Genre : Misteri dan Romantis

Tokoh :Yume

        Hikari

            Ai

           Himitsu

            Kringgg,,,,,,,Jam 5 pagi jam beker bernyanyi bersaing dengan sang Ayam. Embun pagi masih setia menyelimuti sang daun.Udara dingin menyapa kulit.Membuat sang tangan mendekap erat selimut agar udara tidak bisa masuk ke celah-celah terkecil. Kriiiiing,,,bunyi jam weker terus berbunyi memnati sang empunya terbangun. Sang gadis pun tersadar subuh sudah tiba waktunya ia bangun dari hibernasinya. Ia sholat subuh dengan di sambung membaca tafsir Al-Qur`an beberapa ayat. Ia lekas mandi membereskan tempat tidur,dan bersiap-siap memakai baju serta membawa peralatan kerjanya Laptop,novel yang baru ia baca,Hp,uang buat makan siang. Pukul 06.00 ia sudah siap di dapur.Meramu experimen baru. Dan berharap semoga saja hasilnya memuaskan minimal untuk sang perut. Ia terus mengutuki dirinya seharusnya dari 5 tahun yang lalu ia belajar memasak,betapa malasnya engkau Yume ckkk. Dan akhirnya ia pun pergi juga mengunci rumah dan segera pergi menaiki motor setianya yang ia selalu bayangkan bahwa motornya adalah unicorn. Membawanya terbang keliling dunia,melihat betapa indahnya ciptaan Allah. Akhirnya ia pun sampai di kampus tercintanya ITB dengan Fakultas kesukaanya "Astronomi" betapa seperti mimpi. "Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?"

             Selesai belajar ia pun masih harus menjalankan kegiatan di luar kampusnya. Hanya sore hari dan malam akhirnya waktunya bebas. Seperti biasa ia melanjutkan tulisannya.Untuk menyusul buku-buku yang telah ia terbitkan tahun lalu. Dering telpon berbunyi.Dari Mizu antara ragu-ragu Yume mengangkatnya. Sebenaarnya ia malas sekali mengangkatnya. Tapi akhirnya tangannya bergerak mengangkatnya."Assalamu`alaikum Yume bisakah kita bertemu di kafetaria terdekat?"tanya Mizu langsung ke pokok pembicaraan. Dengan malas Yume menjawab"Maaf Mizu aku sibuk deadline semakin dekat sedangkan aku baru mengerjakan sepertiganya". Mizu menghela nafas "Hei ayolah bukanya biasanya kau merampungkannya dengan cepat kenapa sekarang lama sekali ada apa ini?Apa kau begitu sibuk sekali?".

"Yeah begitulah Mizu Aktivitas di luar kampus begitu menguras energiku tapi aku senang. Setidaknya semuanya berjalan lancar."Jawab parau seseorang di sebrang.

"Oh tidak suaramu parau sekali sepertinya kau sakit.Aku akan datang ke rumahmu.Untuk melihat keadaanmu.Pastikan kau baik-baik saja."Jawab Mizu Khawatir

"Egh,,,tidak Mizu aku tidak apa-apa kau tidak perlu repot-repot menjengukku."Sergah Yume

"Hoho tidak Yume aku akan tetap datang ke rumahmu. Aku akan memastikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa kau tidak apa-apa"Sela Mizu tidak mau kalau.

"Oh tidak Mizu,,,Mizu,,,dengarkan aku,,,,tut,,tut,,tut" telpon terputus.

            Hem,,,bagus akhirnya ia datang kesini.Yume yang sudah membuang masa lalunya. Kini masa lalunya hadir kembali menyedihkan. Untuk apa ia datang jauh-jauh keluar kota. Hanya untuk ketemuku.Oh manisnya sahabatku ini.Dan sekarang apa yang harus ku lakukan.Duduk manis di sini menunggunya dengan setia. Menyediakan kue manis untuknya?Oh tidak.Atau mungkin aku pergi saja. Hem,,,ide yang bagus. Tapi alasan apa yang aku berikan jika ia meneleponku dan mendapati aku sudah tidak ada di rumahku. Kasihan dia pergi jauh-jauh keluar kota untuk bertemu denganku. Hem,,,dan akhirnya Hati Nuraniku menang.Selamat.

***

               Aku menangis di tengah kolam. Dan tiba-tiba ada seorang laki-laki memberikan aku sebuah pisang berharap aku lupa pada rasa sedihku karna pemberiannya.

              "Ting Tong.Assalamu`alaikum.Yumeee,,,"Mizu berteriak dengan suara Altonya.Aku terkesiap dan bangun.Menyedihkan ternyata yang tadi mimpi. Aku membuka pintu dan mendapati "Hima?"ternyata Mizu datang bersama Hima seharusnya aku tahu itu. Dia selalu datang bersama Hima dari dulu,ia tak pernah sendiri.Aku tersenyum memaksakan diri entah Senyumku terlihat getir atau tidak.Aku menyuruh mereka masuk."Surprise"mereka berteriak dan menghentak-hentakan kaki."Hai Yume kau tidak lupa dengan hari ulang tahunmu kan?27 February tepat hari Minggu sesuai hari lahirmu.Oh ia Natsu tidak bisa datang karna ia ada tugas dari pekerjaannya.Sebagai gantinya ia memberimu ini.Oh ia bagaimana Thesismu?Ku dengar dari ibu mu sembentar lagi kau sidang?"Hima bertanya panjang lebar.Ada kemajuan biasanya ia hanya tersenyum manis.

               Aku mengangguk pelan menanggapi perkataannya yang panjang dan lebar.Natsu dan mereka berdua menghadiahi aku sebuah buku.Buku diary mereka bertiga.Apa maksudnya ini. Kalau mereka berharap dengan kejutan mereka aku bisa berhenti marah.Mereka salah. 

              Mizu seperti mengerti apa yang aku pikirkan.Lalu ia menjelaskan"Itu buku diary kami bertiga. Kami berharap kau bisa menerbitkannya"

              Haha apa ini mereka berdua datang hanya untuk memintaku menerbitkannya?Apa mereka sudah gila?2 jam berlalu bagiku rasanya begitu lama.Oh bagaimana nasib novelku yang belum rampung itu.Hiks,,,

Aku menggeletakkan diary mereka begitu saja tidak berniat untuk membacanya.Jam 12 malam akhirnya aku bisa menyelesaikan 1/5 nya oh akhirnya. Aku segera sholat Isya.Tadi tidak sempet setelah sholat Isya aku melihat diary itu. Tadinya aku ingin memalingkan wajahku saja tapi karna kecintaanku pada buku begitu besar akhirnya aku membacanya dan melahap ketiga buku tersebut. Di bagian pertengahan tepat di adegan itu tepat sebelum aku marah kepada mereka. Aku membacanya lagi aku menangis air mata ini meleleh bagaikan lelehan magma dari gunung meletus. Mereka menuliskan bahwa yang mereka lakukan tidak sengaja mereka tidak berniat jahat. Dan mereka melakukan itu dengan amat terpaksa. Ketiga gadis itu. Apakah mereka bersengkongkol untuk mengkhianati aku?Dari cerita mereka. Mereka mengatakan. Seharusnya aku harus lebih agresif terhadap Yama. Karna aku biasa-biasa saja. Dan akhirnya keduluan Yama untuk menjadikan Mizu pacarnya.Mereka menulis jika aku menembak Yama terlebih dahulu.Kemungkinan terbesar Yama akan menerimaku.Huaf,,,bener-bener memusingkan.Hiks,,,waktu tidurku terpotong,sudah mau subuh. Walaupun begitu aku sempatkan untuk tidur sebentar. Mengistirahatkan organ tubuh terlebih Otakku.Yang sibuk bekerja seharian bahkan disaat tertidur. Ia masih mereka ulang kejadian-kejadian yang lalu.

