Yume terbangun karena mendengar suara nenek dan kakek sedang membaca Al-Qur`an. Yume pun sholat shubuh. Setelah sholat shubuh semua orang yang ada di rumah itu kecuali Hanna membaca Al Qur`an. Lalu Yume membantu Mom dan nenek membuat sarapan pagi. Setelah itu Yume pun mandi lalu sarapan pagi bersama. Ia telah mengirim pesan kepada orang tuanya kemarin malam bahwa ia menginap di rumah sahabatnya sehingga orang tuanya tidak khawatir. Setelah sarapan Max pun mengajak Yume pergi ke taman.
Mereka berlima pun ke taman. Max menggendong Daniel agar tidak lari-larian. Dia begitu takut jika Daniel tertabrak mobil, ataupun motor. Dan Yume pun menggendong Hanna. Ia sudah mulai terbiasa merasakan berat badan Hanna. Seperti biasa Yume pun mendekap erat Hanna agar tidak kedinginan. Lalu menciumnya. Ia pun bersyukur bisa merasakan memiliki adik walau sebenarnya tidak memiliki seorang adik satupun.
Alex yang merasa tidak tahu harus menggendong siapa. Akhirnya tangan kanannya memegang lengan Max yang sedang sibuk menggendong Daniel. Dan tangan kirinya memegang lengan Yume yang saat itu sedang sibuk mendekap Hanna. Akhirnya mereka sampai di taman. Bagi Yume ini semua bagaikan seperti olah raga mengangkat barbel. Karena pada akhirnya Yume pun berkeringat. Max pun menyuruh Alex membeli es. Daniel pun meronta turun. Dan dalam hitungan detik ia telah berlari menghilang.
Max menatap keringat Yume "Cape ya? Sini Hanna aku gendong." Yume pun melepaskan Hanna. "Max,jangan bilang Daniel hilang lagi." Max tertawa. "Tenang dia tidak akan hilang lagi. Karena aku telah memberikannya alat sensor. Jadi jika dia telah menghilang dan pergi menjauh sepanjang sepuluh meter. Sensor itu akan berbunyi. Dan akan memberi Daniel petunjuk pulang. Atau sensor itu akan membunyikan alamat rumah kakek sehingga jika ada yang menemukan Daniel dan mendengar suara sensor itu, orang itu bisa mengantarkannya pulang."
Yume memiringkan kepalanya. Dan menatap Max. Ia mencari kejujuran di mata Max. Tapi hanya ada tawa. Yume pun tersenyum "Kau bohong ya? kata orang jika kita ingin menegetahui kadar kejujuran orang maka lihatlah matanya. Tapi bagiku. Aku tidak perlu cape - cape menatap matamu dan jiwaku tidak perlu repot-repot masuk ke tubuhmu melalui matamu. Karena aku sudah cukup melihat dan mendengar tawamu yang memeberi isyarat kau berbohong." Tawa Max semakin kencang. Yume menggelengkan kepala.
"Bohong kok malah senang dasar kau." Yume menonjok bahu Max. Max pun berkata "Tapi andai ada alat sensor itu pasti menyenangkan. Kita tidak perlu cape-cape mencarinya." Yume pun lekas menjawab "Tapi bagaimana jika yang menemuka Daniel adalah orang jahat? bukankah dia bisa di culik?" Max terdiam. Hanna pun berbicara "Haus." Yume terkejut "Huwaaa,,,,Hanna berbicara. Aku baru pertama kali mendengar suaranya." Max menatap Yume dengan tatapan sinis "Kau ini. Kau kira adikku boneka sehingga tidak bisa berbicara hah? Lagipula bukankah waktu pertama kali ketemu, kau bermain dengan Hanna? Lalu apakah dia tidak berbicara sama sekali?"
Yume menggeleng. “Tidak dia hanya tertawa.” Max tersenyum "Adikku ini hanya akan berbicara kepada orang yang dia sukai." Yume merenggut. "Maksudmu apa? Maksudmu dia tidak menyukaiku hah?" Yume pun menatap Hanna "Hanna aku begitu menyukaimu. Dan aku berharap kau menyukaiku. Jadi, ayo berbicaralah padaku. Tunjukan pada Max bahwa kau menyukaiku" Hanna terdiam dan menatap Yume dengan tatapan polos. Max tertawa "Hahaha,,,,ditolak anak kecil. Memalukan." Yume berusaha membela diri "Dia masih terlalu kecil untuk mengerti maksudku." Max menjawab, dan tersenyum "Oh, yah? tapi dia mengerti maksudku." Yume cemberut "Coba buktikan." Max pun berbicara pada Hanna. "Hanna aku mencintaimu. Apakah kau mencintaiku?" Hanna mengagguk.
Yume cemberut. Max tersenyum "Lihat Hanna mengangguk itu artinya ia mencintaiku juga. Dia membalas cintaku. Sepertinya dia tidak menyukaimu. Aku akan bertanya padanya. Hanna apakah kau menyukai wanita disebelahku ini?" Hanna menggeleng. Max merasa di atas awan "Lihat apa yang dia katakan." Yume hampir menangis, suaranya bergetar. " Tapi ia belum mengeluarkan suaranya." Max pun menyuruh Hanna bersuara. "Hanna ayo bicara sayang." Hanna pun berbicara “Gak cuka kak Yume. Tapi Cinta. "
Dan Hanna pun meminta Yume memangkunya. Yume menangis. Dan tertawa lalu menatap Max dengan mata penuh linangan air mata "Kau dengar apa yang Hanna katakan Max? Cintaku tidak ditolaknya." Yume tersenyum bangga. Max pun berbicara santai " Kau tahu. Hanna berbicara seperti itu karena ia melihatmu ingin menangis." Yume menatap Max kecut. "Setidaknya Hanna mengasihaniku." Max tertawa. "Seharusnya kau malu Yume. Haha,,,meminta belas kasihan pada anak kecil. Memalukan." Yume menatap Max tajam lalu pergi.
Max pun langsung terbangun dari tempat duduknya "Kau ingin kemana? kau marah yah? maafkan aku. Aku tidak bermaksud sekejam itu untuk menyakiti hatimu." Yume tertawa. "Aku tidak marah padamu. Aku hanya ingin mencari Daniel dan Alex. Mereka sudah terlalu lama pergi. Aku khawatir mereka hilang." Max tersenyum "Jadi kau tidak marah, syukurlah. Kau membuatku takut. Ku kira kau akan marah dan akan menculik Hanna ku."
Yume menatap Max dengan tajam "Apa maksudmu? Apakah aku terlihat seperti orang jahat?" Max pun tertawa. Tawanya terdengar seperti tawa sebuah ejekan. Yume sudah tidak tahan. "Pegang Hanna erat-erat Max. Jangan sampai ada yang menculiknya termasuk aku." Yume berlari dan memegang air matanya. Max terpaku. Lalu mengejar Yume. Tapi sayangnya terjatuh. Dan Hanna menangis. Yume sudah terlalu jauh untuk mendengar suara Hanna.
Max pun menggendong Hanna "Hanna, jangan nangis yak. Kita sudah kehilangan Alex, Daniel dan Yume aku berharap kita tidak saling terpisah." Hanna pun terdiam. Wajahnya imut sekali. Alex pun datang. "Kakak ini es nya. Loh di mana Daniel dan Kak Yume. Daniel pasti sedang bermain. Lalu kak Yume mana?Apakah sedang bermain dengan Daniel? Atau membeli makanan atau mungkin kalian bertengkar?" Alex menatap kakaknya penuh selidik.
Max memberikan Hanna pada Alex. "Aku harap Yume sedang bermain dengan Daniel. Pegang Hanna. Kau harus menjaganya di sini. Jaga Hanna dan minuman itu. Aku akan mencari mereka berdua." Max pun berlari mencari Yume dan Daniel. Semakin lama ia pun menyalahi dirinya sendiri. Begitu jahatnya ia sampai membuat anak perempuan menangis.
Akhirnya setelah berlari begitu jauh. Max menemukan sebuah kolam. Tempat ini begitu sepi. Ia mendengar suara tangisan. Lalu ia sedang melihat Yume menangis. Ia mengelus kepala Yume yang dibalut kerudung. "Kau menangis Yume?" Yume begitu kaget dan berbalik. Setelah melihat wajah Max. Yume pun bergegas pulang. Max pun menatap kepergian Yume dengan wajah sedih. Ia pun mencari Daniel . Max berputar mengelilingi taman, kompleks serta alun-alun.
***
Yume bergegas ke mobilnya. Setelah lima menit kemudian ia dikagetkan oleh suara Daniel. Untung tidak terjadi kecelakaan. Yume pun menepi. “Daniel kenapa tiba-tiba kau ada di sini?” Yume pun berfikir mencari jawaban. Daniel bukanlah setan, jadi dia tidak mungkin menembus masuk ke dalam mobil. “Kakak tidak sadar ya. Saat kakak membuka pintu mobil aku berhasil masuk duluan.” Expresi wajah Yume pun terkejut. Dalam Hati Yume pun berkata. “Tidak, tidak mungkin. Apa aku begitu hanyut dalam perasaan dan lamunan ku sehingga aku tidak melihat Daniel saat ia masuk. Atau mungkin karena setiap hari Daniel main lari-larian sehingga gerakannya bisa secepat ninja. Yah mungkin seperti itu. Lihat keringatnya. Anak ini benar-benar energic dan hyper active.”
Yume pun sempat bingung. Apakah harus mengembalikan Daniel sekarang. Tapi ia malas bertemu dengan Max lagi. Apa sebaiknya memulangkannya nanti. Tapi keluarganya pasti mencarinya. Dan perkataan Max bahwa dirinya seperti orang yang mencurigakan suka menculik anak karena kecintaan terhadap anak-anak secara berlebihan mungkin bisa menjadi kenyataan.
“Kakak, kenapa diam?” Yume memaksakan sebuah senyuman. “Daniel tolong pakai sabuk pengamannya. Kita akan kembali ke rumah kakek.” Daniel cemberut “Padahal aku ingin main ke rumah kakak walaupun sebentar.” Yume menjawab lekas “Mainnya nanti aja ya, bersama keluargamu.” Daniel pun tersenyum polos. “Baik, esok aku akan mengajak Ka Max untuk datang ke rumah kakak.” Expresi wajah Yume berubah murung “Mungkin sebaiknya kau mengajak Alex saja.” Daniel merenggut “Kak Alex jahat. Aku ingin bersama kak Max saja.” Yume tambah murung.
Yume merasa tanggapan Daniel tentang Max yang begitu baik hati pasti salah. Ia berharap Daniel dan Max tidak akan pernah datang bermain. Yume pun membuat sebuah rencana. Esok ia harus pergi sebelum mereka datang dan pulang agak malam. Ia pun menyeringai. Mungkin jika sekarang Daniel menatap Yume ,ia akan ketakutan tapi ternyata ia sedang sibuk menatap ke luar jendela yang berada di samping. Lalu mobil berhenti. Yume mengetok pintu. Kakek membuka pintu. Lalu Yume memberikan Daniel dan berpamitan untuk pulang. Yume pun pulang. Ternyata memang harus berpamitan terlebih dahulu.
***
Max begitu lelah mencari. Lalu ia menuju tempat Alex. Tapi Alex dan Hanna sudah tidak ada. Rasanya Max ingin menjerit. Ia mengutuki dirinya sendiri. Kenapa semua orang menjadi menghilang? Max merasa seharusnya sejak awal ia tidak menyuruh Alex membeli es. Lalu tidak melepaskan Daniel. Serta tidak mengejek Yume dan tidak memberikan Hanna kepada Alex. Ia pun terduduk di rumput. Ia memeluk lututnya. Air matanya ingin keluar.
