_ Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} Istri Denouement memberikan banyak bekal untuk perjalan mereka. Layar pun dikembangkan. Kabut menyelimuti mereka. Lalu mereka bertiga pun menyalahkan sebuah lampu berwarna hijau. Denouement bertugas mengembangkan layar, lampu hijau itu ia letakan di topi tambangnya. Yume bertugas memegang kemudi. Himitsu digendong oleh Max. Max pun menatap kompas. “Kita harus bergerak ke arah jam satu.” Lampu hijau diletakan di kemudi. Sehingga  Max bisa melihat kompas.

 

 

Denouement memberikan sesuatu kepada Max. “Teman ilmuanku memberikan jam navigasi. Di dalamnya ada sebuah magnet yang akan selalu menuju ke arah tujuan kita. Lebih bagus daripada kompas” Denouement mengedipkan matanya. Max memberikan jam navigasi serta Himitsu kepada Yume. Dan ia yang mulai memegang kemudi. Suara geluduk terdengar. Memberi tahu pada mereka bahwa hujan akan turun. Tapi ternyata bukan saja hujan yang turun melainkan Badai pun ikut menemani perjalanan mereka. Mereka basah kuyup. Yume segera berlari ke dalam ruangan terdekat. Berusaha agar Himitsu tidak terkena hujan dan tidak demam.

 

 

Tiba-tiba ada gurita raksaka menyerang kapal mereka Yume ketakutan. Max segera menyerang gurita itu dengan pedang cahaya nya. Yume memberikan Himitsu kepada Denouement dan menyarankan agar Deneouement membawa Himitsu ke dalam ruangan. Himitsu pun mengendalikan kemudi dan menatap ke jam navigasi.

 

 

Badai itu menerbangkan banyak hal termasuk layar kapal. Kapal pun diguncangkan oleh gurita raksaksa. Max dipeluk oleh tentakel gurita dan di bawa ke dalam laut. Yume menjerit. Badai pun mengguncangkan kapal dan membuat kapal ini terbalik. Mereka semua tenggelam. Yume berenang mencari Max. Ia pun menemukan Max dalam cengkraman gurita. Yume mengambil pedang Max. Ia berusaha menggunakannya tapi tidak bisa. Yume menarik Max tapi sulit.

 

 

Di sisi lain Denouement hampir pingsan. Gurita itu pun melepaskan Max. Yume langsung memeluk Max. Dan berenang mendekati Himitsu. Max dan Yume berusaha mengangkat Donuement dan Himitsu ke permukaan laut.  Kabut menyelimuti mereka. Mereka tidak bisa saling melihat, mereka hanya bisa saling berpegangan. Tubuh Himitsu memancarkan spektrum warna. Yume menatap ke jam navigasi. Dan mereka berenang bersama-sama mengikuti petunjuk jam navigasi setelah beberapa lama mereka sampai di Kota Kesepuluh.

 

 

Max menyewa sebuah tempat. Mereka berganti pakaian, makan dan sholat ashar. Tiba-tiba penduduk desa meringkus mereka dan membawa mereka ke alun-alun kota. Tetua kota itu datang mendekat. Ini adalah kota kesepuluh. Tiap orang yang datang wajib mengorbankan sesuatu. Dan kalian harus mengorbankan anak itu. Yume menolak. Tapi tidak ada pilihan lain. Himitsu pun segera dikorbankan. Api unggun menyala besar. Sebuah altar diletakan di alun-alun kota. Samurai yang mengkilat membuat Yume menangis dan menutup mata.

 

 

Dalam seketika Samurai itu telah memisahkan Himitsu dengan sepasang sayapnya. Tetua desa tersenyum. Sekarang anak ini sudah mirip dengan manusia normal. Tetua itu pun memberikan Himitsu kepada Yume. Yume memeluk Himitsu dengan erat tidak ingin dipisahkan.

 

 

Lalu mereka semua pun diarak dan disambut dengan meriah karena jarang sekali ada orang asing yang datang. Setelah malam tiba seusai sholat maghrib mereka disediakan makanan besar. Yume pun menatap bulan. Max memperhatikan Yume “Ada apa?” Yume menggeleng “Tempat X nya berada di kota ini tapi aku tidak tahu tepatnya ada di mana.” Max mengangguk “Sebaiknya kita pikirkan besok.”

 

 

Setelah sholat Isya mereka bergabung ke acara adat suku itu. Yume memperhatikan wajah mereka. Kulit mereka merah dengan bulu burung berada di kepala mereka. Dan pipi mereka dihias dan diolesi warna putih. Rambut mereka di kepang pastilah mereka suku Indian. Mereka mengitari api raksaksa dan menari.