              Subuh telah tiba. Walaupun aku tidur sebentar setidaknya aku sudah merasa rileks.Seusai sholat Shubuh aku mandi. Air yang begitu dingin memanjakan kulitku. Rasanya air itu seperti ingin masuk ke dalam tubuhku lewat pori-pori kulit tapi itu tidak mungkin. Aku kembali merasakan dinginnya air.Ia menyergap kulitku memintaku untuk berlama-lama bersamanya.Ia membasahi mataku.Memasuki sela-selanya membuatku begitu segar. Dan tidak mengantuk lagi.Berendamnya sudah sekarang aku kasak kusuk di dapu aku bertekad nanti sore aku akan ke toko buku sebentar untuk membeli resep makanan.Tapi apa lebih baik ke google aja.Yah lebih baik ke google.Lalu uangnya aku belikan novel yang lain saja.Atau membeli novel karyaku setelah itu bukunya yang satu ku koleksi dan satunya lagi kuberikan ke sepupuku saja.Semoga dia juga.Tergiur untuk menulis.Sore telah tiba. Rapat tentang acara kemah nanti telah usai.Aku pun beranjak ke Toko Buku terdekat. Persediaan novel itu tinggal satu-satunya tersisa.Aku pun lekas mengambilnya.Tapi sayangnya detik itu juga sudah ada yang mengambil.Aku menatap wajahnya sepertinya wajah itu tak asing.Ketika aku melihatnya dengan lebih teliti ternyata dia adalah orang yang ada dalam mimpiku itu aneh entah kenapa ternyata orang itu ada dalam dunia nyata. Tapi kenapa ia bisa nyasar ke dalam mimpiku.Atau mungkin karna aku pernah melihatnya sekilas.Dan dalam mimpi secara tidak sengaja otakku menghadirkan dia. Tapi kenapa dia.Orang yang tidak aku kenal.Dan kenapa ada buah pisang segala?Atau mungkin karna ketika aku masih kecil aku suka pisang.Ia menatapku.Sepertinya tatapannya menembus ke dalam mataku dan berujung ke otakku.Jangan-jangan ia bisa mengetahui apa yang kupikirkan.Wah gawat aku sedang memikirkanya.Tapi aku yakin ia juga sedang memikirkanku terlihat jelas saat ia menatapku dalam-dalam seolah-olah ingin mengetahui apa yang aku pikirkan.

            Ia menyerahkan buku itu ke tanganku.Akupun menolak dan berkata "Aku sudah tau alur ceritanya.Jadi lebih baik anda saja yang membeli buku ini.Aku pun segera berbalik.Tapi ia memaksaku untuk memegang buku itu.Dan ia berkata"Aku pun sudah membaca buku ini.Tapi bukuku sedang dipinjam seorang sahabat. Karna aku begitu rindu dengan gaya bahasa buku ini aku memutuskan untuk membelinya lagi.Tapi tampaknya kau yang lebih membutuhkan buku ini jadi biarkanlah aku membelikanyya untukmu."Ia menyeretku ke kasir.Aku berdalih"Tadi aku hanya ingin membaca sinopsisnya doang kok.Tidak berniat untuk membeli."

             Tapi ia tidak ingin mendengarkan alasanku.Ia bergegas membayar dan memberikan buku itu padaku.Aku bengong.Beberapa menit kemudian aku berlari untuk membayar uangnya.Tapi ia tetap pergi menjauh.Dan meninggalkan aku dengan tatapan kosong.Sampai sekarang buku itu kusimpan rapih.Aku pun terus mencari tahu tentang orang itu.Aku bertanya ke kakak kelas,maupun teman-teman seangkatan bila perlu aku bertanya ke adik kelas.Tapi jawabannya tetap NIHIL.

      Acara Kemah yang lebih tepatnya reonian diadakan esok hari. Aku begitu mengantuk untuk mempersiapkan seluruhnya. Jadi aku memutuskan untuk tidur. Tidurku sangat nyenyak sekali. Aku masih memimpikan dirinya. Entah siapa dirinya,kenapa dia selalu hadir dalam mimpi-mimpiku bahkan aku tidak mengenalnya. Aku baru bertemu dengannya satu kali. Dan itu juga setelah mimpiku yang pertama. Aku masih berbaring di ranjang aku menatap buku yang ada di sampingku. Buku itu mengingatkan aku dengannya. Udara dingin menyergapku. Aku terbangun untuk sholat shubuh.

Aku menyiapkan barang barang untuk kemah. Kami harus berkumpul siang hari. Masih ada waktu untuk menyelesaikan naskan. Deadlinenya sebentar lagi.Hiks menyedihkan. Kenapa aku harus buang-buang waktu untuk acara reonian. Bertemu dengan mereka lagi. Tapi jika tidak pergi hal itu akan mengisyaratkan bahwa aku kenapa-kenapa.

Aku hampir merampungkan 1/3 nya tinggal 2/3 lagi. Ayo semangat. Adzan Dzuhur berkumandang aku sholat dan bergegas pergi. Oh tidak aku akan membuang waktuku 3 hari di neraka. Kami berkumpul. Aku menampilkan senyum getirku. Tampaknya mereka sudah biasa dengan senyum getirku. Mungkin karena mereka tidak pernah melihat senyum manisku.

Kami menaiki bis aku memilih duduk di pojok. Agar bisa melihat pemandangan dan berharap semoga bisa keluar dari dunia mereka. Satu jam berlalu. Aku terlalu bosan melihat pemandangan di luar akhirnya aku bangun.

“Yume,bangun kita sudah sampai. Aku pun terbangun. Aku mengambil barang-barangku dan mendaki gunung bersama mereka. Terkadang medannya sulit sekali,begitu terjal. Terkadang ada beberapa duri,bahkan lintahpun ikut-ikutan. Akhirnya kami menemukan sungai dan danau. Kami beristirahat satu jam di situ melepas dahaga dan shalat berjama`ah. Kami melanjutkan perjalanan. Aku sudah terlalu cape berjalan. Dan berat tas ku benar-benar memberikan beban yang membuat punggungku membungkuk. Ketika tua nanti bungkukah aku? Kami terus berjalan sampai cape. Mencari jalan-jalan yang belum pernah dilalui. Semak belukar mengitari kami. Jurang mendampingi kami di pinggiran. Rumput basah mengembun. Membuat orang yang mendaki tidak hati-hati akan terpeleset. Aku hampir terpeleset. Untung sebuah tangan dengan sigapnya memegang lenganku ku kira ia adalah Mizu yang sedari tadi mereka ada di belakangku.Tapi ternyata ia adalah laki-laki itu. Laki-laki yang dengan tidak minta izin terlebih dahulu hadir dalam mimpiku. Bahkan sebelum aku mengenal dan melihat wajahnya terlebih dahulu.

