2. DINASTI GOLDEN HORDĒ>> (1256-1391) Pada masa Oghtai, terjadi penaklukan (1236-1237) besar-besaran terhadap lembah Sungai Vulgha dan Siberia. Di bawah kepemimpinan Batu[21], warga nomad Mongol dan Turki menaklukkan beberapa daerah di bagian utara laut Aral dan Caspia dan mendirikan ibukota mereka di sungai Volga. Dalam penyerbuan yang paling besar dalam sejarah dunia, The Golden Horde>[22] juga menaklukkan Rusia, Ukraina, Polandia Selatan, Hungaria dan Bulgaria dan membentuk sebuah imperium yang mengembangkan wilayahnya ke arah utara sampai wilayah hutan Rusia, kea rah selatan sampai ke laut Hitam dan Caucasus. Moskow merupakan wilayah kekuasaan boneka yang utama bagi rezim Golden Horde; sedang beberapa penguasa Rusia lainnya bertanggung jawab kepada Moskow untuk pembayaran pajak.[23] Bangsa Turki dan Mongol yang tengah mengadakan penaklukan tersebut segera mendapatkan sebuah identitas sejarah yang baru. Melalui pergaulan dengan warga taklukan, mereka terlibat dalam percakapan bahasa Turki “Tartar” dan akhirnya mereka memeluk agama Islam.[24] Di antara pemimpin Mongol pertama yang memeluk Islam ialah Barkha Khan (1256-1267), cucu Jengis Khan dari putranya Juchi Khan[25], yang menguasai Eropa timur dan tengah dan berkedudukan di Sarai, lembah Wolga. Dia dan para pengikutnya memeluk Islam pada tahun 1260 berkat dakwah para ulama sufi yang berada di daerah tersebut. Pada tahun itu juga Barkha mengirim ribuan tentaranya untuk membantu sultan Baybars di Mesir yang sedang menghadapi serangan Hulagu Khan dan tentara Salib. Dalam pertempuran di Ain Jalut pasukan Hulagu dapat dihancurkan. Sejak itu agama Islam berkembang pesat di lembah Wolga dan orang-orang Mongol yang bermukim di wilayah itu menyebut diri sebagai orang Kozak (Kystchak). Menurut Ibnu Katsir[26], Barkha Khan meninggal pada tahun 665 H dan digantikan oleh salah seorang dari keluarganya yang bernama Mankutmar[27] Bin Tughan Bin Babu bin Tuli bin Jenghis khan. Imperium Golden Horde mempertahankan kekuasaannya dari pertengahan Abad tigabelas sampai pertengahan abad limabelas, tetapi secara perlahan-lahan mengalami disintegrasi akibat tekanan ekspansi Utsmani (yang mengusir pihak Golden Horde dari wilayah Laut Tengah), dan kebangkitan Moskow, Moldavia, dan Lithuania. Demikian juga, dalam rentang abad empatbelas sampai abad enambelas, The Golden Horde> terpecah menjadi sejumlah wilayah kekuasaan yang lebih kecil dan terpecah belah menjadi beberapa kelompok Tartar Crimea, Tartar Volga, etnis Uzbek dan Kazakh. Khan di Crimea, yang mengklaim sebagai keturunan jenghis Khan, memproklamirkan diri sebagai penguasa independen pada tahun 1441. Khan di Khazan, Astrakhan, dan Siberia juga membentuk wilayah sendiri yang otonom. Di bawah ini adalah rangkaian Dinasti Golden Horde> : a. Batu (1237-1256), pendiri. b. Berke (1256-1267). c. Mongke Timur (1267-1280). d. Tuda Mongke (1280-1287). e. Tula Bugha (1287-1290). f. Turcht (1290-1313). g. Uzbeg Khan (1313-1340). h. Jani Beg (1340-1357). i. Birdi Beg (1357-1359). j. Tokhtamis (1359-1404). k. Idhikhu Khan (1404-1419). Menjelang hancurnya Golden Horde, berdirilah beberapa dinasti Tatar yang merdeka di antaranya : 1. Dinasti Khazan (1437-1557), pendirinya Ulugh Muhammad Khan. 2. Austrakhan (1466-1556), pendirinya Qasim Khan anak Uluhg Muhammad Khan. 3. Cremia (1420-1783), pendirinya Tash-Timur dan Ghazi Girai. 3. DINASTI ILKHAN (1256 – 1335 M) Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulagu[28]. Daerah yang dikuasai dinasti ini adalah daerah yang terletak antara Asia Kecil di barat dan India di timur, dengan ibukotanya Tabriz. Umat Islam, dengan demikian dipimpin oleh Hulagu Khan, seorang raja yang beragama Syamanism. Hulagu meninggal tahun 1265 M dan diganti oleh anaknya, Abaga ( 1265-1282 M) yang masuk Kristen, berkat bujukan ibunya Dokuz Khatun. Dalam istanya banyak pendeta Kristen tinggal, diantaranya sebagai penasehat politik. Pada tahun 1274, Abagha mengirim utusan khusus menghadiri Konsili Lyon. Dia sering berkirim-kiriman surat dengan Raja Louis (1266-1270) dari Prancis dan raja Charles I (1268-1285 ) dari Sicilia. Baru rajanya yang ketiga, Ahmad Teguder ( 1282-1284M), yang