 

 

Yume, Max, Himitsu dan Denouement pun tidur. Keesokan paginya setelah sholat shubuh dan sarapan. Max dan Yume pun berfikir. Max berdiri berfikir saja tidak cukup kita harus mengitari kota ini. Lalu mereka pun bangkit. Yume menggendong Max. Denouemoent masih terduduk “Ini adalah sebuah kenyataan. Tapi karena telah tergerus oleh zaman, kenyataan ini sudah tidak diyakini bahkan sekarang sudah berubah menjadi lagenda, dan lagenda pun berubah menjadi mitos.” Yume berbalik.

 

 

Denouement melanjutkan kisahnya. “Beberapa abad sebelumnya. Ada seseorang berkuda datang dari arah barat. Ia dan kudanya melintasi berbagai tempat dan menuju ke arah timur. Hingga pada suatu ketika laki-laki itu berhasil sampai menuju ke tempat ini. Laki-laki itu turun dari kudanya. Dan ia menerima sambutan yang hangat dari kota ini. Tetapi seperti ritual atau adat yang selalu berlangsung di kota ini. Maka, laki-laki itu pun harus mengorbankan sesuatu kepada kota ini. Sampai sekarang sesuatu itu masih misterius entah itu apa. Sebuah rumor beredar bahwa barang yang dikorbankan pria itu di simpan di sebuah reruntuhan kuno yang terletak 2000 kaki di atas Urumbamba. Tempat ini kah yang kalian cari?”

 

 

Yume dan Max pun mengangguk, mereka yakin tempat itulah yang mereka cari. Dan mereka yakin laki-laki itu adalah kakek buyutnya kakek seseorang yang telah menjadi tengkorak itu. Mereka pun lekas berjalan ke urumbamba. Sesampainya disana, mereka melihat sebuah reruntuhan kuno dengan arsitektur yang indah, mereka yakin reruntuhan itu adalah Vilcambamba, kota yang diduga menjadi pintu masuk menuju kota yang hilang El dorado.

Yume dan Max pun membuka gerbang Vilcambamba dan menemukan kota El Dorado. Sebuah kota yang hilang karena terletak di tempat terpencil dan sudah tidak ada yang tinggal di kota ini. Kota ini pun menjadi kota yang terlupakan. Bangunan-bangunan telah hancur yang tersisa hanya berbagai artefak-artefak kuno. Mereka berjalan ke sebuah tanah lapang. Rerumputan hijau serta alang-alang bergerak ke arah kanan karena tertiup angin. Deru angin mengantarkan mereka ke sebuah tempat yang dinamakan stonehenge. Batu-batu ini begitu besar dan membentuk sebuah lingkaran.

 

 

Denouement pun mengangkat batu yang di tengah hingga berbalik. Lalu Denouement meminta bantuan Yume dan Max menjatuhkan batu yang besar. Batu itu pun terjatuh ke depan. Dan membuat batu di depannya terjatuh. Dan hal ini mengakibatkan batu yang didepannya ikut terjatuh. Semua batu terjatuh hingga membuat lingkaran. Bumi berguncang. Maksudku tanah di lingkaran itu saja yang berguncang dan berputar membuat mereka berempat merasa bingung. Karena tanah yang mereka pijak menuju ke arah bawah. Dan mereka pun berda di ruangan bawah tanah tersembunyi. Deru angin yang bergesekan dengan batu yang terjatuh membuat lingkaran menghasilkan sebuah alunan suara mistis yang menyeramkan.

 

 

Max dan Yume serta Denoement menatap kesegala arah. Sebuah ruangan besar. Ada sebuah pintu di ujung sana. Yume pun membukanya. Ternyata sebuah ruangan gelap berada di situ. Denoement menyalakan obor. Max dan Yume menyalakan senter mereka. Ruangan ini dipenuhi berbagai artefak. Koin-koin emas juga ada di sana. Mereka semua berjalan lurus. Dan diujung sana. Terdapat sebuah peti. Yume membuka peti tersebut. Peti tersebut hanya berisi sebuah buku. Yume memegang buku itu dan menyembunyikannya. Tiba-tiba terdengar sebuah deru langkah kaki datang ke tempat itu. Max mengirimkan sinyal meminta pertolongan  ke temannya lewat Hp.