Tapi akhirnya ia bangkit. Dan berjalan lemas ke arah rumah kakek. Ia sudah begitu pasrah jika dimarahi dan dihukum. Ia membuka pintu dengan tatapan redup. Tatapan pertama ia melihat Daniel yang sedang berlari. Sebuah gairah muncul. Ia pun mengejar Daniel dan memeluknya. Lalu memukulnya “Kemana saja kau? Tahukah engkau aku mencarimu dengan rasa cape berlipat ganda terlebih aku merasa begitu cemas dan merasa begitu bersalah.”
Daniel tertawa. “Aku berlari-lari di taman. Lalu aku mengikuti Kak Yume yang berjalan lemas menuju mobilnya. Dan tahukah engkau kak. Ia seperti menangis saat itu. Lalu ketika ia melihatku. Ia merasa begitu terkejut luar biasa. Lalu ia menepikan mobilnya. Dan bertanya kenapa aku ada di dalam. Lalu ia terdiam beberapa menit. Ketika aku menghentikan lamunannya. Ia pun mengajakku pulang. Aku begitu sebal karena aku ingin sekali bermain ke rumahnya. Dia bilang aku harus pergi esok hari bersama keluargaku. Lalu aku mengatakan aku akan pergi bersama engkau. Tapi ia menolak dan mengatakan sebaiknya aku pergi dengan Kak Alex tapi aku tetap mengatakan bahwa aku akan tetap pergi bersama engkau. Lalu ia pun terdiam murung. Jadi, esok hari kita akan ke rumahnya kan kak?” Max hanya menjawab pertanyaan adiknya dengan senyuman.
Lalu Max mencari Alex dan Hanna. Ia pun menemukan Hanna sedang disuapi oleh Alex. Max mengambil makanan “Alex aku kan sudah bilang sebaiknya kau jangan pergi kemana-mana? Tapi kenapa kau pergi? Hampir saja aku begitu putus asa.” Alex membela diri ”Kakak pergi terlalu lama. Aku sudah begitu bosan. Dan Hanna sudah begitu lapar. Aku juga melihat ada seseorang yang begitu mencurigakan tidak berada jauh dari kami. Aku begitu ketakutan dan memutuskan untuk pulang.” Max teringat perkataannya kepada Yume. Lalu ia pun menjawab perkataan Alex “Tidak semua orang mencurigakan itu jahat.” Lalu Max membawa serealnya ke atap. Ia sering makan di sana. Jika sedang berada di rumah kakeknya.
Keesokan harinya. Daniel terus merengek agar kakaknya Max bersedia mengantarkannya. Sebenarnya Max agak sedikit malas. Karena terlihat jelas dari ucapan dan gerakan non verbal Yume mengatakan bahwa Yume tidak mengharapkan kedatangan Max. Tapi karena Daniel terus menangis. Akhirnya Max memutuskan berpakaian rapih dan pergi ke rumah Yume. Alex memberikan bunga. “Kak tolong berikan bunga ini pada kak Yume.” Max menolak ia begitu malu jika harus membawanya. “Apa tidak sebaiknya memberikan barang yang lebih kecil saja?” Hal ini agar ketika keadaan begitu tidak memungkinkan. Max jadi tidak perlu memberikan apa-apa. Sedangkan memberikan bunga matahari sepertinya akan begitu mencolok karena besar. Dan akan terasa malu sekali jika Yume menolaknya.
Tapi Alex terus memaksa. Akhirnya Max menangis dalam hati. “Kenapa aku harus melakukan semua yang diinginkan adik-adiknya?Lalu bagaimana jika Yume tidak ada di rumahnya. Atau ia tidak ingin menerima bunga ini. Atau jangan-jangan dia tidak ingin berbicara padaku. Lalu aku harus bagaimana?" Max menangis dalam hati. Ia bersyukur Hanna tidak meminta apa-apa. Tapi ternyata Max salah. Ternyata Hanna pun ingin ikut. Tapi Max pun mengizinkan. Karena setidaknya Yume menyukai Hanna.
Jadi, jika Yume tidak ingin berbicara pada Max. Yume bisa bermain dengan Daniel dan Hanna. Max pun memberi syarat pada Hanna. Agar ketika sampai sana Hanna harus berbicara. Di tengah perjalanan Max melihat penjual bunga. Ada setangkai bunga seruni di sana. Max berfikir mungkin sebaiknya ia memberikan setangkai seruni saja. Dan tidak perlu memberi bunga matahari karena terlalu banyak. Lalu ia membelinya. Ketika ingin membuang bunga matahari ia teringat Alex. Ia akhirnya memutuskan untuk tidak membuangnya.
Akhirnya mereka sampai di rumah itu. Ternyata Yume tidak ada di rumah. Sesuai dengan prediksi Max. Tapi walaupun Max sudah memprediksikannya. Mengetahui bahwa ternyata Yume benar-benar melakukan ini, membuat Max begitu sakit hati. Max pun mengajak kedua adiknya pulang. Tapi Daniel menolak. Akhirnya mereka bertiga masuk ke dalam. Dan berbincang-bincang pada ibunya Yume dan kakaknya Yume. Sore pun datang. Max memutuskan untuk pulang tapi Daniel dan Hanna menolak. Max menangis dalam hati.
Max terdiam di kursi ruang tamu. Hanna dan Daniel bermain bersama ibunya Yume. Akhirnya kakak laki-lakinya Yume pun mengajaknya keruang keluarga. Dan mereka menghabiskan waktu berdua. Sudah jam sembilan malam. Yume memutuskan untuk pulang. Yume pun langsung tidur. Keesokan shubuhnya ia terbangun dan ingin mengambil air wudhu. Ketika ingin ke kamar mandi di lantai bawah dan melewati ruang keluarga ia pun tersandung oleh sebuah kaki. Ia pun terjatuh dan kepalanya terbentur. Orang itu segera bangun. Yume begitu ketakutan. "Siapakah itu. Mungkinkah itu maling?" Yume berusaha bangun. Lampu dinyalakan oleh orang itu.
Dan yume menatap Max. Yume merasa bingung. Mungkinkah ia masih berada dalam mimpi. Karena kenapa tiba-tiba Max ada di rumahnya. Max menatap Yume dengan kecemasan. Ia pun mengambil P3K. Dan mengobati luka Yume. Ternyata ia berdarah untunglah darahnya tidak keluar banyak. Yume masih tidak mengerti. Dan akhirnya ia memutuskan bahwa ia masih berada di dalam mimpi. Jadi ia diam pasrah saat diobati. Lalu ia pun berfikir kenapa ia harus memimpikan Max. Ini jarang terjadi. Ia berusaha bangun dari tidurnya untuk sholat shubuh.
Max telah selesai mengobati Yume. Bersamaan dengan itu kakak Yume bangun “Sedang apa kalian.” Max tampak begitu terkejut. Lalu ia pun mengendalikan dirinya kembali. “ Tadi Yume tersandung kaki ku dan terjatuh. Darahnya keluar begitu banyak. Tapi untunglah akhirnya darahnya berhenti keluar. Sekarang sudah selesai diobati.”
Kakaknya Yume mengangguk “Hemm,,, begitu. Kalau begitu ayo kita lekas sholat Shubuh.” Yume pun sadar ternyata ia tidak sedang bermimpi. Setelah selesai shalat berjamaah dan membaca Al-Qur`an. Ia menuju kamar ibunya. Ibunya telah selesai sholat. “Hai Yume. Kau sudah pulang? Dari kemarin malam ya? Aku tidak menyadari kehadirnanmu kemarin malam.” Yume menjawab singkat “Aku langsung tidur karena lelah.” Ibunya mengangguk dan menyuruhnya menjaga Hanna dan Daniel yang sedang tertidur. “Ibu, mereka datang dari kemarin?” Ibunya mengangguk “Bahkan mereka datang dari kemaren pagi tidak beberapa lama saat kau pergi. Yume mengangguk.
Ia pun segera tiduran dan memperhatikan wajah Hanna yang sedang tertidur ia pun tertawa sendiri. Lalu ia pun ikut tertidur. Hanna terbangun. Melihat Yume ia pun membangunkannya. “Yume angun.” Yume terbangun dan menatap Hanna. “Kau sudah bangun Hanna? Ayo kita mandi.” Mereka mandi berdua. menggosokkan badan Hanna serta memainkan busa di rambutnya. Lalu membentuknya menjadi es krim. Hanna pun meniup busa itu. Dan gelembung balon itu terbang. Mereka berdua tertawa senang. Dan melakukan hal itu terus menerus tidak pernah bosan. Air yang tadinya hangat pun berubah jadi dingin. Yume takut Hanna masuk angin karena kelamaan mandi. Akhirnya Yume. Membilas tubuhnya dan tubuh Hanna.
Lalu menyelimuti tubuh Hanna dengan handuk. Yume segera handukan dan memakai baju. Setelah itu Yume memakaikan baju Hanna. Dan membangunkan Daniel serta memandikannya. Lalu memakaikannya baju. Selanjutnya mereka semua pun makan. Acara makan itu berlangsung dengan khidmat karena mereka semua terdiam hanyut dalam pikirannya masing-masing.
Akhirnya kakaknya berbicara. Karena pikirannya sudah penuh dengan sebuah pertanyaan. Ia pun bertanya pada Yume “Ini sahabatmu kan Yume? Kenapa kau bersikap seolah-olah tidak mengenalnya. Dan aku malah berfikir bahwa dia jadi seperti sahabatku bukan sahabatmu.” Yume pun menjawab bijak “Jika kau menginginkan dia menjadi sahabatmu maka jadikanlah dia sahabatmu.” Yume merasa jika ia terus menerus berada di ruangan itu ia pasti akan terpojok. Ia pun bangun dari kursinya.
“Ibu aku sudah selesai makan.” Ibunya menatapnya “Bahkan kau belum menghabiskan makananmu Yume.” Yume bersikeras “Tapi aku sudah kenyang.” Kakaknya berteriak “Jaga sopan santunmu di depan tamu Yume. Setidaknya kau harus mengucapkan satu kalimat untuk tamu mu.” Yume berhenti dan berbalik. “Aku harus pergi sebentar maafkan aku karena harus meninggalkan kalian adik-adik manis.” Yume pun segera pergi. Kakaknya masih kurang puas. “Kau belum mengatakan apa pun untuk Max. Ia sudah ada di sini dari kemarin hanya untukmu.” Yume berbalik. Sekarang ia sedang ada di pintu. Ia berusaha tersenyum “Aku sudah memaafkanmu. Jadi kau harus memaafkan ku karena aku harus pergi dan tidak bisa menemanimu lebih lama.” Max mengangguk “Pergilah jika kau ingin pergi. Aku akan tetap di sini bersama kakakmu.”
Yume segera pergi. Ia memikirkan maksud perkataan Max. "Apa yang ia katakan? Apa ia bermaksud agar berada di rumah ini satu malam lagi?" Yume pun begitu bingung harus kemana hari ini. Ia pun ke kamarnya untuk mengambil tasnya. Ia menemukan bunga matahari di kamarnya. Ia menerka-nerka apakah kemarin ada bunga ini. Entahlah yang jelas kemarin Yume merasa begitu mengantuk sehingga ia langsung tidur. Ia menatap bunga itu. Dan ia menatap ada satu tangkai bunga seruni. Ia terkekeh "Apa maksudnya ini? Kenapa hanya satu tangkai?" Ia melihat sebuah surat dan membacanya. Isinya hanyalah permintaan maaf dari Max.