masuk Islam. Karena masuk Islam, Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar- pembesar kerajaan yang lain. Akhimya, ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja (1284-1291 M). Raja dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir. Pengganti Arghun, yaitu Baidu Khan (1293-1295) berbuat serupa. Namun justru pada masa pemerintahan Baidu inilah terjadi peristiwa paling bersejarah. Putranya yang menggantikan dia, Ghazan Khan (1295-1302), walaupun sejak kecil dididik sebagai penganut Budhis yang fanatik, ketika naik tahta menyatakan memeluk Islam. Peristiwa tersebut merupakan kemenangan besar Islam. Ghazan lahir pada tanggal 4 Desember 1271 M. Usianya ketika naik tahta belum genap berusia 24 tahun. Pada umur 10 tahun dia diangkat menjadi gubernur Khurasan. Pendamping dan penasehatnya ialah Amir Nawruz, putra Arghhun Agha yang telah memerintah selama 39 tahun di beberapa provinsi Persia di bawah pengawasan langsung Jengis Khan dan penggantinya. Amir Nawruz merupakan pembesar Mongol awal yang memeluk agama Islam secara diam-diam. Atas usaha dialah Ghazan Khan memeluk agama Islam. Ajakan memeluk Islam itu berawal ketika Ghazan sedang berjuang merebut tahta kerajaan dari saingan utamanya, Baidu. Amir Nawruz berkata, “Tuanku ! Berjanjilah, apabila kelak Allah menganugerahkan kemenangan kepada Tuan, sebagai ucapan syukur Anda mesti memeluk agama Islam !” Atas petunjuk dan nasihat Amir Nawruz itulah Ghazan Khan berhasil mengalahkan Baidu dan naik tahta pada tanggal 19 Juni 1295 (4 Sya’ban 644 H). Janjinya untuk memeluk Islam dipenuhi hari itu juga. Bersama 10.000 orang Mongol lain, termasuk sejumlah pembesar dan jenderal dia mengucapkan dua kalimah syahadat di hadapan Syekh Sadruddin Ibrahim, putra tabib terkemuka al-Hamawi. Setelah empat bulan memerintah, Sultan Ghazan memerintahkan tentaranya menghancurkan kuil Budha, gereja dan sinagor di seluruh kota Tabriz. D atasnya kemudian dibangun kembali masjid dan madrasah, sebab di tempat yang sama itulah dahulu Hulagu menghancurkan puluhan madrasah dan masjid yang megah. Dengan berbuat demikian dia telah menebus dosa leluhurnya kepada kaum muslimin. Menurut Edward G. Browne (Literary History of Persia), Vol. II, 1956), dalam sejarah Persia Sultan Ghazan merupakan raja Mongol pertama yang mencetak uang dinar dengan inskripsi Islam. Syariat Islam kemudian kembali ditegakkan dan undang-undang kerajaan diganti dengan undang-undang baru yang bernafas Islam. Pada bulan November 1297 amir-amir Mongol mulai memakai jubah dan surban ala Persia, dan membuang pakaian adat nenek moyangnya. Walaupun perubahan itu menyebabkan banyak orang Mongol yang masih beragama Budha tidak puas, dan terus menerus menyebarkan intrikintrik dan meletuskan sejumlah pemberontakan, namun pemerintahan Ghazan relatif aman dan mantap. Reformasi lain yang dia lakukan ialah pengurangan pajak dan penyusutan jumlah pelacuran dan lokasinya diseluruh negeri. Sultan Ghazan wafat pada tanggal 17 Mei 1304 dalam usia 32 tahun disebabkan konspirasi politik yang bertujuan mengangkat Alafrank, putra saudara sepupunya Gaykhatu, sebagai raja Mongol beragama Budha. Kematiannya ditangisi di seluruh Persia. Dia bukan hanya seorang negarawan muda yang bijak dan taat beribadah, tetapi juga pel indung i lmu dan sastra. Dia menyukai seni, khususnya arsitektur, karejinan dan ilmu alam. Dia mempelajari astronomi, kimia, mineralogy, metalurgi, dan botani. Dia menguasai bahasa Persia, Arab, Cina Mandarin, Tibet, Hindi dan Latin. Penggantinya, Uljaytu Khudabanda (1304-1316), meneruskan kebijakannya. Tetapi raja Mongol yang paling saleh ialah Abu Sa’id (1317-1334 M), pengganti Uljaytu. Di bawah pemerintahan Abu Sa’id ini lah orang Mongol Persia menjadi pembela gigih Islam serta pelindung utama kebudayaan Islam. Namun, pada masa pemerintahan Abu Sa'id ( 1317-1334 M), pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa'id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.