 

 

Langkah kaki itu semakin mendekat bagaikan langkah prajurit pasukan yang ingin menginvasi sebuah kota. Mereka datang dengan senjata mereka. Mereka marah kepada Max, Yume dan Denouement karena telah menemukan tempat persembunyian mereka. Yume, Max, Danouement serta Himitsu pun diringkus. Mereka semua diikat disebuah kayu dan dibawahnya terdapat kobaran api. Tapi untunglah bantuan segera datang. Sebuah helikopter berlogo merah putih mendekat membuat angin terbang cepat. Api pun menari-nari. Seseorang turun dari helikoptar yang belum mendarat. Orang itu turun dengan tali. Ia pun memegang kayu tersebut.

 

 

Helikopter terbang ke atas membawa orang yang menggantung di tali serta membawa Max, Yume, Denoement serta Himitsu yang terikat di kayu tersebut. Tali diulur. Pria itu masuk ke dalam helikopter berserta Himitsu, Yume, Max dan Denouement. Denouement dikembalikan ke hutan Fenwick. Dan Himitsu, Max serta Yume pun kembali ke rumahnya di atas bukit. Akhirnya petulangan mereka pun berakhir.

 

 

Yume kembali ke kamarnya yang nyaman. Setelah sholat dzuhur yang dijamak dengan ashar. Yume pun membaca buku itu. Dan Max mengajak Himitsu ke kamar barunya. Setelah menyelesaikan membaca buku itu. Yume menjelaskan kepada Max “Buku ini menerangkan tentang sebuah peradaban di dalam goa. Buku ini mengisahkan tentang banyaknya emas dan batu berlian di goa itu. Aku yakin kakek buyutnya kakek nya orang yang telah menjadi tengkorak itu mengisahkan kehidupannya di buku ini. Lalu ia berpetualang mengelilingi dunia untuk merangkai sajak kehidupnnya lagi. Tapi ia datang ke tempat yang salah. Di mana ia harus mengorbankan sesuatu yang penting dalam hidupnya. Ia pun mengorbankan buku ini. Lalu ia pulang ke kotanya dan membuat peta ini. Ia membuat peta ini agar penduduk kota itu mau keluar dari goa. Karena dunia ini begitu luas. Banyak kisah yang bisa dituliskan tentang dunia ini. Banyak pula petualagan yang bisa ditempuh dalam dunia ini.

 

 

Tapi penduduk kota itu menutup telinganya rapat-rapat tidak ingin mendengar perkataan orang tua itu. Aku tahu pasti orang tua itu bernama Socrates. Di lain tempat di sebuah Kota Kesepuluh. Pemimpin mereka yang sudah membaca jurnal ini dan tergiur oleh emas tersebut. Berusaha mencari letak kota dalam goa itu dan menggalang ribuan pasukan untuk menginvasi kota tersebut. Peperangan pun terjadi di goa itu. Kakek tua itu melihat pemimpin pasukan tersebut adalah orang yang ia kenal. Pemimpin Kota Kesepuluh pun membunuh kakek tua itu dengan busurnya. Dan akhirnya kakek tua itu mati dalam keadaan terkejut. Setelah suku Inca itu pergi mengambil semua emas di kota itu. Kaum perempuan dan anak-anak keluar dari tempat pengungsian. Istri kakek Tua itu pun mengubur kakek tua itu di pohon besar sebelah goa. Di dalam makam tersebut sang istri meletakan samurai cahaya dan peta harta karun. Dan menisahkan kisah ini kepada cucu buyutnya. Cucu buyutnya seharusnya mencari harta karun ini untuk merebut jurnal ini kembali. Tapi karena sang cucu buyut tidak tahu apa isi harta karun tersebut dan dimana kota Kesepuluh berada. Akhirnya ia mewariskan perintah ini ke cucunya. Cucunya hanya bisa sampai ke makam kakek buyutnya kakek dirinya. Belum sampai menginjakan kaki ke kota kesepuluh. Laki-laki ini meninggalkan istri dan putrinya hanya untuk menangis di makam leluhurnya tanpa melakukan perintah kakeknya. Dan tahukah engkau siapa putrinya? Dia adalah nenekku.”

 

 

Jreng,,,Max merasa tidak yakin. “Apakah nenekmu menceritakan pada ibumu bahwa ayahnya nenekmu pergi meninggalkan dirinya dan ibunya nenekmu?” Yume menatap jendela. “Nenek buyutku tidak bercerita apa-apa tentang kepergian kakek buyut kepada nenekku.” Yume memegang tirai jendela dan menatap keluar jendela dengan tatapan sendu. “Nenekku tahu kepergian ayahnya karena nenek tanpa sengaja mendengar percakapan sang ayah kepada ibunya. Nenekku juga membaca buku catatan ayahnya. Sepertinya itu adalah buku catatan ayahnya semasa kecil. Di situ bertuliskan Kakek menceritakan kepadaku bahwa kakek buyutnya telah mati dan di makam itu terletak pedang cahaya dan peta harta karun. Kakek mengatakan jika aku sudah besar nanti. Aku harus mencari harta karun itu.