Dan surat dari Alex yang mengatakan bahwa dirinya harus memaafkan Max. Lalu mengundang Alex untuk ke rumah ini. Agar ia bisa membaca cerita itu. Yume tidak habis pikir kenapa Alex tidak datang saja kemarin. Jadi sekalian. Yume pun berusaha untuk tidak memikirkan hal itu. Malam harinya Yume pulang. Dan menemukan Alex berada di kamarnya. Bersama Hanna dan Daniel. Yume memeluk Alex. Dan memberikan buku itu agar ia membacanya. Yume bermain dengan Daniel dan Hanna. Karena kamar itu begitu berisik Alex pun membaca di luar.
Saat bermain, Daniel pun mengatakan bahwa “Max mencintaimu. Dan dia berharap kau memaafkannya.” Yume terdiam. Lalu ia pun menjawab “ Kalau begitu katakan padanya bahwa aku sudah memaafkannya.” Yume tersenyum dan mengacak-acak rambut Daniel. Daniel pun menggeleng. “Kakakku tidak akan percaya. Sekarang ia sedang berada di taman dan memainkan biolanya. Sekarang datanglah padanya. Dan katakan kau juga mencintainya.” Wajah Yume memerah karena marah. “Aku tahu larimu sangat cepat Daniel. Maka dari itu larilah kepadanya bahwa aku telah memaafkannya tapi tidak mencintainya. Ayo sekarang larilah ke sana. Dan hiburlah kakakmu.” Daniel menggeleng. “Kakakku akan pulang malam ini bersama kami jika kau tidak datang ke taman itu.
Yume mendengus kesal. “Baiklah sekarang kau boleh berlari ke taman itu dan katakan aku telah memaafkannya dan telah mencintainya.” Daniel menggeleng. “Kau tidak memaafkan kakakku dan tidak mencintainya. Mungkin sebaiknya kami pulang.” Daniel menurunkan Hanna dari tempat tidur lalu menggandeng tangan Hanna menuju keluar. Dari luar kamar, Yume mendengar bahwa Daniel berkata kepada kakaknya “Kakak sudah saatnya kita pulang. Ka Max sudah menunggu kita di taman." Alex meminta izin untuk meminjam buku tersebut. Yume pun mengikhlaskan buku itu menjadi milik Alex. Karena Yume tau ia tidak akan bertemu dengan mereka lagi. Karena ia tidak ingin ke rumah mereka.
Yume menatap sedih ke luar jendela. Suara biola semakin jelas terdengar. Max pun lewat ia memainkan biolanya dan menatap Yume. Tatapan mereka terpaut. Yume tahu mungkin saat itu jiwa Max berusaha masuk ke dalam diri Yume melalui mata Yume. Yume pun akhirnya bersembunyi di balik tirai dan menjatuhkan dirinya. Terduduk. Berharap jiwa Max tidak sempat masuk ke dalam dirinya. Suara biola pun menjauh. Yume menatap ke arah jendela. Sudah tidak ada siapa-siapa. Ia pun menutup jendelanya. Mengunci pintu. Mematikan lampu dan tidur.
Ternyata ia salah. Jiwa Max telah berhasil menyusup ke dalam dirinya. Jiwa Max telah meninggalkan tubuhnya. Sehingga saat ini tubuhnya sedang koma di rumah sakit. Dan Yume tidak mengetahui keadaan Max. Karena ia tidak pernah mengunjungi keluarga empat bersaudara itu lagi. Tapi Yume merasa ia selalu bersama Max. Karena setiap malam tiba Yume terus bermimpi tentang Max. Dalam mimpi itu Max terus meminta maaf pada Yume. Mengatakan bahwa ia merindukan dan mencintainya. Serta selalu mengatakan ia ingin bertemu dengan Yume. Tiga tahun pun berlalu. Mimpi itu masih datang setiap malamnya. Dan Max pun masih di rumah sakit. Terkadang di dalam mimpi Yume, Max mengajaknya ke sebuah tempat tapi Yume terus menolak hingga akhirnya karena Yume merasa begitu merindukan Max ia pun ingin menemuinya dan memutuskan untuk pergi ke tempat itu.
Bunga matahari dan Seruni di vas sudah tidak ada. Tapi kedua bunga itu kini sudah ada di tamannya serta di taman hatinya. Yume sadar jika berada di vas itu terus pun sang bunga akan layu. Dan Yume tahu jika bunga itu layu maka cinta mereka berdua pun akan layu. Yume memetik bunga seruni. Lalu membawanya. Mereka janjian di stasiun kereta api jam delapan malam. Dan kereta itu pun aku membawa mereka ke suatu tempat. Mungkin tempat itu bernama pulau rindu karena mereka saling merindukan satu sama lain. Perjalanan naik kereta akan begitu lama. Sehingga mungkin mereka akan sampai di pulau itu di pagi hari yang segar.
Tapi semuanya berbeda dari kenyataan. Jam delapan berlalu menjadi jam sembilan. Dan jam demi jam pun berlalu. Awalnya tempat itu begitu rame lalu tiba-tiba menjadi sepi. Yume terus menunggu Max. Tapi ia tidak melihat Max. Ia pun berfikir mimpi itu hanya sebuah kebohongan. Mimpi itu hanyalah sebuah khayalannya saja. Yume pun merasa sedih. Lalu ia melihat segerombolan preman datang mendekat. Serta satu orang gila yang begitu tampak kumal. Yume menangis dalam hati. Habislah riwayatnya. Ia mengutukiny dirinya sendiri karena telah memutuskan untuk datang ke sini.
Akhirnya ia berusaha lari dari tempat terkutuk itu. Ia pun mendengar suara langkah kaki. Ia menyadari bahwa ada yang mengejarnya. Ia menangis. Ia terus menjerit dalam hati. Ia menyalahi diri sendiri, karena seharusnya ia tidak perlu datang ke sini. Sepatu haknya patah. Ia melepas sepatu haknya. Dan terus berlari. Hingga ia begitu cape. Dan terjatuh ia pun bersembunyi ke bagian tempat tergelap. Berharap mereka tidak menemukannya. Tapi ia sadar tempat ini adalah jalan buntu. Kalau ia tertangkap di sini ia tidak bisa berlari lagi. Ia menangis dalam keheningan. Dia terus memanjatkan sebuah doa.
Lalu ia melihat sebuah bayangan. Bayangan itu semakin dekat ia menangis terus menerus dan berusaha tidak mengeluarkan sebuah suara isakan. Apa yang harus ia lakukan. Ia begitu bingung. Apakah ia harus keluar dari tempat persembunyiannya lalu menghadapi mereka satu persatu. Atau mungkin sebaiknya ia berlari mumpung ia memiliki sebuah kesempatan. Tapi tidak ada waktu untuk memilih karena tiba-tiba ada sebuah tangan menarik lengannya begitu kencang. Ia ingin berteriak. Tapi sebuah tangan pria itu menutup mulut Yume.
Yume mencium aroma tangan tersebut. Tapi aroma itu memberinya sebuah kenmanan. Apakah ini obat bius? ia bergidik. Apakah ia mengenali aroma ini. Yume berfikir keras. Orang yang memegangnya pun membawa Yume bersembunyi. Yume merasa ganjil. Kenapa harus bersembunyi? Yume menggigit tangan itu. Dan menatap laki-laki di belakangnya yang meringis kesakitan menahan suara agar tidak keluar.
Yume terkejut karena laki-laki dihadapannya adalah Max. Lalu Max menatap Yume. Pandangan mereka saling terpaut. Mungkinkah saat itu jiwa mereka berpindah tempat sebentar. Lalu mereka mendengar suara orang mendekat. Dan jiwa mereka pun kembali ke tubuhnya seperti sedia kala. Max keluar dari persembunyian lalu melawan mereka semua dengan tendangan mautnya. Setelah itu Max dan Yume berlari. Max memberhentikan sebuah taksi. Mereka semua duduk membisu. Hanyut dalam pikirannya. masing-masing. Dan membuat suasana menjadi canggung. Jantung Yume berdegup kencang karena bersyukur Max datang di saat yang tepat.
Max menatap Yume. Yume tahu dirinya sedang diamati. Tapi ia tidak menatap balik. Yume ingin tahu apa yang sedang dipikirkan Max tentang dirinya. Yume ingin sekali menatap mata Max. Dan memasukan jiwanya pada diri Max sehingga Yume bisa tahu apa yang sedang dipikirkan Max. Tapi Yume menahan keinginannya. Max pun berkata dan tersenyum memecah kesunyian yang dingin. “Aku tahu suatu saat kau pasti datang.” Yume terdiam ia menatap ke luar jendela. Lalu ia pun tertidur , ia begitu lelah sekali. Max membangunkan Yume. Lalu membayar taksi. Setelah itu mengantarkannya masuk ke dalam rumah. Yume menatap Max. Max pun tersenyum “Terima kasih sudah datang.” Yume ingin sekali memeluknya. Tapi Max sudah pergi. Dan Yume hanya bisa menatap punggunnya.
Lalu Yume masuk ke dalam rumah. Dan menuju ke kamarnya. Ia mendengar alunan biola. Ia menatap keluar. Ternyata Max. Ia kira Max sudah pulang. Lalu ia melihat bunga yang ia pegang. Masih segar. Ia lupa memberikannya pada Max. Yume berharap Max menatapnya. Max pun menatap Yume. Yume pun melempar bunga itu. Max menangkapnya. Mereka saling tersenyum. Yume pun menutup jendela dan menuju tempat tidur. Di balik selimutnya masih ada setangkai bunga yang sama yang berada pada Max. Mungkinkah saat ini mereka sedang menatap bunga yang sama dalam waktu yang bersamaan.
Yume pun segera tertidur. Suara biola terdengar kembali. Mengantarkan Yume ke alam mimpinya. Dan mulai hari itu Yume tidak memimpikan Max lagi. Karena jiwa Max sudah kembali pada tubuhnya. Setiap malam biola itu terus mengalun. Ketika Yume ingin menutup jendela. Yume mendapati Max di luar. Ia pun tersenyum. Dan Max pun membalas senyuman itu. Terkadang Yume menatap Max terus menerus. Max begitu hebat memainkannya. Yume mendengar suara ketukan di pintu. Ia buru-buru menutup jendela dan tertidur ia bersyukur. Lampu sudah dimatikan sejak tadi. Suara ketukan pintu berhenti. Ibu Yume kembali ke kamarnya. Dan Yume pun tertidur dengan alunan biola itu.
Esok malamnya. Ibu Yume keluar menemui Max. “Alunan yang bagus Max. Tapi jika setiap malam kau selalu ada di luar rumah apakah keluargamu tidak mengkhawatirkanmu? Aku berharap besok kau ada di rumahmu.” Semenjak itu Yume tidak pernah mendengar alunan biola Max. Ia pun menghela nafas pasrah . Esok harinya ayah Yume datang. Tapi ayah Yume datang dengan sebuah kabar buruk. Yume akan dinikahkan oleh seseorang yang tidak yume kenal. Laki-laki itu adalah anaknya teman ayah Yume. Yume begitu gelisah. Setiap malam tidak ada Max diluar dengan biolanya juga tidak ada Max dalam setiap mimpinya. Ia tidak tahu harus bagaimana.