[29] C. Hasil Peradaban Mongol Masa Islam 1. Masa Dinasti Chaghtai Di balik sejarah gelap terdapat titik terang bagi kemajuan bangsa, setidaknya bangsa-bangsa pada waktu itu. Pada masa Timuriah, terutama masa Timur, peradaban maju pesat. Pada masa ini tercatat undang-undang dan kebijakan-kebijakan Timur di antaranya : a. Pemberian tunjangan tetap bulanan kepada para vikhari (pengemis) agar mereka tidak mengemis lagi. b. Penegakkan hukum yang tidak pandang bulu c. Pembangunan Masjid, rumah sakit, sarai khana (tempat istirahat para pelancong) dan sekolah d. Fasilitas-fasilitas untuk para petani dan fasilitas-fasilitas untuk para pedagang. e. Pada masa Shakhrukh, Ilmu pengetahuan dan seni maju pesat, ia mendirikan sebuah Observatarium di Samarkhand. [30] The Gur-i Amir, or Timur's Mausoleum, in Samarkand, built in 1404 Courtesy of AL-AFFA Tour[31] 2. Masa Dinasti Golden Horde Pada Dinasti ini terutama pada masa Barka Khan, telah dibangun rumah-rumah ibadah dan perguruan-perguruan tinggi Islam pada kota-kota belahan utara.[32] Barka Khan mengganti UUD Mongol diganti dengan syari’at Islam. Selanjutnya semasa Uzbeg Khan, administrasi kenegaraan diterapkan sesuai dengan syari’ah Islam. Kesenian dan sastra berkembang pesat pada masanya. Masjid-masjid dan sekolah-sekolah di bangun dengan gaya arsitektur yang indah. Menurut Ibnu Bathutah : pada periodenya Golden Horde menjadi Negara Islam yang paling sempurna. 3. Masa Dinasti Ilkhan Di bawah pemerintahan Mahmud Ghazan dan atas kecakapan menterinya bernama Rashid al Din at Tabib, terjadi kemajuan pesat di bidang pertanian dan pembaharuan kebijakan keuangan, pembentukan petugas pencatat pajak, dan semangat dalam perencanaan program pembangunan fisik, termasuk di antaranya adalah pembangunan pusat-pusat perdagangan, jembatan dan seluruh kota. Selain yang disebutkan di atas pada periode ini, Umat Islam melahirkan ilmuwan internasional di antaranya : a. Ibnu Taimiyah. b. Nasir ad Din Tusi, (w. 1274 M), ahli astronomi, ahli geometri, ahli matematika. Ia mendirikan sebuah observatorium di Maragha, sebuah tempat yang terletak di Asia Kecil.[33] c. Al Juwaini, dengan karyanya : History of the World Conquerors, memaparkan kisah Jenghis Khan dan penaklukan Iran. d. Rasyid al Din Fazlullah, seorang ilmuwan fisika dan seorang menteri, menulis karya Compendium of histories (جوامع التواريخ), yang mengintegrasikan sejarah Bangsa Cina, India, bangsa Eropa, Muslim, dan sejarah Mongol ke dalam sebuah perspektif kosmopolitan mengenai nasib umat manusia.[34] D. Belajar dari Sejarah Allah SWT. Berfirman : Artinya, ”Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.[35] Rasulullah bersabda : ”Hampir saja, bangsa-bangsa berbondong-bondong mengerubuti kamu, sebagaimana hidangan mengundang selera pemangsanya. Kami (para Sahabat) bertanya, ”Apakah waktu itu kami minoritas, Ya Rasulullah?. Tidak, bahkan pada waktu itu kamu mayoritas, tetapi keadaan kamu hanyalah laksana buih. Rasa gentar tercerabut dalam hati musuh-musuhmu dan (sesuatu) telah menjadikan dalam hatimu ”Al Wahn”. Kami bertanya, ”Apa ”Wahn” itu? Rasul menjawab : Mencintai kehidupan / harta (dunia) dan takut mati.[36] Sejarah mencatat bagaimana sabda Rasulullah tersebut terbukti pada mayoritas umat Islam pada masa menjelang penyerangan mongol. Dr. Muhammad Sayyid Al Wakil[37] setelah dengan panjang lebar menerangkan kisah penyerangan bangsa Tartar terhadap dunia Islam, beliau memberikan komentar dan analisa sebab-sebab kekalahan telak umat Islam, di antaranya : 1. Perpecahan dan konflik internal kaum muslimin melicinkan jalan bagi pasukan Tartar untuk menginvasi negeri-negeri Islam tanpa rintangan yang berarti. 2. Perpecahan menyebabkan hilangnya nyali dari kaum muslimin dan sebaliknya membuat nyali orang-orang Tartar semakin kuat. 3. Panatik madzhab dan adu domba dari orang munafik, Ibnu Al Qami, saorang Syi’ah Rafidhah. Catatan yang cukup menarik tentang kekalahan tentara kaum Muslimin Baghdad itu terdapat dalam buku Tarikh al-Islam (hlm. 206- karangan sejarawan terkenal abad ke-13M Muhyiddin al-Khayyat: “Sejak bertahun-tahun lamanya telah timbul pertentangan tajam antara pengikut Sunni dan Syi ’ah, juga antara pengikut mazhab Syafi ’i dan Hanafi. Pertumpahan darah telah sering pula terjadi dalam pertikaian yang timbul diantara golongan-golongan yang saling bertentangan itu. Pada saat itu khalifah yang berkuasa ialah al-Mu’tasim, sedangkan wazirnya Muayyad al-Din al-Qami, seorang tokoh Syi’ah terkemuka.”