Ia melepas lenganku. Tadi ia memegangku dengan erat berharap aku tidak beneran jatuh. Setelah memastikan aku tidak jatuh. Ia pun mendahuluiku,tersenyum dan mengatakan agar aku hati-hati. Teman-temannya yang lain mengikutinya dari belakang. Mereka adalah senior pembimbing. Mizu,Hima,dan Natsu berbisik-bisik di belakang ketika aku menoleh kepada mereka. Mereka tersenyum menganggap masalah telah selesai. Dan semuanya impas. Satu sama. Tapi aku tidak merasa masalah sudah usai. Aku masih marah. Pengkhianatan mereka masih membekas. Akupun mempercepat langkahku mereka memanggil-manggil diriku. Aku berusaha menyelinap dari kerumunan orang. Dan menghilang dari mereka. Aku berharap Ai ada di sini. Sepupuku sayang.

Dataran semakin tinggi. Oksigen semkin menipis. Suhu semakin rendah. Dan udara terasa dingin sekali. Aku begitu tidak kuat. Sampai-sampai aku ingin pingsan. Begitu dilema agar tidak mati kedinginan aku harus terus berjalan. Tapi aku sudah terlalu cape untuk berjalan. Aku tidak biasa mendaki gunung. Aku mengutuki diriku. Kenapa aku memisahkan diri dari mereka. Jika aku pingsan di sini. Pasti tidak ada teman yang akan menolongku. Aku terus menatap tanah. Berjalan ngos-ngosan. Aku terus membungkuk tanda tak kuat. Untung aku memegan tongkat bendera. Dari tongkat itu aku bertumpu. Seketika aku merasa hangat. Hangat yang menyenangkan membuat diri merasa semangat untuk terus mendaki. Hangat yang begitu harum seperti pelukan seseorang. Tapi tentu saja tidak ada orang aneh yang tiba-tiba memelukku kan?

Aku terus melangkah sampai akhirnya aku sampai di puncak. Aku begitu cape aku pun terduduk menunggu mereka. Ketika mereka datang aku tersenyum tanda menang. Mereka mengaku kalah. Mereka mendudukan diri mengitariku. Aku bagaikan api unggun memberi kehangatan. Mizu memegang sebuah Almameter yang ada di punggungku. “Sepertinya ini bukan dari Universitasmu?” Dia menunjukannya padaku. Akupun berkata padannya “Memang bukan” Natsu tertawa cekikikan. Mizu bertanya lagi”Lalu kenapa ada di punggungmu?” Aku menatapnya dengan expresi bingung penuh tanda tanya “Benarkah ini ada di punggungku?” Natsu menjawab ”Ya Yume. Jadi bisa kau ceritakan pada kami kronologi ceritanya?” Mereka menatapku penuh selidik dan aku menjawan “Aku tidak tahu,kenapa benda itu ada di punggungku “ Mizu menatapku heran “Kenapa tidak tahu?” Aku menjawab sekenanya “Mungkin karena aku tidak sadar” Natsu tertawa cekikikan dan mulai mengatakan apa yang ia pikirkan “Mungkin ada seseorang yang memakaikannya untukmu.” Hima bertanya-tanya”Tapi siapa dan kenapa ia tidak merasakan apa-apa?” Aku menerangkan sedikit” Mungkin karena saat aku mendaki tadi, aku terus membungkuk seperti nenek. Aku begitu kelelahan,dan kedinginan. Rasanya saat itu aku seperti ingin pingsan. Dan aku tidak tahu lagi jika aku pingsan saat itu. Kalian tidak ada di sisiku. Maafkan aku sudah pergi begitu saja. Dan saat itu saat aku seperti ingin pingsan karena sudah tidak kuat. Tiba-tiba ada sebuah kehangatan menyapaku. Membuatku lebih berenergi untuk terus berjalan menuju puncak. Mungkin benda inilah yang menjadi penyemangatku ” Mizu termenung “ Hem ok. Ini artinya kau memiliki penggemar rahasia, atau kalau tidak ada seseorang yang begitu kasian kepadamu, dan dia tidak ingin kau ambruk seketika” Mizu memberikan benda itu padaku. Aku memeluknya hangat.

Hima marah-marah kepadaku. “Kenapa tiba-tiba kau menghilang?Bagaimana jika kau hilang beneran?Harus berkata apa kami kepada ibumu” Aku tersenyum “Aku sudah tidak tinggal bersama ibuku lagi,karena kita sudah bukan anak-anak lagi” Dia bersi keras “Walaubagaimanapun juga kalau kau hilang ibumu pasti akan panik” Aku tidak mau kalah “Pada akhirnya kita berkumpul di sini kan?” Natsu menyela “Lain kali kita rantaikan tangannya biar tidak hilang” Mizu tertawa “Haha aku akan membelikan rantainya, kalian yang bawa dia ya” Aku tersenyum miris. “Kalian kira aku apa ? Buronan yang akhirnya tertangkap dan harus di amankan?” Kami pun tersenyum tertawa.

Matahari sebentar lagi terbenam. “ Kami bergotong royong membuat kemah” Untung ramai-ramai. Kalau sendiri aku tidak becus ini. Setelah itu kami shalat berjamaah dan membuat makanan ramai-ramai sembari menghangatkan diri. Makanannya terasa nikmat. Setelah itu dilanjutkan dengan shalat Isya dan bercengkrama mengitari api unggun. Di luar ramai sekali. Terdengar suara sorakan. Aku ingin ikut bersorak sampai akhirnya aku melihat Mizu dan Hima saling menyuapi. Cinta anak remaja. Bukankah mereka sudah putus?Kenapa masih semesra itu? Agar tidak terlihat aneh. Aku yang berdiam diri di depan tenda. Akhirnya ikut menggabungkan diri. Jam 9 malam. Aku yang sudah bosan berbincang-bincang akhirnya undur diri.

Aku mengatakan ingin mengambil air wudhu. Di danau belakang tenda. Sejujurnya Saat itu aku sedang menangis tapi ku netralisir dengan air Wudhu. Tiba-tiba ada sebuah saudara. Aku teringat pesan ibuku seharusnya jika ke tempat sepi aku harus minta di temenin bukan sendirian seperti ini. Suasana menjadi horor. Aku bersiap berteriak dan ngambil kuda-kuda untuk melindungi diri. Sejujurnya aku sudah belajar tae kwon do dari kakakku. Ternyata yang datang kakak itu lagi. Ia memberikan aku pisang sama seperti di mimpi. Lalu pergi. Apakah ini mimpi?ini memang segelap mimpi walaupun aku bisa melihat dengan jelas. Pisang di malam hari. Aku berkata pelan “Sejujurnya aku tidak membutuhkan ini” Tak kuduga ternyata dia mendengar suaraku. Padahal aku nyaris berbisik. Karna ia sedang menatapku. Aku pun mengalihkan perhatian “Siapa nama anda?” Dia berkata sambil lalu. Meninggalkan aku. “Hikari”