Hari demi hari terus berlalu. Dan hari pernikahan itu pun segera tiba. Di malam hari Yume menangis tersedu-sedu. Ibunya datang ke kamarnya. Yume menceritakan kepada ibunya bahwa ia tidak akan menikahi orang yang tidak ia cintai. Dan cintanya sebenarnya hanya bisa ia berikan pada Max dari pertama kali mereka bertemu. Sang ibu juga ikut menangis. Ketika esok hari tiba. Setelah Yume sudah didandani begitu cantik. Lalu ketika akad nikah itu dimulai. Yume tahu sebenarnya sang ibu ingin berteriak agar semua ini dihentikan. Tapi Yume menolak. Ia tidak ingin sang ayah marah kepada ibunya juga. Ia berfikir cukup dirinya sajalah yang dihukum dan dibenci ayahnya.
Yume bangkit. Dengan derai air mata ia meninggalkan pernikahannya. Ia membawa sebuah tas kecil. yang sudah ia siapkan semenjak kemarin malam Sang ayah berteriak agar Yume berhenti. Tapi yume terus berlari. Ayahnya begitu marah besar dan mengatakan pada Yume agar Yume tidak kembali ke rumah ini. Yume tetap menangis dan berlari. Pada saat Ayah Yume berkata seperti itu suara guntur pun menggelegar. Langit mendung. Angin berhembus kencang membawa awan mendung. Hujan akan segera turun. Menunggu waktunya tiba.
Yume terus berlari dan menghentikan taksi. Lalu ia tersenyum ketika sudah sampai rumah Max. Tapi rumah Max begitu ramai. Dan diselimuti sebuah kebahagiaan. Yume mengintip dan melihat Max sedang menukar cincin dengan seorang wanita yang begitu cantik. Max terlihat begitu bahagia. Max tersenyum memikat. Suara guntur bunyi kembali. Langit serasa runtuh bagi Yume. Hujan turun.
Yume merasa konyol dengan baju pernikahannya yang basah kuyup terkena hujan dan terkadang terkena cipratan mobil lewat. Ia pun menangis bersama sang awan. Ia terduduk memeluk kakinya dengan begitu kencang serta menahan rasa dingin. Ia tersenyum tipis setidaknya ia menangis bersama sang awan. Air mata Yume pun keluar lebih banyak dan terus menerus. Di sekitarnya begitu gelap. Yume pun merasa tidak bisa mengenali dirinya sendiri.
Bajunya sudah basah kuyup semenjak beberapa jam yang lalu. Ia begitu kedinginan dan laper. Sangat ironis sekali. Di dalam mereka begitu bahagia tapi kenapa diluar ia hanya merasa sedih sendirian. Ia menatap genangan air. Mungkin seperti itulah dirinya. Mulai sekarang mungkin tidak akan pernah ada yang mengenalinya termasuk dirinya. Ia memeluk lututnya dengan begitu kencang. Karena begitu kedinginan. Ia pun gemeteran. Mungkin rasanya ia ingin pingsan. Tangannya pun merangkul bahunya sendiri. Berusaha melawan dingin. Mulutnya mulai gemeteran.
Selimut tebal menyelimuti Yume. Dan sebuah payung berada di atasnya. Ia mencari seseorang yang memegang payung itu. Ternyata Max dengan cincinnya yang indah. Yume kembali tertunduk dan mengeluarkan air mata. Max pun ikut jongkok. Dan berusaha membuat selimut itu menyelimutinya. Max menatap Yume. Hanya ada kesedihan di matanya. Max tidak perlu mengeluarkan jiwanya untuk masuk ke dalam diri Yume dan mengetahui isi hatinya karena Max sudah mengetahui perasaan Yume setelah melihat expresi wajah Yume. Max berusaha memeluk Yume tapi Yume menolak.
Max pun berkata ”Sebenarnya aku ingin menikah denganmu. Tapi ternyata kau akan menikah dengan laki-laki yang dipilihkan oleh ayahmu. Jadi aku menerima pernikahan ini.” Yume menatapnya. "Seharusnya kau memberi tahuku. Jika kau ingin menikahiku." Max menatap jari-jari Yume. “Bukankah seharusnya kau sudah menikah? Di mana cincin pernikahanmu? Lihatlah sebelum hujan pasti Baju pengantinmu begitu bagus. Dan suami mu pun akan mencintaimu dalam pandangan pertama. Seperti pertama kali aku bertemu denganmu di pantai itu, bersama adik-adikku.” Max mengembalikan kenangan lama.
Yume meletakan kepalanya ke lututnya. Istri Max pun datang dengan payungnya. Dan menarik lengan Max “Max ayolah mereka menunggu kita di dalam untuk memberikan selamat untuk kita.” Max tersenyum “ Tidak akan lengkap tanpa bisikan selamat dari gadis ini.” Yume mendengus kesal. Istri Max menatap Yume dengan tatapan jijik. Karena Tubuh Yume terkena lumpur bekas semprotan mobil lewat.
Istri Max pun menanyakan siapakah gadis yang sedang mendekap lututnya itu. Dan tugas Max memperkenalkan orang pun muncul kembali “Dia Yume, sahabatku. Oh ya aku akan masuk ke dalam jika kau memanggilkan Alex untuk datang ke sini.” Istri Max pun masuk ke dalam untuk mencari Alex. Max berkata kepada Yume kembali “Kau akan sakit jika berada di sini terus. Aku harap kau ingin masuk ke rumah kami.”
Yume mengeluarkan kegelisahannya. Dan ingin segera menyudahi pembicaraan ini. “Max tak bisakah kita bersama? Tak bisakah kita menikah? Selama tiga tahun itu. Aku tidak terlalu merasakan keberadaanmu.” Max tersenyum “Walaupun aku selalu hadir dalam mimpimu? Walaupun jiwaku masuk ke dalam dirimu dan meninggalkan tubuhku di dalam rumah sakit?" Yume menatapnya. "Kau dirawat di rumah sakit?" Max mengangguk.
Lalu Max menjawab "Maafkan aku Yume aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk kisah cinta kita berdua yang entah kenapa bisa menjadi hancur dan berakhir seperti ini." Yume menatapnya mendengus kesal. “Kau bisa menceraikannya Max.” Max tersenyum “Di saat aku baru menikahinya? Bahkan aku belum merasakan malam pertamaku.” Yume tersenyum muak “Itu seterah kau Max. Kau berhak memilih. Jika kau mencintaiku, maka datanglah padaku.” Max tersenyum lagi. Entah kenapa ia begitu bahagia. Mungkin karena ia telah menikah. Mungkinkah Max mencintai istrinya?
“Kau tahu Yume? Perkataanmu tadi mengingatkanku tentang permintaanku agar kau mau mendatang iku ke taman rumahmu, jika kau mencintaiku. Tapi kau tidak datang walaupun kau mencintaiku.” Yume menatap wajahnya di genangan air. Ia pun menyalahkan dirinya. Karena malam itu ia tidak datang hanya karena beralaskan sebuah ego.
Alex datang bersama istri Max. “Tolong layani Yume.” Max pun masuk ke dalam bersama istrinya. Yume menatap punggung Max dan istrinya. Mereka tertawa mesra. Yume pun akhirnya menyadari ternyata Max lebih memilih mendatangi istrinya di banding dirinya. Mungkinkah Max mencintai istrinya. Tapi bukankah mereka baru mengenal? Bagaimana bisa tiba-tiba mereka menjadi saling menyukai? Cinta dalam pandangan pertamakah? Pertanyaan-pertanyaan itu menari-nari di otak Yume mencari jawaban. Tapi sayang jawaban itu tidak ada di otak Yume. Jadi, mereka pun menari tanpa pasangan.
Alex membawa Yume ke kamar mandi. Membuka baju Yume yang basah. Dan mengantarkan Yume memasuki buth up. Kelopak-kelopak bunga berwarna putih berpusar di permukaan air yang beruap. Yume duduk hingga dagunya menyentuh permukaan air. Dia berusaha menyembunyikan kepolosan tubuhnya. Alex pun memijat tangan, punggung, leher, kepala dan kaki Yume.
Rambutnya dicuci dengan shampo yang beraroma seperti hujan musim semi,citrus, dan madu. Alex menggosok telapak kaki Yume dengan batu kasar. Kulitnya merinding. Alex pun mengikir kuku-kukunya. Rasanya seperti tarian. Dan dia adalah pasangan yang bergerak ragu-ragu. Lalu Alex membaluutkan handuk pada tubuh Yume dan memakaikannya baju tidur. Alex pun tidak lupa menyisir rambut Yume. Dan Yume pun segera tertidur. Walaupun sebenarnya ia tidak bisa tertidur. Entah sedang apa Max sekarang. Mungkinkah ia sedang bersenang-senang?
Suara biola terdengar. Yume berlari ke arah balkon. Max pun meloncat ke atas. Ia menyetel kaset Classic di kamar Yume. "Mau berdansa denganku Yume?" Suara Max terdengar merdu. Yume pun tersenyum. Tiba-tiba terdengar suara orang mengetok pintu. Max segera bersembunyi. ke dalam lemari Yume membuka pintu.
“Kau melihat suamiku Yume? Yume tersenyum “Sungguh lucu jika kau mencari suami mu sendiri di malam pertamamu.” Istri Max tampak kesal lalu mulai masuk tanpa meminta izin. Yume merasa kesal “Akan terdengar lebih lucu lagi. Jika kau mencari suami di kamar wanita lain dan mengobrak abrik kamarnya."
Yume menatap Istri Max yang sedang mengobrak-abrik bantal, dan selimut. Yume pun berteriak "Apa yang kau lakukan. Hentikan kamarku menjadi merantakan.” Istri Max melirik “Ini bukan kamarmu bahkan ini bukan rumahmu.” Yume pun membalasnya “Dan itu bukanlah sebuah alasan yang bisa membuatmu mengacak-ngacak kamar ini dengan sesuka hatimu.” Dan akhirnya Istri Max membuka lemari. “Hentikan.” Yume berteriak. Istri Max tersenyum “Ada apa Yume? Kenapa kau berteriak? Apakah ada suamiku di dalam sini?” Ia membuka lemari itu tapi tidak ada siapa-siapa di dalam lemari itu. Yume merasa aneh. Karena tadi ia sangat yakin sekali membantu Max untuk masuk ke dalam lemari. Tapi Yume pun bersyukur. Setidaknya istri Max tidak mengetahui bahwa Max sempat kesini sebentar.
Terdengar suara Max dari kamar sebelah. “Sayang kemana kau?” Istri Max pun segera kembali ke kamar itu. Yume masuk ke dalam lemari itu. Dan mendengarkan sebuah suara. “Kau habis kemana Max?” Max pun menjawab. “Aku habis dari meja makan. Untuk makan sebentar. Tapi aku mendengar suaramu. Jadi aku tidak jadi makan.” Istri Max pun berlari keluar untuk mengambil makanan. Tapi Max melarang. Ia pun ingin tidur saja. Istri Max pun protes “Tapi Max bukankah itu kursi.” Max pun menatap istrinya. “Untuk malam ini bolahkan aku tertidur di sini? Sekarang bulan purnama. Aku takut aku tidur dengan rusuh. Siapa tahu tiba-tiba aku menendangmu dengan sangat kencang.” Akhirnya istrinya pun mengangguk.
Yume mengambil selimut dan bantal. Ia pun tertidur di lemari itu yang ternyata Yume bisa membaringkan badannya di lemari itu. Saat tengah malam tiba Max mengetuk kayu itu dan meminta izin untuk masuk. Tapi Yume tidak mendengar suara Max karena ia sudah tertidur. Max pun tidak bisa mendorong kayu tersebut karena Yume tertidur di baliknya. Akhirnya Max pun tertidur di kursi panjang itu. Tepat di sebelah Yume, walaupun hanya terpisahkan oleh sebuah papan kayu. Yang mungkin bisa berbaliki jika kau mendorongnya.