[38] Penyebab lainnya yang tidak kalah penting untuk dijadikan pelajaran ialah Umat Islam ketika itu terlena dengan harta benda (hubbd dunya) dan lemahnya ruhul jihad mereka karena takut mati (karahiyatul maut). Ibnu Katsir dalam kitabnya Al Bidayah wan Nihayah menyebutkan bagaimana sepak terjang Ibnu Taimiyah terus-terusan berdakwah untuk memotivasi mereka untuk berjihad yang pada waktu itu mereka hobi minum-minuman keras,[39] kuatnya pengaruh faham sufi dan taqlid.[40] DAFTAR PUSTAKA Abdul Karim, M. Islam di Asia Tengah; Sejarah Dinasti Mongol Islam, Bagaskara, Jogyakarta, 2006 ----------------------. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Pustaka Book Publisher, Yogyakarta, 2007 Al Qur’an dan Terjemahnya, Depag Cd Al Maktabah Syamilah Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, PT. Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 2005. Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999 http://www.sambuh.com/ http://http://www.wikipedia.com// Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Umat Islam (Terjmh), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999. Musyrifah Sunanto, Prof, Dr. Hj. Sejarah Islam Klasik; Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Prenada Media, Jakarta, 2003 Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, UI-Press, Jakarta, 1984 Rasyidi, Badri., Sejarah Peradaban Islam, CV. Armico, Bandung, 1987 Sayyid Al Wakil, Muhammad, Dr. Lahmatun min Tarikhid Da’wah :Wajah Dunia Islam, terj. Fadhly Bahkri LC, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1998. USU digital library 8 Yatim, Badri, Dr., Sejarah Peradaban Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2002. [1] M. Abdul Karim, Islam di Asia Tengah (Yogyakarta: Bagaskara, 2006), hlm. 1. [2] Hj. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm 193. [3] http://www.wikipedia.com/Jengis [4] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam (PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999), hlm 272. [5] http://www.wikipedia.com/, lihat pula Ahmad Syalabi dalam Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2002), hlm. 99 [6] Ibid, hlm 112. [7] Bahrum Saleh, Drs. M.Ag, JENGISKAN DAN HANCURNYA SEBUAH PERADABAN (Makalah : Sebuah Analisis Sejarah) [8] Menurut Ira M. Mapidus dalam bukunya A. History of Islamic Societies (tejmh) hlm 639, Sejarah Masyarakat Islam di Asia Tengah sejak periode Mongol sampai periode kontemporer ini pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga wilayah yaitu : Pertama, Wilayah padang rumput bagian barat dan utara, yakni wilayah Golden Horde> dan penggantinya Kazakh; Kedua, Turkestan (nama modern bagi Tsansoxania dan beberapa wilayah disekitarnya) yang merupakan pusat bagi dinasti Timuriah dan pemerintahan Uzbek pada masa sesudahnya. Ketiga, wilayah sebelah barat Turkestan, yakni daerah perkotaan kabilah di sekitar oases, yang menjadi propinsi Cina Sinkiang pada akhir abad sembilanbelas. [9] WWW. WIKI. PEDIA.COM [10] Ibid. [11] Bosworth, The Islamic, hlm 169 dalam Karim, Ibid, hlm 49. [12] Ibid, hlm 50. [13] Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa Orghana telah memeluk Islam, lihat Karim, Ibid hlm 50. [14] Ia merupakan Muslim pertama dan orang Mongol pertama yang memakai nama Islam yang memerintah pada dinasti ini. [15] Setelah masuk Islam memakai nama Alauddin. [16] www.itihaas.com/medieval/ [17] www.wikipedia.com [18] Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hal. 289. [19] Karim, Islam di Asia Tengah …, hal. 57 [20] Hamka, dalam Badri Yatim, Ibid, hlm. 123. [21] Batu adalah anak dari Jochi bin Jenghis khan. [22] Disebut Golden Horde menurut Spuler asal dari kata Sira Wardu, sedang Lane poole Sir Wardah yang artinya ’kemah emas’. Selain itu warna kulit mereka juga warna emas. (lihat M. Karim, Islam di Asia Tengah …., hlm 61. [23] Lapidus, Ibid, hlm. 642. [24] Ibid, hlm 643. [25] Menurut Ibnu katsir dalam kitabnya Al Bidayah wan Nihayah, jilid XIII hlm 249, ia adalah putra Tuli bin Jengis Khan. [26] Ibid. [27] Boleh jadi yang dimaksud Mankutmar oleh Ibnu katsir