Jadi,ia bernama Hikari,sesuai namanya ia bagaikan Cahaya bagiku. Aku pun berteriak “Hikari kun. Arigatou Gozaimasu.” Ia menoleh,tersenyum,dan pergi lagi meninggalkan aku. Aku tidak tahu pisang ini harus aku apakan. Apakah harus kusimpan tapi nanti busuk. Lagipula tidak menutup kemungkinan bila tiba-tiba pisangku di makan Mizu,Hima dan Natsu. Jadi,akupun memakan pisang itu. Aku menikmati rasa manisnya. Kulit pisang ini berwarna kuning sesuai warna kesukaanku. Dan pisang adalah makanan kesukaanku sewaktu kecil. Terkadang aku memakanya memakai sendok seperti anak bayi. Terkadang makan pisang pakai sendok akan memakan waktu lama sekali. Tapi aku ingin mengingat masa kecilku. Jadi,aku berlari ke kemah dan memakannya pakai sendok. Huwaa jadi nostalgia. Tiba-tiba mereka datang. Dan mereka ingin mencicipi pisangku. Aku teringat perkataan Hima “ Jangan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya” Jadi, aku langsung menghabiskan pisang itu. Mizu begitu kecewa. Hima tersenyu misterius. Natsu berexpresi datar. Tapi tersembunyi gejolak pemberontakan, Sepertinya Hima dan Natsu memihak ke Mizu. Karena mereka lebih sering bersama. Sudah jam 10.00 akhirnya kami tidur. Dengan di akhiri kisah horor. Dan ditutup doa. Semoga kisah kami tak terbawa mimpi. Tapi aku malah memimpikannya lagi. Hikari kun.

Shubuh tiba seusai sholat kami lari pagi. Aku menghilang dari penglihatan mereka bertiga. Bukan karna aku menghindari mereka. Tapi karena aku bertemu dengan, Ai dan Murasaki kakak laki-lakiku. Kami tertawa bersama. Dan aku bertanya “Kenapa kalian berduaan?” Aku menatap Ai “Apa karena Sarangheo oppa?” Ai memukul pundakku pelan. Wajahnya bersemu merah. Tampaknya memang benar. Lalu bagaimana perasaan oppa. Aku menatap kakakku. Dia hanya diam tanpa expresi ia menatap ke arah lain. Pikirannya tak disinikah?Jangan-jangan tatapannya kosong. Apakah dia tidak mendengarku. Aku pun menatap ke arahnya. Expresinya serius. Tangannya masuk ke dalam saku paling dalam. Apa yang sedang ia pikirkan? Aku tidak tahu walaupun aku sudah 20 tahun hidup dengannya.

Aku melirik ke arah yang ia tatap. Sebuah goa. Aku penasaran. Aku mendekat ke goa itu. Kakakku menarikku dan berkata “ Jangan.” Ia terdiam lagi dengan expresi sok seriusnya. Aku bertanya penasaran “ Ada apa?” Dia menjawab dengan mempertajam pendengaranya ”Aku mendengar sebuah suara di dalam” Aku dengan semangat berkata “ Mari kita selidiki” Ai memegang pundakku dengan wajah cemas ia menggeleng “Belum saatnya.”

Murasaki masuk ke dalam meyalakan senter miliknya aku pun mengikutinya. Menyalakan senter. Ai yang tidak menyukai ini akhirnya mendesah. Ia pun jadi ikut menyalakan senternya. Lorong yang semola lebar menjadi sempit.  Belum apa-apa kami sudah mendapatkan beberapa pilihan. Benar-benar bagaikan labirin. Kami mengamati tiap lorong. Dan hanya ada satu lorong yang memiliki tanda x. Kami memilih jalan itu. Jalan itu makin mengecil hingga akhirnya kami harus jalan menunduk,bahkan terkadang merangkak. Kami mendengar suara air. Kami tiba di air terjun di dalam gua yang sangat indah dari tempat air ini terjun ada cahaya masuk  membuat tempat ini gemerlapan indah. Sampai sini sudah tidak ada jalan lagi. Ai memutuska untuk pulang. Tapi aku dan Murasaki sepakat untuk berenang sebentar. Ai kesal ia hanya duduk dan berkata “ Yume kerudungmu kan ada di tenda yang jauh dari sini, Apa kau merasa nyaman jika kau berjalan di luar dengan pakaian basah seperti itu?” Aku menjawab singkat “Aku cukup nyaman Ai, ayolah jilbabmu pun akan kering dengan seiring berjalannya waktu.

Akhirnya ia memutuskan berenang. Kami saling menyiprat-nyipratkan air. Aku pun berenang menuju Air terjun untuk merasakan pijatanya. Murasaki dan Ai mengikuti jejakku. Kami perebutan hingga Ai terdorong jauh kebelakang. Membuat lumut itu berjatuhan Dan tampaklah sebuah dinding bertuliskan sebuah tulisan yang entah itu tulisan apa. Kami tertarik mendekar ke arah Ai bukan karena kami ingin menolong Ai, tapi karena kami tertarik dengan dinding itu. Dinding ini berbeda dengan dinding lainnya. Ai menyenderkan badannya ke sebuah batu. Tiba-tiba dinding itu bergeser. Dan ternyata ini adalah sebuah pintu gerbang menuju kota hilang,kota yang sudah tidak berpenghuni dan sudah tidak di tempati. Dulu memang manusia tinggal di goa. Sampai suatu ketika Socrattes mengajak penduduk itu untuk keluar goa,melihat bumi yang begitu luas ini,serta melihat pemandangan yang ada. Merasakan hangatnya matahari. Dan desauan angin,serta mendengar kicauan burung yang menari bahagia. Tapi para penduduk itu menolak ajakan Socrattes. Kota ini terbuat dari pasir dan tanah. Bangunan rumahnya tampak biasa saja. Rata-rata penduduk adalah seorang pandai besi mereka membuat perhiasan serta tombak untuk menangkap ikan di danau ini. Sampah duri ikan serta kulit kerang  dikumpulkan menjadi satu tempat. Ada porselen terkubur di sini. Murasaki menyuruh kami diam dia mendengar seseorang mendekat. Kami bertiga masuk ke dalam sebuah bangunan yang tak terkunci. Tapi ternyata gudang itu adalah tempat penyimpanan harta. Kami mendengar mereka mengatakan ini adalah barang jarahan,perampokan dan curian. Semuanya tersimpan di sini. Sudah tidak terdengar suara penculik. Kami bertiga bergegas pergi untuk menelepon polisi. Tapi karena kami terburu-buru kami menendang sesuatu sebuah guci. Suara begitu nyaring. Dua orang itu terbangun kami berlari. Karena aku di bagian belakang. Aku ditangkap. Murasaki dan Ai belum menoleh ke belakang. Mereka tidak tahu aku ditangkap. Aku tidak bisa berteriak karena mulutku disekap. Aku dikurung di bangunan tadi. Murasaki dan Ai begitu panik. Mereka sadar aku tidak ada ketika mereka di luar. Sebelumnya Mizu,Hima dan Natsu sudah melaporkan hilangnya Yume dari lari pagi tadi kepada para senior pembimbing.