Ketika hari esok tiba. Max mengajak Yume pergi jauh. Yume memberi alasan kepada keluarga Yume untuk pulang ke rumahnya. Tapi expresi Yume berkata lain, karena ia teringat ia telah diusir oleh ayahnya, dan tidak diizinkan pulang ke rumah itu lagi. Yume pun merasa ia akan begitu merindukan keluarganya. Sedangkan Max memberi alasan kepada istrinya bahwa ia akan bekerja di luar kota. mencari sesuap nasi untuk mereka. Yume dan Max berpencar. Dan bertemu kembali di pantai pertama kali mereka bertemu. Lalu mereka pun pergi ke luar kota. Dan menikah di sana.
Mereka berlima pun ke taman. Max menggendong Daniel agar tidak lari-larian. Dia begitu takut jika Daniel tertabrak mobil, ataupun motor. Dan Yume pun menggendong Hanna. Ia sudah mulai terbiasa merasakan berat badan Hanna. Seperti biasa Yume pun mendekap erat Hanna agar tidak kedinginan. Lalu menciumnya. Ia pun bersyukur bisa merasakan memiliki adik walau sebenarnya tidak memiliki seorang adik satupun.
Alex yang merasa tidak tahu harus menggendong siapa. Akhirnya tangan kanannya memegang lengan Max yang sedang sibuk menggendong Daniel. Dan tangan kirinya memegang lengan Yume yang saat itu sedang sibuk mendekap Hanna. Akhirnya mereka sampai di taman. Bagi Yume ini semua bagaikan seperti olah raga mengangkat barbel. Karena pada akhirnya Yume pun berkeringat. Max pun menyuruh Alex membeli es. Daniel pun meronta turun. Dan dalam hitungan detik ia telah berlari menghilang.
Max menatap keringat Yume "Cape ya? Sini Hanna aku gendong." Yume pun melepaskan Hanna. "Max,jangan bilang Daniel hilang lagi." Max tertawa. "Tenang dia tidak akan hilang lagi. Karena aku telah memberikannya alat sensor. Jadi jika dia telah menghilang dan pergi menjauh sepanjang sepuluh meter. Sensor itu akan berbunyi. Dan akan memberi Daniel petunjuk pulang. Atau sensor itu akan membunyikan alamat rumah kakek sehingga jika ada yang menemukan Daniel dan mendengar suara sensor itu, orang itu bisa mengantarkannya pulang."
Yume memiringkan kepalanya. Dan menatap Max. Ia mencari kejujuran di mata Max. Tapi hanya ada tawa. Yume pun tersenyum "Kau bohong ya? kata orang jika kita ingin menegetahui kadar kejujuran orang maka lihatlah matanya. Tapi bagiku. Aku tidak perlu cape - cape menatap matamu dan jiwaku tidak perlu repot-repot masuk ke tubuhmu melalui matamu. Karena aku sudah cukup melihat dan mendengar tawamu yang memeberi isyarat kau berbohong." Tawa Max semakin kencang. Yume menggelengkan kepala.
"Bohong kok malah senang dasar kau." Yume menonjok bahu Max. Max pun berkata "Tapi andai ada alat sensor itu pasti menyenangkan. Kita tidak perlu cape-cape mencarinya." Yume pun lekas menjawab "Tapi bagaimana jika yang menemuka Daniel adalah orang jahat? bukankah dia bisa di culik?" Max terdiam. Hanna pun berbicara "Haus." Yume terkejut "Huwaaa,,,,Hanna berbicara. Aku baru pertama kali mendengar suaranya." Max menatap Yume dengan tatapan sinis "Kau ini. Kau kira adikku boneka sehingga tidak bisa berbicara hah? Lagipula bukankah waktu pertama kali ketemu, kau bermain dengan Hanna? Lalu apakah dia tidak berbicara sama sekali?"
Yume menggeleng. “Tidak dia hanya tertawa.” Max tersenyum "Adikku ini hanya akan berbicara kepada orang yang dia sukai." Yume merenggut. "Maksudmu apa? Maksudmu dia tidak menyukaiku hah?" Yume pun menatap Hanna "Hanna aku begitu menyukaimu. Dan aku berharap kau menyukaiku. Jadi, ayo berbicaralah padaku. Tunjukan pada Max bahwa kau menyukaiku" Hanna terdiam dan menatap Yume dengan tatapan polos. Max tertawa "Hahaha,,,,ditolak anak kecil. Memalukan." Yume berusaha membela diri "Dia masih terlalu kecil untuk mengerti maksudku." Max menjawab, dan tersenyum "Oh, yah? tapi dia mengerti maksudku." Yume cemberut "Coba buktikan." Max pun berbicara pada Hanna. "Hanna aku mencintaimu. Apakah kau mencintaiku?" Hanna mengagguk.
Yume cemberut. Max tersenyum "Lihat Hanna mengangguk itu artinya ia mencintaiku juga. Dia membalas cintaku. Sepertinya dia tidak menyukaimu. Aku akan bertanya padanya. Hanna apakah kau menyukai wanita disebelahku ini?" Hanna menggeleng. Max merasa di atas awan "Lihat apa yang dia katakan." Yume hampir menangis, suaranya bergetar. " Tapi ia belum mengeluarkan suaranya." Max pun menyuruh Hanna bersuara. "Hanna ayo bicara sayang." Hanna pun berbicara “Gak cuka kak Yume. Tapi Cinta. "
Dan Hanna pun meminta Yume memangkunya. Yume menangis. Dan tertawa lalu menatap Max dengan mata penuh linangan air mata "Kau dengar apa yang Hanna katakan Max? Cintaku tidak ditolaknya." Yume tersenyum bangga. Max pun berbicara santai " Kau tahu. Hanna berbicara seperti itu karena ia melihatmu ingin menangis." Yume menatap Max kecut. "Setidaknya Hanna mengasihaniku." Max tertawa. "Seharusnya kau malu Yume. Haha,,,meminta belas kasihan pada anak kecil. Memalukan." Yume menatap Max tajam lalu pergi.
Max pun langsung terbangun dari tempat duduknya "Kau ingin kemana? kau marah yah? maafkan aku. Aku tidak bermaksud sekejam itu untuk menyakiti hatimu." Yume tertawa. "Aku tidak marah padamu. Aku hanya ingin mencari Daniel dan Alex. Mereka sudah terlalu lama pergi. Aku khawatir mereka hilang." Max tersenyum "Jadi kau tidak marah, syukurlah. Kau membuatku takut. Ku kira kau akan marah dan akan menculik Hanna ku."
Yume menatap Max dengan tajam "Apa maksudmu? Apakah aku terlihat seperti orang jahat?" Max pun tertawa. Tawanya terdengar seperti tawa sebuah ejekan. Yume sudah tidak tahan. "Pegang Hanna erat-erat Max. Jangan sampai ada yang menculiknya termasuk aku." Yume berlari dan memegang air matanya. Max terpaku. Lalu mengejar Yume. Tapi sayangnya terjatuh. Dan Hanna menangis. Yume sudah terlalu jauh untuk mendengar suara Hanna.
Max pun menggendong Hanna "Hanna, jangan nangis yak. Kita sudah kehilangan Alex, Daniel dan Yume aku berharap kita tidak saling terpisah." Hanna pun terdiam. Wajahnya imut sekali. Alex pun datang. "Kakak ini es nya. Loh di mana Daniel dan Kak Yume. Daniel pasti sedang bermain. Lalu kak Yume mana?Apakah sedang bermain dengan Daniel? Atau membeli makanan atau mungkin kalian bertengkar?" Alex menatap kakaknya penuh selidik.
Max memberikan Hanna pada Alex. "Aku harap Yume sedang bermain dengan Daniel. Pegang Hanna. Kau harus menjaganya di sini. Jaga Hanna dan minuman itu. Aku akan mencari mereka berdua." Max pun berlari mencari Yume dan Daniel. Semakin lama ia pun menyalahi dirinya sendiri. Begitu jahatnya ia sampai membuat anak perempuan menangis.
Akhirnya setelah berlari begitu jauh. Max menemukan sebuah kolam. Tempat ini begitu sepi. Ia mendengar suara tangisan. Lalu ia sedang melihat Yume menangis. Ia mengelus kepala Yume yang dibalut kerudung. "Kau menangis Yume?" Yume begitu kaget dan berbalik. Setelah melihat wajah Max. Yume pun bergegas pulang. Max pun menatap kepergian Yume dengan wajah sedih. Ia pun mencari Daniel . Max berputar mengelilingi taman, kompleks serta alun-alun.
***
Yume bergegas ke mobilnya. Setelah lima menit kemudian ia dikagetkan oleh suara Daniel. Untung tidak terjadi kecelakaan. Yume pun menepi. “Daniel kenapa tiba-tiba kau ada di sini?” Yume pun berfikir mencari jawaban. Daniel bukanlah setan, jadi dia tidak mungkin menembus masuk ke dalam mobil. “Kakak tidak sadar ya. Saat kakak membuka pintu mobil aku berhasil masuk duluan.” Expresi wajah Yume pun terkejut. Dalam Hati Yume pun berkata. “Tidak, tidak mungkin. Apa aku begitu hanyut dalam perasaan dan lamunan ku sehingga aku tidak melihat Daniel saat ia masuk. Atau mungkin karena setiap hari Daniel main lari-larian sehingga gerakannya bisa secepat ninja. Yah mungkin seperti itu. Lihat keringatnya. Anak ini benar-benar energic dan hyper active.”
Yume pun sempat bingung. Apakah harus mengembalikan Daniel sekarang. Tapi ia malas bertemu dengan Max lagi. Apa sebaiknya memulangkannya nanti. Tapi keluarganya pasti mencarinya. Dan perkataan Max bahwa dirinya seperti orang yang mencurigakan suka menculik anak karena kecintaan terhadap anak-anak secara berlebihan mungkin bisa menjadi kenyataan.
“Kakak, kenapa diam?” Yume memaksakan sebuah senyuman. “Daniel tolong pakai sabuk pengamannya. Kita akan kembali ke rumah kakek.” Daniel cemberut “Padahal aku ingin main ke rumah kakak walaupun sebentar.” Yume menjawab lekas “Mainnya nanti aja ya, bersama keluargamu.” Daniel pun tersenyum polos. “Baik, esok aku akan mengajak Ka Max untuk datang ke rumah kakak.” Expresi wajah Yume berubah murung “Mungkin sebaiknya kau mengajak Alex saja.” Daniel merenggut “Kak Alex jahat. Aku ingin bersama kak Max saja.” Yume tambah murung.
Yume merasa tanggapan Daniel tentang Max yang begitu baik hati pasti salah. Ia berharap Daniel dan Max tidak akan pernah datang bermain. Yume pun membuat sebuah rencana. Esok ia harus pergi sebelum mereka datang dan pulang agak malam. Ia pun menyeringai. Mungkin jika sekarang Daniel menatap Yume ,ia akan ketakutan tapi ternyata ia sedang sibuk menatap ke luar jendela yang berada di samping. Lalu mobil berhenti. Yume mengetok pintu. Kakek membuka pintu. Lalu Yume memberikan Daniel dan berpamitan untuk pulang. Yume pun pulang. Ternyata memang harus berpamitan terlebih dahulu.
***
Max begitu lelah mencari. Lalu ia menuju tempat Alex. Tapi Alex dan Hanna sudah tidak ada. Rasanya Max ingin menjerit. Ia mengutuki dirinya sendiri. Kenapa semua orang menjadi menghilang? Max merasa seharusnya sejak awal ia tidak menyuruh Alex membeli es. Lalu tidak melepaskan Daniel. Serta tidak mengejek Yume dan tidak memberikan Hanna kepada Alex. Ia pun terduduk di rumput. Ia memeluk lututnya. Air matanya ingin keluar.