adalah Mongke Timur (1267-1280). [28] lihat Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam (Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta 2005), hlm 44. lihat pula Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya (UI Press, Jakarta 1984), hlm 80. [29] Disarikan dari buku Islam di Asia Tengah, susunan Dr. M. Abdul Karim, M.A., M.A dan buku Sejarah Kebudyaan Islam susunan Dr. Badri Yatim. [30] Karim, Ibid), hlm. 101-104. [31] http://www.sambuh.com/ [32] Musyrifah Sunanto, Ibid, hlm 198. [33] Ibid, hlm 207. [34] Lapidus, Ibid, hlm 430. [35] Al Qur’an Surat Al Anfal: 46. [36] H.R. Abu Dawud dan Ahmad [37] Sayyid Al Wakil, Lahmatun min Tarikhid Da’wah (Wajah Dunia Islam, terj. Fadhly Bahkri LC), hlm 293. [38] USU digital library 8 [39] Ibid., jilid XIV, hlm 9. [40] Badri Rasyidi, Sejarah Peradaban Islam (CV. Armico, Bandung, 1987), hlm. 91. Source: http://aa-den.blogspot.com
Ditulis oleh PC PERSIS PAMEUNGPEUK - Kamis, Oktober 15, 2009. Kajian Islam, Sejarah Islam - A. Pendahuluan Setiap bangsa pastilah memiliki sejarah masa lalunya, beserta hasil beradaban pada masa itu. Sebagaimana dengan peradaban-peradaban di dunia, Bangsa Mongol pun memiliki kekayaan sejarah dan kebudayaan yang tidak ternilai sumbangannya terhadap peradaban dunia, pada umumnya dan Islam pada khususnya. Dalam khazanah pengetahuan sejarah, Bangsa Mongol mulai muncul pada akhir abad XII dan awal abad XIII. Menurut Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Masa Mongol dalam sejarah kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M sampai masuknya tentara Usmani ke Mesir kemudian menguasai Afrika Utara, Jazirah Arab, Siria pada tahun 1517 M di bawah pimpinan sultan Salim. Sejarah Kekaisaran Bangsa Mongol tidak terlepas dari peran dan pengaruh Jengis Khan. Oleh sebab itu Michael J. Hart menempatkannya pada urutan ke-21 dari 100 tokoh terkemuka. Ghengis Khan, juga dieja Genghis Khan, Jinghis Khan, Chinghiz Khan, Chinggis Khan, Changaiz Khan, dll, nama asalnya Temüjin, juga dieja Temuchin atau TiemuZhen, (sek. 1162 - 18 Agustus 1227) adalah khan Mongol dan ketua militer yang menyatukan bangsa Mongolia dan kemudian mendirikan Kekaisaran Mongolia dengan menaklukkan sebagian besar wilayah di Asia, termasuk utara Tiongkok (Dinasti Jin), Xia Barat, Asia Tengah, Persia, dan Mongolia. Dan selanjutnya keturunannya meluaskan penguasaan Mongolia menjadi kekaisaran terluas dalam sejarah manusia. Dia merupakan kakek Kubilai Khan, pemerintah Tiongkok bagi Dinasti Yuan di China. Begitu luas kekuasaan Bangsa Mongol, yang kurang lebih tiga abad menguasai sebagian besar daratan Asia dan Eropa sebelum dan sesudah bersentuhan dengan Islam. Oleh sebab itu, penulis akan membatasi dalam makalah ini yaitu mengkaji fakta-fakta yang terjadi di tengah-tengah dinasti-dinasti Islam keturunan Chengis; Chaghtai, Golden Horde>, dan Ilkhan. 1. Asal Usul Bangsa Mongol Ada beberapa versi mengenai asal usul bangsa Mongol, dalam buku Ensiklopedi Islam disebutkan Mongol adalah sebuah bangsa yang berasal dari pedalaman Siberian yang datang dari arah utara menuju ke wilayah Mongolia. Mereka menamakan dirinya sendiri sebagai “putra srigala berbulu hijau” dan sebagai “rusa tak bertanduk”, dan kehidupan mereka ibarat kehidupan binatang[4]. Dalam versi lain dikatakan Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putera kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putera itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar.[5] Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara sesama mereka maupun dengan hangsa Turki dan China yang menjadi tetangga mereka. Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama Syamaniah (Syamanism), menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.[6] 2. Kehancuran Baghdad; kemunculan Mongol Ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih memenuhi jalan-jalan, parit-parit dan lapangan-lapangan. Di sekitarnya bangunan-bangunan megah dan indah banyak yang tinggal puing-puing dan rerontokan. Asap masih mengepul dari bangunan-bangunan yang dibakar. Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk memenggal kepala ribuan manusia dan kemudian memisahkan kepala yang terpisah dari tubuhnya itu menurut kelompok: kepala wanita, anak-anak, orang tua, dipisahkan satu dari yang lain. Sungai Dajlah atau Tigris berubah menjadi hitam disebabkan tinta ribuan manuskrip yang dilempar ke dalamnya. Perpustakaan, rumah sakit, mesjid, madrasah, tempat pemandian dan rumah para bangsawan, toko dan rumah makan –semuanya dihancurkan. Demikianlah, kota yang selama beberapa abad menjadi pusat terbesar peradaban Islam itupun musnah dalam sekejap mata. Setelah puas, pasukan penakluk itupun bersiap-siap pergi tanpa penyesalan sedikitpun. Mereka kini hanya sibuk mengumpulkan barang-barang jarahan yang berharga: timbunan perhiasan yang tak ternilai harganya, berkilo-kilo batangan emas dan uang dinar, batu permata, intan berlian – semua dimasukkan ke dalam ratusan karung dan kemudian diangkut dalam iringan gerobak dan kereta yang sangat panjang. Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan tersebut. Di antara catatan sejarah mengenai kebiadaban orang-orang Mongol ialah catatan sejarawan terkemuka Ibnu ‘Athir (w. 1231 M) dan ahli Geografi Yaqut al-Hamawi (w.1229 ). Menurut mereka, tokoh-tokoh muslim terkemuka, amir, panglima perang, tabib, ulama, budayawan, ilmuan, cendekiawan, ahli ekonomi dan politik, serta saudagar kaya – tewas dalam keadaan mengenaskan. Kepala mereka dipenggal, dipisahkan dari badan, karena khawatir ada yang masih hidup dan berpura-pura mati.[7] 3. Latar Belakang Penyerbuan ke Wilayah Muslim Pada tahun 1255, Hulagu dikirim oleh saudaranya Mongke, The Great Khan (1251-1258) untuk menaklukan wilayah yang dikuasai kaum muslimin di Timur Tengah, dan memerintahkan kepadanya agar tidak menghancurkan setiap daerah yang menyerah tetapi sebaliknya membumihanguskan setiap daerah yang memberikan perlawanan. Hulagu merencanakan akan menaklukkan wilayah muslim Lurs (di daerah Iran), kemudian menumpas sekte Hashashin, menaklukkan kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad, menaklukkan kekhalifahan Ayyubi di Syria dan terakhir menundukkan kekhalifahan Mameluk di Mesir. Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi mengapa Hulagu sangat bernafsu menaklukkan wilayah muslim dan kejam setiap kali dia berhasil menguasainya, yaitu : Ibu Hulagu, istri dan sahabat dekatnya, Kitbuqa termasuk kristen fanatik yang memendam kebencian mendalam terhadap orang Islam. Juga para penasehatnya banyak yang berasal dari Persia yang memang berharap dapat membalas dendam atas kekalahan mereka satu abad sebelumnya ketika persia ditaklukan oleh pasukan muslim pada masa Khalifah Umar bin Khattab. B. Kekaisaran Mongol Pasca Jengis khan dan Pengaruhnya dalam Perkembangan Islam Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah, Jengis khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagathai, Ogotai, dan Tuli. Dari keempat orang itu, muncul dinasti-dinasti yang secara langsung berpengaruh dalam memberikan warna dalam perkembangan Islam di semenjung Mongolia. Diantara dinasti-dinasti tersebut ialah Dinasti Chaghatai, Dinasti Golden Horde>, dan Dinasti Ilkhan.[8] 1. DINASTI CHAGHTAI (1227-1369 M). Dinasti Chaghatai terdiri dari wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Chaghatai Khan (ejaan alternative : Chagata, Chagta, Djagatai, Jagatai).[9]Chaghatai (w. 1242) merupakan anak ke-2 dari Jengis Khan yang diberi wilayah kekaisan Mongol yang membentang dari sungai Illi (sekarang bagian timur Kazakhstan) dan Kashgaria (sebelah barat Tarim Basin) sampai Transoxiana (Uzbekisthan dan Turkmenistan). Setelah ayahnya meninggal, ia mewarisi lebih dari apa yang sekarang disebut lima Negara Asia Tengah dan Iran Utara.[10] Chaghtai sangat taat kepada UUD Mongol dan membenci dengan aturan Islam dan membenci Umat Islam. Tetapi walau pun demikian, dalam pemerintahannya ia mempunyai seorang menteri muslim yang bernama Qutub al Din Habs, yang dikemudian hari mempunyai peranan dalam perkembangan Islam di wilayah ini. Menurut Bosworth, daerah kekuasaan dinasti Chagatai membentang ke timur dari Transoxania sampai Turkistan Timur atau Turkistan China.Cabang barat keturunan Chagatai di Transoxania segera masuk dalam lingkungan pengaruh Islam, namun ditumbangkan oleh Timur, Cabang timur di Semirechye dan Illi serta T’ien Syan di Tarim, lebih tahan terhadap Islam. Namun, keturunan Chagatai di Timur pada akhirnya membantu menyebarkan Islam di Turkistan China, dan mereka bertahan sampai abad XVII M.