Di depan goa Murasaki dan Ai yang panik bertemu dengan Hikari. Murasaki menceritakan semuanya. Hikari pun menyuruh untuk segera hubungi polisi. Dan jika dirinya belum keluar juga bersama Yume mereka semua boleh masuk untuk menolong. Maka setelah Hikari di beri tahu jalannya ia pun masuk melewati lorong yang bertanda x. Merangkak di lorong yang semakin kecil. Berlari ke air terjun ,masuk ke dalam dan mengendap-endap ke bangunan yang di beri tahu Murasaki. Hikari mengintip Yume dari jendela kecil. Ia melihat Yume sedang berusaha melepaskan tali karena frustasi. Akhirnya ia menggali pasir dekat tembok. Hikari pun ikut menggali. Yume yang melihat sebuah tangan ia pun panik. Hikari sudah tidak melihat tangan Yume. Ia pun berbisik bahwa dirinya adalah Hikari. Yume yang mendengar itu hatinya berdesir. Hikari memang cahaya untuknya. Akhirnya mereka melanjutkan penggalian. Tapi seorang laki-laki tubuh kekar datang. Hikari yang melihat bayangan laki-laki itu pun. Akhirnya terjadi sebuah pergulatan .Yu me panik tapi ia tetap melakukan penggalian ia berhasil keluar. Tapi percuma ia disergap oleh laki-laki satunya lagi.

Akhirnya mereka berdua di kurung di suatu tempat. Mata mereka ditutup agar tidak melihat. Mulut mereka di tutup. Mereka sudah sampai  di tempat penyekapan. Ia pun membuka penutup mata dan mulut juga ikatan kaki dengan pisau lipat. Lalu ia membuka penutup mata,mulut,tangan,dan kaki pada Yume. Yume menatap takjub. “Kenapa kau bisa bebas?Bukankah tadi kau di ikat?” Hiakari pun menjelaskan ia berhasil membuka  ikatan tangan karena saat diikat ia meregangkan tangan.

Akhirnya mereka bebas. Lalu mencari jalan keluar dari bangunan itu. Tapi bangunan itu sungguh besar banyak jalanan yang simpang siur. Mereka kelelahan. Mereka pun istirahat. Yume menggambar peta. Dia menggambar ruangan ini. Dan mencoret jalanan yang buntu. Hikari tersenyum dan berkata “Setidaknya kita bisa kembali jika jalanan yang kita temukan buntu” Yume pun menjawab dengan lelah “ Yeah dan akhirnya kita mengulang lagi dari awal,menyusuri jalan satu persatu. Bagaimana jika mereka datang?”

“Tenang aku sudah menyuruh yang lainnya kesini jika dalam waktu dekat kita tidak kembali. Dan polisi pasti sudah meringkus mereka. Sebaiknya kita sholat dulu. Agar tahu harus lewat jalan yang mana. Kami pun berjamaah. Dia membacakan surat yang panjang sekali. Dan setelah berdoa. Akhirnya dia sudah bisa mengambil keputusan ngambil jalan yang mana. Dan dia memilih jalan yang sudah dilewati. Aku pun bertanya”Bukankah tadi kita sudah lewat sini” Dia hanya tersenyum dan menjawab” Kita melewatkan sesuatu”

Aku berjalan mengikutinya. Angin berhembus dingin. Sangat tidak ramah. Seketika aku mendekap tubuhku. Dan aku melihat almameter yang aku kenakan. Berwarna hijau. Di kantungnya seperti ada sesuatu. Aku membukanya. Sebuah catatan kecil berisikan agenda acara perkemahan ini. Dan aku melihat sebuah nama. Nama itu again. Aku terhantuk batu dan terjatuh. Hikari menoleh ke belakang dan membantuku berdiri “Ada apa?wajahmu menegang seperti itu”

Aku diam mengumpulkan keberanian untuk berbicara” Benda yang kukenakan ini milikmu kan?Kenapa kau diam saja. Ini aku kembalikan. Dan terima kasih.” Dia mencegahku untuk membukanya. “Tidak ,di sini terlalu dingin. Tetap gunakanlah”. Aku pun urung menggunakannya. “Aku kembali bertanya”Kemarin malam kenapa tiba-tiba kau memberikan aku buah” Dia berkata sambil jalan “Saat itu aku sedang mengambil sesisir buah  di pohon sebelah” Untuk dimakan bersama sahabat-sahabatku. Tapi ketika aku melewati danau. Aku mendengar kau terisak. Kau terlihat begitu frustasi. Aku takut dengan tiba-tiba kau menceburkan diri. Jadi aku berikan sebuah pisang. Maaf kalau hanya sebuah. Karena sisanya buat yang lain.”

Aku tersenyum dan berterima kasih. Dia berkata tiba-tiba.” Kau penulis itu ya?tulisan mu begitu bagus,Aku hampir membeli semua karyamu” Aku merendah “ Sejujurnya kau pun bisa membuatnya jika kau mau.” Dia tersenyum. Aku melanjutkan “Ada seseorang berkata saat aku baru pertama kali menerbitkan bukuku. Ia adalah pembaca. Dan ia hanya berkeinginan membaca buku yang penulisnya terkenal. Lalu dengan senyuman manis dan karena saat itu aku juga masih menjadi pembaca,aku menjawab ”Itu sungguh tidak adil,Ayolah Andrea Hirata,dan Habiburahman El-Shirazy ketika awal menulis juga belum terlalu terkenal. Tapi karena promosi besar-besaran di mana saja. Akhirnya mereka tahu siapa mereka dan apa yang mereka tulis. Melalui resensi dan sinopsis yang beredar di mana- mana. Akhirnya pembaca penasaran ingin membaca karya itu. Dan akhirnya buku mereka laku di pasaran. Mereka pun bersemangat untuk menulis lagi. Menebarkan setiap kisah yang inspiratif agar pembaca bisa menuai tiap hikmah yang tersajikan. Akhirnya melalui tulisan- tulisan yang sudah mereka tulis. Pembaca sudah begitu terpesona olehnya. Yah akhirnya hanya dengan namanya sudah terjual. Tidak sedikit pula. Beberapa novel yang nama pena penulisnya dimirip-miripin mereka Judul bukunya juga dimirip-miripin. Seperti ingin menipu pembaca yang masih lugu. Aku pun berkesimpulan. Jika kita menginginkan sesuatu kita harus tau apa yang kita inginkan. Agar tidah salah mendapat”

“Ka, Menulis lahir dari seorang yang selalu suka membaca, karena ada sebuah pepatah. Membaca tapi tidak menulis maka ia seperti melihat tapi lumpuh. Maka dari itu mulai menulislah ka” Ia hanya menjawab “Ia nanti akan kucoba kalau ada waktu senggang.”

“Ka?” dia menjawab singkat sembari terus berjalan “Ia?” Aku meneruskan perkataanku “Terima kasih sudah datang kesini” Dia tertawa “Walaupun aku tidak datang pun sepertinya kau sudah bisa melarikan diri dengan cara menggali pasir.” Aku hanya menjawab singkat “Yah untungnya tanganku diikat ke depan”

Dia melanjutkan”Kau harus berterima kasih pada ketiga sahabatmu,mereka panik sekali tadi. Akhirnya berkat mereka bertiga kami semua mencarimu” Akupun diam,tersadarkan. Dia menatapku”Apakah kalian sedang ada masalah?” Aku menggeleng cepat. Tidak ingin ia berfikir macam-macam. Akhirnya kami diam karena kami harus merangkak. Jalanan begitu kecil. Senternya mati. Lalu ia meminta senterku. Karena cahayanya tertutup oleh badanya. Terkadang aku menabraknya. Karena dia berhenti tiba-tiba. Setelah itu aku hampir terjatuh. Kalau saja ia tidak memegangku. Ternyata ada sebuah tangga ke bawah. Tadi aku tidak menggunakan tangga itu. Lalu kami melanjutkan berjalan. Aku terhantuk sesuatu. Tengkorak. Aku bergidik. Dia menenangkan. Lalu tidak lama dari lorong itu. Jalanannya berubah jadi buntu. Tapi ternyata di atas ada bekas liang kelinci. Ia melebarkan liang itu. Dan mengangkkatku ke atas. Aku melihat cahaya terang. Di sebelah liang itu ada pohon. Aku membantu dirinya naik ke atas. Hampir saja aku terjatuh. Menimpa dirinya. Tapi akhirnya aku terjatuh juga. Dirinya terlalu berat untuk ku tarik. Aku jadi merasa tidak becus. Aku pun diangkat naik lagi. Setelah aku di atas aku membantunya naik.