Tapi akhirnya ia bangkit. Dan berjalan lemas ke arah rumah kakek. Ia sudah begitu pasrah jika dimarahi dan dihukum. Ia membuka pintu dengan tatapan redup. Tatapan pertama ia melihat Daniel yang sedang berlari. Sebuah gairah muncul. Ia pun mengejar Daniel dan memeluknya. Lalu memukulnya “Kemana saja kau? Tahukah engkau aku mencarimu dengan rasa cape berlipat ganda terlebih aku merasa begitu cemas dan merasa begitu bersalah.”
Daniel tertawa. “Aku berlari-lari di taman. Lalu aku mengikuti Kak Yume yang berjalan lemas menuju mobilnya. Dan tahukah engkau kak. Ia seperti menangis saat itu. Lalu ketika ia melihatku. Ia merasa begitu terkejut luar biasa. Lalu ia menepikan mobilnya. Dan bertanya kenapa aku ada di dalam. Lalu ia terdiam beberapa menit. Ketika aku menghentikan lamunannya. Ia pun mengajakku pulang. Aku begitu sebal karena aku ingin sekali bermain ke rumahnya. Dia bilang aku harus pergi esok hari bersama keluargaku. Lalu aku mengatakan aku akan pergi bersama engkau. Tapi ia menolak dan mengatakan sebaiknya aku pergi dengan Kak Alex tapi aku tetap mengatakan bahwa aku akan tetap pergi bersama engkau. Lalu ia pun terdiam murung. Jadi, esok hari kita akan ke rumahnya kan kak?” Max hanya menjawab pertanyaan adiknya dengan senyuman.
Lalu Max mencari Alex dan Hanna. Ia pun menemukan Hanna sedang disuapi oleh Alex. Max mengambil makanan “Alex aku kan sudah bilang sebaiknya kau jangan pergi kemana-mana? Tapi kenapa kau pergi? Hampir saja aku begitu putus asa.” Alex membela diri ”Kakak pergi terlalu lama. Aku sudah begitu bosan. Dan Hanna sudah begitu lapar. Aku juga melihat ada seseorang yang begitu mencurigakan tidak berada jauh dari kami. Aku begitu ketakutan dan memutuskan untuk pulang.” Max teringat perkataannya kepada Yume. Lalu ia pun menjawab perkataan Alex “Tidak semua orang mencurigakan itu jahat.” Lalu Max membawa serealnya ke atap. Ia sering makan di sana. Jika sedang berada di rumah kakeknya.
Keesokan harinya. Daniel terus merengek agar kakaknya Max bersedia mengantarkannya. Sebenarnya Max agak sedikit malas. Karena terlihat jelas dari ucapan dan gerakan non verbal Yume mengatakan bahwa Yume tidak mengharapkan kedatangan Max. Tapi karena Daniel terus menangis. Akhirnya Max memutuskan berpakaian rapih dan pergi ke rumah Yume. Alex memberikan bunga. “Kak tolong berikan bunga ini pada kak Yume.” Max menolak ia begitu malu jika harus membawanya. “Apa tidak sebaiknya memberikan barang yang lebih kecil saja?” Hal ini agar ketika keadaan begitu tidak memungkinkan. Max jadi tidak perlu memberikan apa-apa. Sedangkan memberikan bunga matahari sepertinya akan begitu mencolok karena besar. Dan akan terasa malu sekali jika Yume menolaknya.
Tapi Alex terus memaksa. Akhirnya Max menangis dalam hati. “Kenapa aku harus melakukan semua yang diinginkan adik-adiknya?Lalu bagaimana jika Yume tidak ada di rumahnya. Atau ia tidak ingin menerima bunga ini. Atau jangan-jangan dia tidak ingin berbicara padaku. Lalu aku harus bagaimana?" Max menangis dalam hati. Ia bersyukur Hanna tidak meminta apa-apa. Tapi ternyata Max salah. Ternyata Hanna pun ingin ikut. Tapi Max pun mengizinkan. Karena setidaknya Yume menyukai Hanna.
Jadi, jika Yume tidak ingin berbicara pada Max. Yume bisa bermain dengan Daniel dan Hanna. Max pun memberi syarat pada Hanna. Agar ketika sampai sana Hanna harus berbicara. Di tengah perjalanan Max melihat penjual bunga. Ada setangkai bunga seruni di sana. Max berfikir mungkin sebaiknya ia memberikan setangkai seruni saja. Dan tidak perlu memberi bunga matahari karena terlalu banyak. Lalu ia membelinya. Ketika ingin membuang bunga matahari ia teringat Alex. Ia akhirnya memutuskan untuk tidak membuangnya.
Akhirnya mereka sampai di rumah itu. Ternyata Yume tidak ada di rumah. Sesuai dengan prediksi Max. Tapi walaupun Max sudah memprediksikannya. Mengetahui bahwa ternyata Yume benar-benar melakukan ini, membuat Max begitu sakit hati. Max pun mengajak kedua adiknya pulang. Tapi Daniel menolak. Akhirnya mereka bertiga masuk ke dalam. Dan berbincang-bincang pada ibunya Yume dan kakaknya Yume. Sore pun datang. Max memutuskan untuk pulang tapi Daniel dan Hanna menolak. Max menangis dalam hati.
Max terdiam di kursi ruang tamu. Hanna dan Daniel bermain bersama ibunya Yume. Akhirnya kakak laki-lakinya Yume pun mengajaknya keruang keluarga. Dan mereka menghabiskan waktu berdua. Sudah jam sembilan malam. Yume memutuskan untuk pulang. Yume pun langsung tidur. Keesokan shubuhnya ia terbangun dan ingin mengambil air wudhu. Ketika ingin ke kamar mandi di lantai bawah dan melewati ruang keluarga ia pun tersandung oleh sebuah kaki. Ia pun terjatuh dan kepalanya terbentur. Orang itu segera bangun. Yume begitu ketakutan. "Siapakah itu. Mungkinkah itu maling?" Yume berusaha bangun. Lampu dinyalakan oleh orang itu.
Dan yume menatap Max. Yume merasa bingung. Mungkinkah ia masih berada dalam mimpi. Karena kenapa tiba-tiba Max ada di rumahnya. Max menatap Yume dengan kecemasan. Ia pun mengambil P3K. Dan mengobati luka Yume. Ternyata ia berdarah untunglah darahnya tidak keluar banyak. Yume masih tidak mengerti. Dan akhirnya ia memutuskan bahwa ia masih berada di dalam mimpi. Jadi ia diam pasrah saat diobati. Lalu ia pun berfikir kenapa ia harus memimpikan Max. Ini jarang terjadi. Ia berusaha bangun dari tidurnya untuk sholat shubuh.
Max telah selesai mengobati Yume. Bersamaan dengan itu kakak Yume bangun “Sedang apa kalian.” Max tampak begitu terkejut. Lalu ia pun mengendalikan dirinya kembali. “ Tadi Yume tersandung kaki ku dan terjatuh. Darahnya keluar begitu banyak. Tapi untunglah akhirnya darahnya berhenti keluar. Sekarang sudah selesai diobati.”
Kakaknya Yume mengangguk “Hemm,,, begitu. Kalau begitu ayo kita lekas sholat Shubuh.” Yume pun sadar ternyata ia tidak sedang bermimpi. Setelah selesai shalat berjamaah dan membaca Al-Qur`an. Ia menuju kamar ibunya. Ibunya telah selesai sholat. “Hai Yume. Kau sudah pulang? Dari kemarin malam ya? Aku tidak menyadari kehadirnanmu kemarin malam.” Yume menjawab singkat “Aku langsung tidur karena lelah.” Ibunya mengangguk dan menyuruhnya menjaga Hanna dan Daniel yang sedang tertidur. “Ibu, mereka datang dari kemarin?” Ibunya mengangguk “Bahkan mereka datang dari kemaren pagi tidak beberapa lama saat kau pergi. Yume mengangguk.
Ia pun segera tiduran dan memperhatikan wajah Hanna yang sedang tertidur ia pun tertawa sendiri. Lalu ia pun ikut tertidur. Hanna terbangun. Melihat Yume ia pun membangunkannya. “Yume angun.” Yume terbangun dan menatap Hanna. “Kau sudah bangun Hanna? Ayo kita mandi.” Mereka mandi berdua. menggosokkan badan Hanna serta memainkan busa di rambutnya. Lalu membentuknya menjadi es krim. Hanna pun meniup busa itu. Dan gelembung balon itu terbang. Mereka berdua tertawa senang. Dan melakukan hal itu terus menerus tidak pernah bosan. Air yang tadinya hangat pun berubah jadi dingin. Yume takut Hanna masuk angin karena kelamaan mandi. Akhirnya Yume. Membilas tubuhnya dan tubuh Hanna.
Lalu menyelimuti tubuh Hanna dengan handuk. Yume segera handukan dan memakai baju. Setelah itu Yume memakaikan baju Hanna. Dan membangunkan Daniel serta memandikannya. Lalu memakaikannya baju. Selanjutnya mereka semua pun makan. Acara makan itu berlangsung dengan khidmat karena mereka semua terdiam hanyut dalam pikirannya masing-masing.
Akhirnya kakaknya berbicara. Karena pikirannya sudah penuh dengan sebuah pertanyaan. Ia pun bertanya pada Yume “Ini sahabatmu kan Yume? Kenapa kau bersikap seolah-olah tidak mengenalnya. Dan aku malah berfikir bahwa dia jadi seperti sahabatku bukan sahabatmu.” Yume pun menjawab bijak “Jika kau menginginkan dia menjadi sahabatmu maka jadikanlah dia sahabatmu.” Yume merasa jika ia terus menerus berada di ruangan itu ia pasti akan terpojok. Ia pun bangun dari kursinya.
“Ibu aku sudah selesai makan.” Ibunya menatapnya “Bahkan kau belum menghabiskan makananmu Yume.” Yume bersikeras “Tapi aku sudah kenyang.” Kakaknya berteriak “Jaga sopan santunmu di depan tamu Yume. Setidaknya kau harus mengucapkan satu kalimat untuk tamu mu.” Yume berhenti dan berbalik. “Aku harus pergi sebentar maafkan aku karena harus meninggalkan kalian adik-adik manis.” Yume pun segera pergi. Kakaknya masih kurang puas. “Kau belum mengatakan apa pun untuk Max. Ia sudah ada di sini dari kemarin hanya untukmu.” Yume berbalik. Sekarang ia sedang ada di pintu. Ia berusaha tersenyum “Aku sudah memaafkanmu. Jadi kau harus memaafkan ku karena aku harus pergi dan tidak bisa menemanimu lebih lama.” Max mengangguk “Pergilah jika kau ingin pergi. Aku akan tetap di sini bersama kakakmu.”
Yume segera pergi. Ia memikirkan maksud perkataan Max. "Apa yang ia katakan? Apa ia bermaksud agar berada di rumah ini satu malam lagi?" Yume pun begitu bingung harus kemana hari ini. Ia pun ke kamarnya untuk mengambil tasnya. Ia menemukan bunga matahari di kamarnya. Ia menerka-nerka apakah kemarin ada bunga ini. Entahlah yang jelas kemarin Yume merasa begitu mengantuk sehingga ia langsung tidur. Ia menatap bunga itu. Dan ia menatap ada satu tangkai bunga seruni. Ia terkekeh "Apa maksudnya ini? Kenapa hanya satu tangkai?" Ia melihat sebuah surat dan membacanya. Isinya hanyalah permintaan maaf dari Max.