[11] Atas nama Chagtai, dinasti yang berkembang dan dikendalikan oleh keturunannya, disebut Dinasti Chaghtai yang hampir 150 tahun (1227-1369 M) berkuasa di Tsansoxiana sebagai basis daerah politik mereka. Dinasti-dinasti Chagtai setelah meninggalnya Chaghtai secara turun temurun menurut M. Abdul Karim[12] adalah sebagai berikut : a. Kara Hulegu (1241-1248). b. Ishu Mongguki (1248-1251). c. Kara Hulegu (1251). d. Orghana (Janda Kara) (1251-1266).[13] e. Mubarak Syah (1266).[14] f. Buraq Khan (1266-1271). g. Nik Pay (1271). h. Buka Timur (1282). i. Dua Khan (1307) j. Ishen Bukay (1309-1318). k. Khan kabag (1318-1326). l. Therma Shirrin (1326-1334).[15] m. Sebanyak 17 orang Chaghatai berkuasa (1334-1369). n. Tura (1364), boneka Timur Leng. o. Timur Leng Yang menarik dari dinasti di atas, adalah dinasti Timur. Karena ibunya berdarah Chaghtai dan ia juga sebagai penyambung dinasti tersebut di samping bapaknya adalah darah keturunan Turki. Karena Timur dipandang yang mempertahankan, memajukan, dan menerapkan syariat Islam di kalangan Chaghtai Islam, maka berikut secara khusus dijelaskan tentangnya secara singkat : Tamerlane (1336 – 14 Februari 1405) (Bahasa Turki Chagatai: تیمور Tēmōr, "besi"), juga dikenal sebagai Temur, Timur Lenk, Taimur, atau Timuri Leng, yang artinya Timur si Pincang, karena kaki kirinya yang pincang sejak lahir adalah seorang penakluk dan penguasa keturunan Turki-Mongol dari wilayah Asia Tengah, yang terkenal pada abad ke-14, terutama di Rusia selatan dan Persia Timur[16] Monumen Timur Lenk di Samarkand, Uzbekistan Kehidupan awal Timur dilahirkan di Kesh (kini bernama Shahr-i-Sabz, 'kota hijau'), yang terletak sekitar 50 mil di sebelah selatan kota Samarkand di Uzbekistan. Ayahnya bernama Turghai yang merupakan ketua kaum Barlas. Ia adalah cicit dari Karachar Nevian (menteri dari Chagatai Khan, yaitu anak Jenghis Khan sekaligus komandan pasukan tempurnya), dan Karachar terkenal di antara kaumnya sebagai yang pertama memeluk agama Islam. Turghai mungkin saja mewarisi pangkat yang tinggi di ketentaraan; tetapi seperti ayahnya Burkul, ia menggemari kehidupan beragama dan belajar. Di bawah bimbingan yang baik, Timur ketika berusia dua puluh tahun bukan saja mahir dalam kegiatan-kegiatan luar ruangan, tetapi juga mempunyai reputasi sebagai pembaca Al-Qur’an yang tekun.[17] Serangan-Serangan Timur Lenk Timur Lenk merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dimana sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil menaklukkan Tughluk Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagati dan Turunan Jengis Khan. Timur Lenk adalah seorang yang sangat ambisius, merasa dirinya sangat kuat dan ingin menguasai seluruh dunia seperti Chengis Khan dan Alexander Agung. Ia pernah berkata, ”Penguasa Tunggal di angkasa adalah Allah dan bumi pun hanya ada seorang penguasa tunggal, dan dia adalah saya, Timur Lenk”.[18] Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang. Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengangkat dan mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan Ketika Qazaghan meninggal dunia, datang serbuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan, yang menjarah dan menduduki Transoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughluq Temur setelah melihat keberanian dan kehebatan Timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan tetapi, setahun setelah Timur Lenk diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M, Tughluq Temur mengangkat puteranya, Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirya. Tentu saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur. Timur Lenk berhasil mengalahkan Tughluq Temur dan Ilyas Khoja. Keduanya dibinasakan dalam pertempuran. Ambisi Timur Lenk untuk menjadi raja besar segera muncul. Karena ambisi itulah ia kemudian berbalik memaklumkan perang melawan Amir Husain, walaupun iparnya sendiri. Dalam pertempuran antara