Kami melihat sekeliling. Kami berada di bawah gunung. Aku pun bertanya padanya. “Apa yang harus kita lakukan?rasanya aku tidak sanggup mendaki lagi. Aku menjatuhkan diri di pohon. Aku cape. Dia memberiku sebuah makanan. Dan membawaku ke sebuah sungai kami minum. Dan sholat ashar. Setelah itu membuat api unggun. Ia berusaha menangkap ikan. Aku ingin membantunya. Tapi sayang aku malah seperti sedang main air. Dan membuat ikan –ikan itu pergi. Aku pun kembali ke api unggun dengan merasa bersalah. Aku menghangatkan tubuh. Karena ternyata airnya begitu dingin. Aku bersin dan keluarlah ingus. Aih.

Ia memberiku sapu tangan. Dan memberikanya jaket lagi. Aku menolak. Dengan begitu ia juga akan merasa kedinginan dan tidak lucu jika pada akhirnya kami berdua sakit. Ia mendapatkan dua ikan besar. Membakarnya untuk kami makan. Maghrib tiba ia membakar kembang api. Berharap mereka melihatnya dan mengetahui keberadaan kami. Karena kami cape menunggu akhirnya kami shalat maghrib bersama. Dan untunglah tak berselang beberapa lama. Akhirnya kami bertemu dengan yang lain. Aku mengucapkan terima kasih kepada Ka Hikari dan tiga sahabatku. Aku berpamitan pada mereka karena aku pulang bareng Ai dan Murasaki. Aku tidak pulang ke Bandung melainkan ke Bogor. Kami bermain di sana. Sepupu-sepupuku yang lain sudah beranjak besar.

Aku melanjutkan tulisanku yang belum rampung. Dan juga thesis ku. Akhirnya aku pulang ke Bandung. Keesokan harinya aku bertemu dengan Hikari dan ketiga sahabatku Hikari memperkenalkan aku dengan sahabatnya namanya Himitsu. Mulanya aku sms Himitsu hanya untuk bertnya kabar Hikari. Tapi lama-lama hubunganku dengan Himitsu berubah jadi aneh. Himitsu mengkhitbahku. Aku tidak tahu harus berkata apa. Himitsu saat itu belum memberi kabar. Dengan bodohnya aku berkata ia.

Akhirya aku sudah menyelesaikan pendidikanku. Aku ke Bogor untuk bermain. Rupanya Ai sedang bahagia. Tapi ternyata kebahagiaanya hanya membuatku sedih. Ia di khitbah oleh Hikari sebentar lagi. Mereka akan menikah. Tokyo Tower serasa hancur dipikiranku. Aku teringat perkataan Hima yang misterius,entah dia bisa meramal atau tidak,paling hanya deduksi “Jangan ulangi kesalahan masa lampaumu” kata Hima 6 tahun silam. Tampaknya aku sudah melakukan kesalahan yang sama. Mencintai orang yang salah.

Aku pun memberanikan diri bertanya pada Ai “Bagaimana bisa?Apa kalian setahun ini mulai dekat?” Aku  terpana. Ternyata selama ini yang disukai Himitsu adalah Ai? Kenapa aku tidak menyadarinya? Sudah lamakah hubungan mereka terjalin. Dia berkata”Tidak baru seminggu terakhir ini” Aku melongo bagaimana bisa baru seminggu. Aku saja baru sebulan dengan Himitsu tapi sejujurnya aku tidak menyukainya. Ah aku pusing dunia ini terlalu aneh bagiku apa jangan-jangan aku yang aneh?

Dia menatap ku seakan-akan dia tahu dari expresiku  aku mengatakan bagaimana bisa . Ia pun menerangkan “Hikari orang yang romantis dia memberikanku surat cinta” Aku membacanya,aku shyok. I,,,ini tulisan yang selalu ia kirim untunkku. Aku menatap nanar semuanya berubah jadi gelap. Dunia serasa runtuh aku terjatuh. Ai menatapku aneh. Untuk menetralisir suasana aku berdalih.”Maaf Ai kemaren aku menulis sampai jam 2 malam. Itu juga aku tumbang karena aku lapar dan mengantuk. Aku lihat di dapur tidak ada makanan jadi untuk menghilangkan rasa lapar aku pergi tidur.”

          Ai memaklumi pekerjaanku. Dia mengajakku makan. Suasana hening. Untuk membunuh rasa canggung aku bertanya “Bagaimana hubunganmu dengan Murasaki?” Dia menatapku dan tersenyum. “Sejak awal kami tidak memiliki hubungan apa-apa” Dia bohong aku tahu itu. Pasti sesuatu terjadi diantara mereka dan akhirnya mereka putus. Padahal mereka terlihat amat serasi sekali. Yah untuk membuat Murasaki kesal pasti Ai menerima khitbah itu. Tapi pasti ia menyesalinya. Seperti aku menyesali khitbah Himitsu.

Aku pulang ke Bandung dan aku bertemu dengannya lagi. Di perjalanan. Yah dia yang entah kenapa hadir dalam mimpiku jauh sebelum aku melihatnya dan mengenalnya. Bahkan aku lupa untuk mengembalikan almamater itu. Yah biarlah aku menyimpannya,untuk kenang-kenangan. Lagipula ia telah mengikhlaskan. Almamater itu. Tapi bagaimana jika aku sudah berumah tangga dengan Himitsu dan ia melihat Almamater itu?Hem, dia pasti tidak mengenalinya. Tapi iakan sahabatnya. Ya sudahlah terjadi masalah biarlah terjadi. Lagipula aku akan menyimpannya di tempat rahasia.

 Aku tersenyum simpul untuk menunjukan tidak ada yang terjadi. Aku ingin memberikan buku itu. Buku yang mempertemukan kami berdua. Aku berharap walaupun ia sudah menikah nanti ia akan tetap mengingatku. Tapi bagaimana jika Ai melihat buku ini?Ah pasti Ai hanya beranggapan suaminya penggemar setiaku. Tapi apakah ia akan cemburu?Kurasa tidak karena aku tahu dari matanya. Ia seperti sedang menyembunyikan persaannya. Sepertinya ia sedang merahasiakan kerinduannya pada Murasaki. Laki-laki berkaca mata tipis. Dan berkemeja rapi itu. Akan sangat indah jika ia sedang memegang sebuah buku. Tapi sayang sekali ia jarang memegangnya.