Dan surat dari Alex yang mengatakan bahwa dirinya harus memaafkan Max. Lalu mengundang Alex untuk ke rumah ini. Agar ia bisa membaca cerita itu. Yume tidak habis pikir kenapa Alex tidak datang saja kemarin. Jadi sekalian. Yume pun berusaha untuk tidak memikirkan hal itu. Malam harinya Yume pulang. Dan menemukan Alex berada di kamarnya. Bersama Hanna dan Daniel. Yume memeluk Alex. Dan memberikan buku itu agar ia membacanya. Yume bermain dengan Daniel dan Hanna. Karena kamar itu begitu berisik Alex pun membaca di luar.
Saat bermain, Daniel pun mengatakan bahwa “Max mencintaimu. Dan dia berharap kau memaafkannya.” Yume terdiam. Lalu ia pun menjawab “ Kalau begitu katakan padanya bahwa aku sudah memaafkannya.” Yume tersenyum dan mengacak-acak rambut Daniel. Daniel pun menggeleng. “Kakakku tidak akan percaya. Sekarang ia sedang berada di taman dan memainkan biolanya. Sekarang datanglah padanya. Dan katakan kau juga mencintainya.” Wajah Yume memerah karena marah. “Aku tahu larimu sangat cepat Daniel. Maka dari itu larilah kepadanya bahwa aku telah memaafkannya tapi tidak mencintainya. Ayo sekarang larilah ke sana. Dan hiburlah kakakmu.” Daniel menggeleng. “Kakakku akan pulang malam ini bersama kami jika kau tidak datang ke taman itu.
Yume mendengus kesal. “Baiklah sekarang kau boleh berlari ke taman itu dan katakan aku telah memaafkannya dan telah mencintainya.” Daniel menggeleng. “Kau tidak memaafkan kakakku dan tidak mencintainya. Mungkin sebaiknya kami pulang.” Daniel menurunkan Hanna dari tempat tidur lalu menggandeng tangan Hanna menuju keluar. Dari luar kamar, Yume mendengar bahwa Daniel berkata kepada kakaknya “Kakak sudah saatnya kita pulang. Ka Max sudah menunggu kita di taman." Alex meminta izin untuk meminjam buku tersebut. Yume pun mengikhlaskan buku itu menjadi milik Alex. Karena Yume tau ia tidak akan bertemu dengan mereka lagi. Karena ia tidak ingin ke rumah mereka.
Yume menatap sedih ke luar jendela. Suara biola semakin jelas terdengar. Max pun lewat ia memainkan biolanya dan menatap Yume. Tatapan mereka terpaut. Yume tahu mungkin saat itu jiwa Max berusaha masuk ke dalam diri Yume melalui mata Yume. Yume pun akhirnya bersembunyi di balik tirai dan menjatuhkan dirinya. Terduduk. Berharap jiwa Max tidak sempat masuk ke dalam dirinya. Suara biola pun menjauh. Yume menatap ke arah jendela. Sudah tidak ada siapa-siapa. Ia pun menutup jendelanya. Mengunci pintu. Mematikan lampu dan tidur.
Ternyata ia salah. Jiwa Max telah berhasil menyusup ke dalam dirinya. Jiwa Max telah meninggalkan tubuhnya. Sehingga saat ini tubuhnya sedang koma di rumah sakit. Dan Yume tidak mengetahui keadaan Max. Karena ia tidak pernah mengunjungi keluarga empat bersaudara itu lagi. Tapi Yume merasa ia selalu bersama Max. Karena setiap malam tiba Yume terus bermimpi tentang Max. Dalam mimpi itu Max terus meminta maaf pada Yume. Mengatakan bahwa ia merindukan dan mencintainya. Serta selalu mengatakan ia ingin bertemu dengan Yume. Tiga tahun pun berlalu. Mimpi itu masih datang setiap malamnya. Dan Max pun masih di rumah sakit. Terkadang di dalam mimpi Yume, Max mengajaknya ke sebuah tempat tapi Yume terus menolak hingga akhirnya karena Yume merasa begitu merindukan Max ia pun ingin menemuinya dan memutuskan untuk pergi ke tempat itu.
Bunga matahari dan Seruni di vas sudah tidak ada. Tapi kedua bunga itu kini sudah ada di tamannya serta di taman hatinya. Yume sadar jika berada di vas itu terus pun sang bunga akan layu. Dan Yume tahu jika bunga itu layu maka cinta mereka berdua pun akan layu. Yume memetik bunga seruni. Lalu membawanya. Mereka janjian di stasiun kereta api jam delapan malam. Dan kereta itu pun aku membawa mereka ke suatu tempat. Mungkin tempat itu bernama pulau rindu karena mereka saling merindukan satu sama lain. Perjalanan naik kereta akan begitu lama. Sehingga mungkin mereka akan sampai di pulau itu di pagi hari yang segar.
Tapi semuanya berbeda dari kenyataan. Jam delapan berlalu menjadi jam sembilan. Dan jam demi jam pun berlalu. Awalnya tempat itu begitu rame lalu tiba-tiba menjadi sepi. Yume terus menunggu Max. Tapi ia tidak melihat Max. Ia pun berfikir mimpi itu hanya sebuah kebohongan. Mimpi itu hanyalah sebuah khayalannya saja. Yume pun merasa sedih. Lalu ia melihat segerombolan preman datang mendekat. Serta satu orang gila yang begitu tampak kumal. Yume menangis dalam hati. Habislah riwayatnya. Ia mengutukiny dirinya sendiri karena telah memutuskan untuk datang ke sini.
Akhirnya ia berusaha lari dari tempat terkutuk itu. Ia pun mendengar suara langkah kaki. Ia menyadari bahwa ada yang mengejarnya. Ia menangis. Ia terus menjerit dalam hati. Ia menyalahi diri sendiri, karena seharusnya ia tidak perlu datang ke sini. Sepatu haknya patah. Ia melepas sepatu haknya. Dan terus berlari. Hingga ia begitu cape. Dan terjatuh ia pun bersembunyi ke bagian tempat tergelap. Berharap mereka tidak menemukannya. Tapi ia sadar tempat ini adalah jalan buntu. Kalau ia tertangkap di sini ia tidak bisa berlari lagi. Ia menangis dalam keheningan. Dia terus memanjatkan sebuah doa.
Lalu ia melihat sebuah bayangan. Bayangan itu semakin dekat ia menangis terus menerus dan berusaha tidak mengeluarkan sebuah suara isakan. Apa yang harus ia lakukan. Ia begitu bingung. Apakah ia harus keluar dari tempat persembunyiannya lalu menghadapi mereka satu persatu. Atau mungkin sebaiknya ia berlari mumpung ia memiliki sebuah kesempatan. Tapi tidak ada waktu untuk memilih karena tiba-tiba ada sebuah tangan menarik lengannya begitu kencang. Ia ingin berteriak. Tapi sebuah tangan pria itu menutup mulut Yume.
Yume mencium aroma tangan tersebut. Tapi aroma itu memberinya sebuah kenmanan. Apakah ini obat bius? ia bergidik. Apakah ia mengenali aroma ini. Yume berfikir keras. Orang yang memegangnya pun membawa Yume bersembunyi. Yume merasa ganjil. Kenapa harus bersembunyi? Yume menggigit tangan itu. Dan menatap laki-laki di belakangnya yang meringis kesakitan menahan suara agar tidak keluar.
Yume terkejut karena laki-laki dihadapannya adalah Max. Lalu Max menatap Yume. Pandangan mereka saling terpaut. Mungkinkah saat itu jiwa mereka berpindah tempat sebentar. Lalu mereka mendengar suara orang mendekat. Dan jiwa mereka pun kembali ke tubuhnya seperti sedia kala. Max keluar dari persembunyian lalu melawan mereka semua dengan tendangan mautnya. Setelah itu Max dan Yume berlari. Max memberhentikan sebuah taksi. Mereka semua duduk membisu. Hanyut dalam pikirannya. masing-masing. Dan membuat suasana menjadi canggung. Jantung Yume berdegup kencang karena bersyukur Max datang di saat yang tepat.
Max menatap Yume. Yume tahu dirinya sedang diamati. Tapi ia tidak menatap balik. Yume ingin tahu apa yang sedang dipikirkan Max tentang dirinya. Yume ingin sekali menatap mata Max. Dan memasukan jiwanya pada diri Max sehingga Yume bisa tahu apa yang sedang dipikirkan Max. Tapi Yume menahan keinginannya. Max pun berkata dan tersenyum memecah kesunyian yang dingin. “Aku tahu suatu saat kau pasti datang.” Yume terdiam ia menatap ke luar jendela. Lalu ia pun tertidur , ia begitu lelah sekali. Max membangunkan Yume. Lalu membayar taksi. Setelah itu mengantarkannya masuk ke dalam rumah. Yume menatap Max. Max pun tersenyum “Terima kasih sudah datang.” Yume ingin sekali memeluknya. Tapi Max sudah pergi. Dan Yume hanya bisa menatap punggunnya.
Lalu Yume masuk ke dalam rumah. Dan menuju ke kamarnya. Ia mendengar alunan biola. Ia menatap keluar. Ternyata Max. Ia kira Max sudah pulang. Lalu ia melihat bunga yang ia pegang. Masih segar. Ia lupa memberikannya pada Max. Yume berharap Max menatapnya. Max pun menatap Yume. Yume pun melempar bunga itu. Max menangkapnya. Mereka saling tersenyum. Yume pun menutup jendela dan menuju tempat tidur. Di balik selimutnya masih ada setangkai bunga yang sama yang berada pada Max. Mungkinkah saat ini mereka sedang menatap bunga yang sama dalam waktu yang bersamaan.
Yume pun segera tertidur. Suara biola terdengar kembali. Mengantarkan Yume ke alam mimpinya. Dan mulai hari itu Yume tidak memimpikan Max lagi. Karena jiwa Max sudah kembali pada tubuhnya. Setiap malam biola itu terus mengalun. Ketika Yume ingin menutup jendela. Yume mendapati Max di luar. Ia pun tersenyum. Dan Max pun membalas senyuman itu. Terkadang Yume menatap Max terus menerus. Max begitu hebat memainkannya. Yume mendengar suara ketukan di pintu. Ia buru-buru menutup jendela dan tertidur ia bersyukur. Lampu sudah dimatikan sejak tadi. Suara ketukan pintu berhenti. Ibu Yume kembali ke kamarnya. Dan Yume pun tertidur dengan alunan biola itu.
Esok malamnya. Ibu Yume keluar menemui Max. “Alunan yang bagus Max. Tapi jika setiap malam kau selalu ada di luar rumah apakah keluargamu tidak mengkhawatirkanmu? Aku berharap besok kau ada di rumahmu.” Semenjak itu Yume tidak pernah mendengar alunan biola Max. Ia pun menghela nafas pasrah . Esok harinya ayah Yume datang. Tapi ayah Yume datang dengan sebuah kabar buruk. Yume akan dinikahkan oleh seseorang yang tidak yume kenal. Laki-laki itu adalah anaknya teman ayah Yume. Yume begitu gelisah. Setiap malam tidak ada Max diluar dengan biolanya juga tidak ada Max dalam setiap mimpinya. Ia tidak tahu harus bagaimana.
