti mimpi. Tapi awal aku bertemu dengannyakan juga lewat mimpi. Aku bertanya tentang perasaan Himitsu. Hikari mengatakan ia telah meminta izin kepada Himitsu. Himitsu begitu mencintai Yume tapi ia lebih bahagia jika Yume menikah dengan orang yang mencintainya serta yang ia cintai. Himitsu akan sedih jika ia menikahi seorang wanita yang ia cintai tapi tak mencintainya. Pasti sang wanita akan sulit menghilangkan bayang-bayang masa lalunya.

Kami sudah sampai rumahnya. Baru kali ini aku kerumahnya. Kami pun sholat berjamaah dan mendoakan pernikahan ini.

Akhirnya kami memiliki dua anak kembar laki-laki dan perempuan. Mereka begitu mirip. Aku tidak tahu apa sebaiknya nambah atau dua saja. Aku sih ingin dua saja. Karena kalau banyak-banyak pasti repot. Dan bagaimana jika tidak terurus. Kami kedatangan tamu. Mereka adalah. Murakami dan Ai. Pasangan serasi dengan anak  lelaki tampannya. Jagoan manisku. Aku tersenyum dan mencium keningnya,serta memberikanya kue  kering yang baru ku buat

THE END