Hikari tampak bahagia menerima hadiahku. Melihat wajahnya aku jadi terbayang jika aku ke rumah mereka pasti. Hikari sedang menggendong bayinya dan Ai pasti sedang membuat adonan kue,Hem. Akupun memberikan selamat karena sudah mengkhitbah Ai. Dia terdiam,termenung akhirnya ia memberanikan berbicara. “Sejujurnya aku ingin menikahimu. Tapi ternyata kau sudah di khitbah Himitsu”

Aku menatapnya nanar. Sejuta perasaan bergelayut di hatiku. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. Hiks aku yang mulai ikhlas menerima keadaan. Kini menjadi sedih lagi. Aku mengutuki diriku kenapa dekat-dekat dengan Himitsu. Aku mengutuki Hikari kenapa ia memperkenalkan Himitsu padaku. Aku menjawab bodoh. Aku tidak tahu harus berkata apa “Tak bisakah kau memutuskan khitbah mu,dan menikah denganku?”

Dia menatapku dengan expresi aneh. Aku tahu pasti dia tidak enak dengan Ai. Aduh kenapa jadi begini sih. Hanya karena salah langkah. Dia pun tersenyum dan berkata “Himitsu adalah orang yang baik, Dia adalah sahabatku.” Aku pun berkata “Tapi aku belum terlalu mengenalnya” Dia tersenyum”Kalau ada apa-apa bilang aku saja” Dia pun turun dari bis. Dia sudah sampai di tempat tujuannya.

Ketika esok hari Ai datang. Ia menangis. Sekarang ia sudah tidak bisa berbohong padaku. “Sejujurnya aku masih merindukan Murasaki.” Dia terdiam. Aku merangkulnya dan menatapnya tenang “Aku tahu. Sangat terlihat jelas di expresimu. Kau tahu mungkin sekarang ia sedang merindukanmu juga” Ai menatapku tidak percaya “Benarkah?” Ada secercah senyuman di wajahnya. “Kita akan tahu jika kita ke sana” Aku meyakinkan.” Dia urung diri.

Murasaki datang membawa kue. Tumben ia datang. Ada apa ini? Kata hatinya kah yang membawa ia kesini? Tapi tepat sekali dengan kedatangan Ai. Yang mungkin Ai juga datang menurut kata hatinya. Lucu kenapa mereka tidak mendatangi tempat kenangan mereka berdua saja. Untuk menyelesaikan masalah ini. Mungkin karena mereka membutuhkan seseorang untuk menyelesaikan masalah mereka.

Murasaki yang tadinya tersenyum menemuiku. Akhirnya malah terpaku di depan pintu. Senyumannya hilang. Ia berdiri di situ dengan suasana janggal. Aku pun menyuruhnya masuk dan duduk. Ia merasa salah datang di saat yang tidak tepat. Entah kenapa kedatangannya bersamaan dengan Ai. Padahal mereka tidak janjian. Lagipula hubungan mereka sedang retak di sini. Mungkin itu mengartikan mereka masih saling membutuhkan. Dan mereka masih ingin bersama. Mereka pun masih memiliki kesamaan.

Murasaki menyapa kami dengan canggung. Aku pun bertanya langsung ke pokok pembicaraan “Apakah kau merindukan dirinya Murasaki?” Dia tertawa menggeleng “Tentu saja tidak. Aku kesini karena aku merindukanmu. Jika aku merindukan dirinya aku akan ke rumahnya kan?” Kata Murasaki jahat. Ai yang tersenyum bercahaya,kini senyumannya pudar. Aku menatap mursaki tajam “Jangan membohongi dirimu sendiri Murasaki. Kami semua tahu,,,” Dia langsung dengan cepat memotong. “Bagaimana kalian bisa tahu kalau aku sendiri pun tidak mengerti apa yang kurasakan.” Aku melanjutkan kalimatmu terpotong” Kalian datang ke rumahku di saat yang bersamaan. Manis sekali. Kalian tahu itu artinya apa? Yah itu artinya kalian memikirkan hal yang sama,kalian merasakan hal yang sama,kalian saling merindukan. Akuilah fakta itu Murasaki.” Ia tertawa terbahak-bahak “Jangan sok tau deh. Bahkan kau tidak tahu kenapa kami berpisah, kau sudah seperti peramal saja” Aku menyela cepat “Tepat. Kau mengatakannya. Membenarkan deduksiku. Beberapa hari yang lalu aku baru saja menanyakan hubungan asmara kalian. Tapi disanggah Ai, dengan mengatakan kalian tidak memiliki masa lalu. Tapi kini di pagi hari yang cerah ini. Ai mengakuinya. Mengakui bahwa dia merindukanmu(seketika semburat warna merah timbul di pipinya yang merona.) Dan kau Murasaki. Dengan secara tidak langsung mengakui bahwa kau Memiliki masa lalu yang sama dengan Yume. Jadi bisa kalian jelaskan apa yang menyebabkan kalian berpisah.”

Mereka semua terdiam. Ai tidak kuat ia memutuskan untuk pergi. Tapi di tahan oleh Murasaki “Semuanya harus selesai sekarang Ai,duduklah” Ai pun terpaksa duduk. Aku melanjutkan khotbahku,selayaknya seperti Hakim di pengadilan dengan korban dan tersangka. “Jadi,kalian masih belum bisa menceritakan kenapa kalian berpisah padaku ya? Hem menarik tapi ketahuilah Murasaki kau harus jujur di sini karena jika salah langkah kalian akan menyesal. Jadi, masalah sebenarnya adalah sebentar lagi Ai akan menikah dengan orang lain” Wajah Murasaki pucat pasi. Akupun melanjutkan “Apakah kau masih mencintainya Murasaki?” Murasaki pun menunduk seperti terdakwa yang mengakui perbuatannya”Andaikan aku masih mencintainya pun. Aku tidak bisa berbuat banyak. Ai sudah dikithbah semuanya sudah terlambat.”

Kini Murasaki yang ingin meninggalkan pengadilan “Kau tidak ingin memperjuangkan cintamu Murasaki? Di sini cinta kalian di uji. Kau tidak ingin menjadi pejuang yang kalah sebelum berperangkan?” Murasaki mehentikan langkahnya ia tersenyum, dan memasukkan tangannya ke dalam sakunya dalam-dalam. “Seperti yang sudah kukatakan tadi. Ai sudah dikhitbah tidak ada yang bisa ia lakukan lagi.” Aku membalas dengan khidmat “Sayang sekali Ai mencintai laki laki yang pengecut” Aku berusaha melukai hatinya karena aku kesal. Berusaha agar ia bertindak nyata. Tapi Murasaki hanya tersenyum pada kami dan ia pergi meninggalkan kami. Meninggalkan Ai yang termenung. Ai menghela nafas “Akh gimana donk ini. Jadinya seperti ini” Aku tersenyum miris. Nasibnya sama sepertiku. Aku menertawakan diriku yang bodoh.