 

 

“Ketika nenekku berumur tujuh belas tahun. Dan ayahnya belum pulang juga ia pun merasa khawatir dan memutuskan mencari ayahnya. Tapi ibunya pun menikahkan nenek dengan seorang pria. Dan mereka pun memulai sebuah kehidupan baru. Setahun kemudian nenek melahirkan ibuku. Tapi ia masih penasaran tentang keberadaan ayahnya. Ketika umur ibuku tujuh tahun mereka sekeluarga mengadakan sebuah pencarian. Nenekku mulai berfikir di manakah keberadaan goa itu. Ia bertanya kepada Kakeknya yang sudah tua. Yang mungkin saat itu sudah menjadi kakek buyut karena ibuku sudah lahir. Dengan lupa-lupa ingat sang kakek menjelaskan. Akhirnya nenekku mengetahui keberadaan goa itu. Tapi sayang saat itu saat dimana kakek, nenek dan ibuku berhasil memasuki goa. Goa itu berguncang gempa bumi terjadi. Goa itu runtuh. Nenek terkena batu-batuan itu dan ia pun mati tertindih bebatuan yang besar. Kakek sudah tidak bisa menolong nenek karena nenek sudah tak bernyawa. Ia pun berlari bersama ibuku untuk keluar goa.”

 

 

Yume masih melanjutkan ceritanya“Ibu dan kakekku selamat mereka hidup berdua bersama kenangan pahit mereka. Ibuku tidak melanjutkan pencarian karena ia begitu troma. Dan terjadi sebuah goncangan batin dalam hatinya. Gejolak jiwanya tidak ingin mengakui ini semua. Dan akhirnya mereka menutup rapat semua ini. Sampai suatu ketika saat aku berumur lima tahun. Kami sekeluarga pergi kerumah kakekku. Aku menatap foto nenekku. Bahkan di sana juga ada foto nenekku saat masih balita bersama ayah ibunya. Aku pun menyakan tentang nenekku. Ibuku pergi meninggalkan ruang tamu karena teringat oleh hal itu. Kakekku pun dengan sabar menceritakan kejadian menggenaskan itu kepadaku bahkan ia juga memberi tahu kepadaku tentang keberadaan goa itu. Saat aku berumur tujuh belas tahun. Aku bersama teman-temanku berpetualang ke goa itu. Sebenarnya aku lah yang mengajak mereka karena aku sangat ingin melihat tempat itu.


Kami berpetualang  ke goa itu. Melihat bangunan kota tua dalam goa itu seperti awal perjalanan kita.Lalu kami menemukan ujung goa. Seharusnya itu adalah jalan keluar goa tersebut. Tapi jalan keluar goa itu tertutup bebatuan. Dan aku sangat yakin di bawah batuan gua itu pasti ada tengkorak nenekku. Tapi aku tidak menemukannya dan tidak mencarinya karena aku tidak ingin membuat teman-temanku takut. Menyingkirkan batu-batu itu kami keluar goa. Aku mencuci mukaku di sungai itu. Dan aku teringat akan penjelasan kakekku. Jadi, kami pun melanjutkan perjalanan menuju pohon besar. Di dalamnya. Aku menemukan kakek buyutku dan leluhurku. Saat itu aku tidak berani membuka makam leluhurku. Aku hanya menyentuh jurnal kakek buyutku. Aku menatap kakek buyutku dengan iba. Orang itulah yang dicari-cari nenekku sampai nenekku tertindih oleh bebatuan. Dan mungkin aku juga mencari orang itu. Sebenarnya aku ingin menangis di situ. Aku ingin menangisi nenekku, kakek buyutku serta leluhurku. Tapi aku menahan perasaan sedihku. Aku juga tidak sanggup membuka makam leluhurku. Terlebih teman-temanku sudah mengajakku pulang karena takut.



Beberapa hari kemudian aku menangis di sebuah cafe karena teringat kejadian itu. Dan akupun menuju pantai saat itu. Lalu aku menemukan Hanna dan Daniel, serta aku menemukan kalian. Aku tidak menyangka pada akhirnya kau akan menjadi suamiku Max. Ternyata memang benar kejadian hari ini terjadi karena berbagai kejadian telah terjadi sebelumnya bahkan dari sebelum kita dilahirkan bahkan mungkin kejadian ini terjadi karena berawal dari sebuah buku yang ditulis leluhurku.” Yume tersenyum dan memeluk Max.

 
 




Leave a Reply.