keduanya, ia berhasil mengalahkan dan membunuh Amir Husain di Balkh. Setelah itu, ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagatai dan turunan Jengis Khan, pada 10 April 1370 M. Sepuluh tahun pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dengan sembilan ekspedisi. Setelah Jata dan Khawarizm dapat ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah Timur Lenk mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar, dan berusaha menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Pada tahun 1381 M ia menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan. Setelah itu serbuan ditujukan ke arah Herat. Di sini ia juga keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri di Afghanistan, Persia, Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afghanistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Ispaha, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara.[19] Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria dan Anatolia (Turki). Tahun 1393 Mia menghancurkan dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula Baghdad dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Baghdad itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir, Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk. Mesir, sebagaimana pada masa serangan-serangan Hulagu Khan, kembali selamat dari serang bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota, Takrit, Mardin dan Amid. Di Takrit, kota kelahiran Salahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya. Pada tahun 1395 M ia menyerbu daerah Qipchak, kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih dari setahun. Tiga tahun kemudian ia menyerang India. Konon alasan penyerbuannya adalah karena ia menganggap penguasa muslim di daerah ini terlalu toleran terhadap penganut Hindu. Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa muslim itu memaksakan Islam kepada penduduknya. Di India ia membantai lebih dari 80.000 tawanan. Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia membutuhkan batu-batu besar. Untuk itu, 90 ekor gajah dipekerjakan mengangkat batu-batu besar itu dari Delhi ke Samarkand. Setelah fondasi masjid dibangun, tahun 1399 M Timur Lenk berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu sebelumnya, dan memerangi Kerajaan Usmani di bawah Sultan Bayazid I. Dalam perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah. Pada tahun 1401 M ia memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan. Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid yang berasal dari zaman Nuruddin Zanggi dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Horns dan Ba'labak berturut-turut jatuh ketangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke tangan pasukan Timur lenk pada tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Dari Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli dibawanya ke Samarkand. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke Baghdad. Ketika Baghdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan. Kerajaan Usmani, oleh Timur Lenk dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sultan Bayazid, penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Usmani kembali menderita kekalahan, sementara Sultan Bayazid sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Bayazid akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lenk melanjutkan serangannya ke Broessa, ibu kota lama Turki, dan Syria. Setelah itu ia kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1406 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran. Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai seorang muslim Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam. Bahkan dikatakan, ia seorang yang saleh. Konon, ia adalah penganut Syi'ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama, sastrawan dan seniman. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun yang diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam. Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abdal-Latif (1449- 1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa'id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Kdyunlu.[20]
|