                                                          ***

Ini adalah hari pernikahan Ai. Ia menangis tiada henti. Murasaki tak sanggup menyaksikan ini. Alam pun ikut berduka cita. Awan mendung gerimis turun. Hujan besar meyusul kilat pun ikut hadir suara guntur bersahut-sahutan. Nuansa abu-abu menyelimuti pernikahan ini. Pernikahan yang seharusnya indah dipenuhi cinta dan bunga mawar. Kini berubah bagaikan acara pemakaman. Sebelum pernikahan berlangsung di taman yang sepi. Ai mengucapkan selamat tinggal kepada Murasaki. Mereka berpelukan sangat erat. Seakan akan mereka tidak ingin berpisah. Air mata masih berlinang di air mata mereka. Senyuman terukir di wajah mereka. Jika ada orang yang melihat ini. Pasti sudah menganggap ini sebuah pengkhianatan cinta. Sayangnya yang melihat adalah orang yang bersangkutan. Sang mempelai pria. Korban yang akhirnya merasa dikhianati. Ia merasa dilema. Sejujurnya ia tidak cemburu. Ia hanya malu. Jika ada orang lain selain dia melihat ini. Sejujurnya ia tidak mencintai mempelai wanita. Saat itu ia tidak sedang berfikiran panjang. Ia kembali ke gedung ia melihat diriku dengan seseorang. Bodohnya aku kenapa aku masih bersama Himitsu. Hikari menunduk sedih. Aku menyapanya memberi selamat. Tapi ia tersenyum getir dan pergi begitu saja. Meninggalkan aku yang berdiri terpaku. Acara pernikahan segera di mulai. Ai masih menangis. Tapi tidak bersama senyumannya yang bahagia seperti berpelukan dengan Murasaki. Hikari menjabat tangan penghulu tanda Akad Nikah segera dimulai. Aku tidak bisa menyaksikan ini. Aku tidak ingi mendengar suaranya tatapanku nanar. Air mataku sembentar lagi terjatuh. Aku berlari  meninggalkan tempat itu. Menghadirkan seribu tanda tanya pada orang yang melihatku termasuk Hikari dan Himitsu. Murasaki duduk tediam di pojokan seperti sapi yang sudah mengikhlaskan diri untuk di sembelih. Aku berlari.

Hikari merasa dilema. Akhirnya ia bangkit. Memakaikan pakaian yang ia pakai ke tubuh Murasaki. Untung Hikari memakai kaus putih di dalamnya. Murasaki mendongakkan wajahnya. Matanya merah. Terlihat jelas ia habis menangis. Matanya semerah mata Ai. Hikari mengajak Murasaki ke pelaminan merekapun dinikahkan.

Aku terduduk di atas kolam. Kolam yang jauh dari tempat itu aku melepaskan sepatu hak tinggiku yang membuat kaki lecet. Aku menaruh kakiku di kolam. Membiarkan ikan kecil itu mengigiti kelingkingku yang lecet. Rasanya perih sekali tapi tidak seperih hatiku. Aku menatap wajahku di kolam. Wajahku sembab,aku melihat bayangan orang lain di kolam itu. Dia adalah laki-laki yang hadir dalam mimpiku jauh sebelum aku mengenalnya. Seperti dalam mimpiki ia tetap memegang pisang kali ini dia memegang dua. Yang satu dia berikan padaku. Kakinya pun ia ceburkan ke kolam itu tak peduli celananya,kaus kakinya dan sepatunya basah. Aku menatapnya yang dengan lahap memakan pisang itu. Akupun membukakan sepatunya dan kaus kakinya serta menggulung celananya sampai sedengkul. Ia berhenti memakan pisangnya dan menatap wajahku. Aku hanya tersenyum dan berkata “ Agar kau bisa merasakan  air yang sejuk serta merasakan ikan yang sedang mencumbui kakimu.” Aku tersenyum manis kami melanjutkan memakan pisang itu. “Bagaimana pernikahanmu?Acaranya belum selesaikan?”

Ia menatapku. “Yah tentu belum selesai. Lalu kenapa kau pergi dari acara pernikahan ku?” Aku tersenyum dusta.”Kakiku kesemutan aku tidak kuat rasanya aku jadi ingin meneteskan air mata. Aku berlari. Tapi rasanya aku tidak bisa merasakan keberadaan kakiku. Tapi aku tetap berlari. Walaupun aku merasakan ketakutan jika kakiku hilang. Jadi aku berlari kesini, agar kakiku sembuh” Ia tersenyum menatap kolam dan ikan yang besar-besar “Kini kakimu tidak akan hilang. Ia di sini. Untung kau membawanya ke kolam. Jadi, ia tahu harus kemana dirinya akan kembali” Aku menatapnya ia mengatakan kalimat ambigu. Aku tidak mengerti. Apakah dia mempercayai  guyonanku? Mungkin ia karena ia terlalu polos. Ia begitu bersih putih.

Ia mengajakku kembali ke gedung ia memintaku mengganti pakaian . Dengan yang lebih bagus daripada itu. Awalnya ia menolak tapi ia memaksa jadi aku mengikutinya dari belakang. Aku pun bertanya padanya “Jadi kau tetap belum menikah?” ia menjawab singkat “Yah belum,aku ingin menunggumu.”

Aku merasa dilema. Aku tidak kuat jika mendengar akad nikahnya. Tapi akupun memasrahkan diri. Aku melihat Ai dan Murasaki tertawa bahagia. Dua orang ibu-ibu menculikku dari Hikari. Mereka memakaikanku pakaian yang indah dan membawaku duduk di pelaminan. Hikari datang dengan pakaian berbeda. Ia menikahiku. Lalu bagaimana perasaan Himitsu. Hikari tidak sejahat itu kan. Aku menengok ke belakang mencuri pandang ke arah Himitsu. Ia tersenyum gembira. Apa maksudnya ini? Dia sama sekali tidak merasa cemburu. Mungkin memang dia tidak mencintaiku. Lalu kenapa ia mengkhitbahku? Hanya bermain-mainkah?

Hikari sudah mengatakannya. Dalam ijab kabul. Ini begitu cepat sampai-sampai. Aku malah tidak merasakan apa-apa. Hikari membawaku ke rumahnya dengan mobilnya. Semuanya berjalan begitu cepat. Seperti mimpi. Tapi awal aku bertemu dengannyakan juga lewat mimpi. Aku bertanya tentang perasaan Himitsu. Hikari mengatakan ia telah meminta izin kepada Himitsu. Himitsu begitu mencintai Yume tapi ia lebih bahagia jika Yume menikah dengan orang yang mencintainya serta yang ia cintai. Himitsu akan sedih jika ia menikahi seorang wanita yang ia cintai tapi tak mencintainya. Pasti sang wanita akan sulit menghilangkan bayang-bayang masa lalunya.

Kami sudah sampai rumahnya. Baru kali ini aku kerumahnya. Kami pun sholat berjamaah dan mendoakan pernikahan ini.

Akhirnya kami memiliki dua anak kembar laki-laki dan perempuan. Mereka begitu mirip. Aku tidak tahu apa sebaiknya nambah atau dua saja. Aku sih ingin dua saja. Karena kalau banyak-banyak pasti repot. Dan bagaimana jika tidak terurus. Kami kedatangan tamu. Mereka adalah. Murakami dan Ai. Pasangan serasi dengan anak  lelaki tampannya. Jagoan manisku. Aku tersenyum dan mencium keningnya,serta memberikanya kue  kering yang baru ku buat

THE END

likeAutumn(ayu chan^^)
3/31/2012 05:59:38 pm

nice story ^^

Reply



Leave a Reply.