Hari demi hari terus berlalu. Dan hari pernikahan itu pun segera tiba. Di malam hari Yume menangis tersedu-sedu. Ibunya datang ke kamarnya. Yume menceritakan kepada ibunya bahwa ia tidak akan menikahi orang yang tidak ia cintai. Dan cintanya sebenarnya hanya bisa ia berikan pada Max dari pertama kali mereka bertemu. Sang ibu juga ikut menangis. Ketika esok hari tiba. Setelah Yume sudah didandani begitu cantik. Lalu ketika akad nikah itu dimulai. Yume tahu sebenarnya sang ibu ingin berteriak agar semua ini dihentikan. Tapi Yume menolak. Ia tidak ingin sang ayah marah kepada ibunya juga. Ia berfikir cukup dirinya sajalah yang dihukum dan dibenci ayahnya.
Yume bangkit. Dengan derai air mata ia meninggalkan pernikahannya. Ia membawa sebuah tas kecil. yang sudah ia siapkan semenjak kemarin malam Sang ayah berteriak agar Yume berhenti. Tapi yume terus berlari. Ayahnya begitu marah besar dan mengatakan pada Yume agar Yume tidak kembali ke rumah ini. Yume tetap menangis dan berlari. Pada saat Ayah Yume berkata seperti itu suara guntur pun menggelegar. Langit mendung. Angin berhembus kencang membawa awan mendung. Hujan akan segera turun. Menunggu waktunya tiba.
Yume terus berlari dan menghentikan taksi. Lalu ia tersenyum ketika sudah sampai rumah Max. Tapi rumah Max begitu ramai. Dan diselimuti sebuah kebahagiaan. Yume mengintip dan melihat Max sedang menukar cincin dengan seorang wanita yang begitu cantik. Max terlihat begitu bahagia. Max tersenyum memikat. Suara guntur bunyi kembali. Langit serasa runtuh bagi Yume. Hujan turun.
Yume merasa konyol dengan baju pernikahannya yang basah kuyup terkena hujan dan terkadang terkena cipratan mobil lewat. Ia pun menangis bersama sang awan. Ia terduduk memeluk kakinya dengan begitu kencang serta menahan rasa dingin. Ia tersenyum tipis setidaknya ia menangis bersama sang awan. Air mata Yume pun keluar lebih banyak dan terus menerus. Di sekitarnya begitu gelap. Yume pun merasa tidak bisa mengenali dirinya sendiri.
Bajunya sudah basah kuyup semenjak beberapa jam yang lalu. Ia begitu kedinginan dan laper. Sangat ironis sekali. Di dalam mereka begitu bahagia tapi kenapa diluar ia hanya merasa sedih sendirian. Ia menatap genangan air. Mungkin seperti itulah dirinya. Mulai sekarang mungkin tidak akan pernah ada yang mengenalinya termasuk dirinya. Ia memeluk lututnya dengan begitu kencang. Karena begitu kedinginan. Ia pun gemeteran. Mungkin rasanya ia ingin pingsan. Tangannya pun merangkul bahunya sendiri. Berusaha melawan dingin. Mulutnya mulai gemeteran.
Selimut tebal menyelimuti Yume. Dan sebuah payung berada di atasnya. Ia mencari seseorang yang memegang payung itu. Ternyata Max dengan cincinnya yang indah. Yume kembali tertunduk dan mengeluarkan air mata. Max pun ikut jongkok. Dan berusaha membuat selimut itu menyelimutinya. Max menatap Yume. Hanya ada kesedihan di matanya. Max tidak perlu mengeluarkan jiwanya untuk masuk ke dalam diri Yume dan mengetahui isi hatinya karena Max sudah mengetahui perasaan Yume setelah melihat expresi wajah Yume. Max berusaha memeluk Yume tapi Yume menolak.
Max pun berkata ”Sebenarnya aku ingin menikah denganmu. Tapi ternyata kau akan menikah dengan laki-laki yang dipilihkan oleh ayahmu. Jadi aku menerima pernikahan ini.” Yume menatapnya. "Seharusnya kau memberi tahuku. Jika kau ingin menikahiku." Max menatap jari-jari Yume. “Bukankah seharusnya kau sudah menikah? Di mana cincin pernikahanmu? Lihatlah sebelum hujan pasti Baju pengantinmu begitu bagus. Dan suami mu pun akan mencintaimu dalam pandangan pertama. Seperti pertama kali aku bertemu denganmu di pantai itu, bersama adik-adikku.” Max mengembalikan kenangan lama.
Yume meletakan kepalanya ke lututnya. Istri Max pun datang dengan payungnya. Dan menarik lengan Max “Max ayolah mereka menunggu kita di dalam untuk memberikan selamat untuk kita.” Max tersenyum “ Tidak akan lengkap tanpa bisikan selamat dari gadis ini.” Yume mendengus kesal. Istri Max menatap Yume dengan tatapan jijik. Karena Tubuh Yume terkena lumpur bekas semprotan mobil lewat.
Istri Max pun menanyakan siapakah gadis yang sedang mendekap lututnya itu. Dan tugas Max memperkenalkan orang pun muncul kembali “Dia Yume, sahabatku. Oh ya aku akan masuk ke dalam jika kau memanggilkan Alex untuk datang ke sini.” Istri Max pun masuk ke dalam untuk mencari Alex. Max berkata kepada Yume kembali “Kau akan sakit jika berada di sini terus. Aku harap kau ingin masuk ke rumah kami.”
Yume mengeluarkan kegelisahannya. Dan ingin segera menyudahi pembicaraan ini. “Max tak bisakah kita bersama? Tak bisakah kita menikah? Selama tiga tahun itu. Aku tidak terlalu merasakan keberadaanmu.” Max tersenyum “Walaupun aku selalu hadir dalam mimpimu? Walaupun jiwaku masuk ke dalam dirimu dan meninggalkan tubuhku di dalam rumah sakit?" Yume menatapnya. "Kau dirawat di rumah sakit?" Max mengangguk.
Lalu Max menjawab "Maafkan aku Yume aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk kisah cinta kita berdua yang entah kenapa bisa menjadi hancur dan berakhir seperti ini." Yume menatapnya mendengus kesal. “Kau bisa menceraikannya Max.” Max tersenyum “Di saat aku baru menikahinya? Bahkan aku belum merasakan malam pertamaku.” Yume tersenyum muak “Itu seterah kau Max. Kau berhak memilih. Jika kau mencintaiku, maka datanglah padaku.” Max tersenyum lagi. Entah kenapa ia begitu bahagia. Mungkin karena ia telah menikah. Mungkinkah Max mencintai istrinya?
“Kau tahu Yume? Perkataanmu tadi mengingatkanku tentang permintaanku agar kau mau mendatang iku ke taman rumahmu, jika kau mencintaiku. Tapi kau tidak datang walaupun kau mencintaiku.” Yume menatap wajahnya di genangan air. Ia pun menyalahkan dirinya. Karena malam itu ia tidak datang hanya karena beralaskan sebuah ego.
Alex datang bersama istri Max. “Tolong layani Yume.” Max pun masuk ke dalam bersama istrinya. Yume menatap punggung Max dan istrinya. Mereka tertawa mesra. Yume pun akhirnya menyadari ternyata Max lebih memilih mendatangi istrinya di banding dirinya. Mungkinkah Max mencintai istrinya. Tapi bukankah mereka baru mengenal? Bagaimana bisa tiba-tiba mereka menjadi saling menyukai? Cinta dalam pandangan pertamakah? Pertanyaan-pertanyaan itu menari-nari di otak Yume mencari jawaban. Tapi sayang jawaban itu tidak ada di otak Yume. Jadi, mereka pun menari tanpa pasangan.
Alex membawa Yume ke kamar mandi. Membuka baju Yume yang basah. Dan mengantarkan Yume memasuki buth up. Kelopak-kelopak bunga berwarna putih berpusar di permukaan air yang beruap. Yume duduk hingga dagunya menyentuh permukaan air. Dia berusaha menyembunyikan kepolosan tubuhnya. Alex pun memijat tangan, punggung, leher, kepala dan kaki Yume.
Rambutnya dicuci dengan shampo yang beraroma seperti hujan musim semi,citrus, dan madu. Alex menggosok telapak kaki Yume dengan batu kasar. Kulitnya merinding. Alex pun mengikir kuku-kukunya. Rasanya seperti tarian. Dan dia adalah pasangan yang bergerak ragu-ragu. Lalu Alex membaluutkan handuk pada tubuh Yume dan memakaikannya baju tidur. Alex pun tidak lupa menyisir rambut Yume. Dan Yume pun segera tertidur. Walaupun sebenarnya ia tidak bisa tertidur. Entah sedang apa Max sekarang. Mungkinkah ia sedang bersenang-senang?
Suara biola terdengar. Yume berlari ke arah balkon. Max pun meloncat ke atas. Ia menyetel kaset Classic di kamar Yume. "Mau berdansa denganku Yume?" Suara Max terdengar merdu. Yume pun tersenyum. Tiba-tiba terdengar suara orang mengetok pintu. Max segera bersembunyi. ke dalam lemari Yume membuka pintu.
“Kau melihat suamiku Yume? Yume tersenyum “Sungguh lucu jika kau mencari suami mu sendiri di malam pertamamu.” Istri Max tampak kesal lalu mulai masuk tanpa meminta izin. Yume merasa kesal “Akan terdengar lebih lucu lagi. Jika kau mencari suami di kamar wanita lain dan mengobrak abrik kamarnya."
Yume menatap Istri Max yang sedang mengobrak-abrik bantal, dan selimut. Yume pun berteriak "Apa yang kau lakukan. Hentikan kamarku menjadi merantakan.” Istri Max melirik “Ini bukan kamarmu bahkan ini bukan rumahmu.” Yume pun membalasnya “Dan itu bukanlah sebuah alasan yang bisa membuatmu mengacak-ngacak kamar ini dengan sesuka hatimu.” Dan akhirnya Istri Max membuka lemari. “Hentikan.” Yume berteriak. Istri Max tersenyum “Ada apa Yume? Kenapa kau berteriak? Apakah ada suamiku di dalam sini?” Ia membuka lemari itu tapi tidak ada siapa-siapa di dalam lemari itu. Yume merasa aneh. Karena tadi ia sangat yakin sekali membantu Max untuk masuk ke dalam lemari. Tapi Yume pun bersyukur. Setidaknya istri Max tidak mengetahui bahwa Max sempat kesini sebentar.
Terdengar suara Max dari kamar sebelah. “Sayang kemana kau?” Istri Max pun segera kembali ke kamar itu. Yume masuk ke dalam lemari itu. Dan mendengarkan sebuah suara. “Kau habis kemana Max?” Max pun menjawab. “Aku habis dari meja makan. Untuk makan sebentar. Tapi aku mendengar suaramu. Jadi aku tidak jadi makan.” Istri Max pun berlari keluar untuk mengambil makanan. Tapi Max melarang. Ia pun ingin tidur saja. Istri Max pun protes “Tapi Max bukankah itu kursi.” Max pun menatap istrinya. “Untuk malam ini bolahkan aku tertidur di sini? Sekarang bulan purnama. Aku takut aku tidur dengan rusuh. Siapa tahu tiba-tiba aku menendangmu dengan sangat kencang.” Akhirnya istrinya pun mengangguk.
Yume mengambil selimut dan bantal. Ia pun tertidur di lemari itu yang ternyata Yume bisa membaringkan badannya di lemari itu. Saat tengah malam tiba Max mengetuk kayu itu dan meminta izin untuk masuk. Tapi Yume tidak mendengar suara Max karena ia sudah tertidur. Max pun tidak bisa mendorong kayu tersebut karena Yume tertidur di baliknya. Akhirnya Max pun tertidur di kursi panjang itu. Tepat di sebelah Yume, walaupun hanya terpisahkan oleh sebuah papan kayu. Yang mungkin bisa berbaliki jika kau mendorongnya.
Ketika hari esok tiba. Max mengajak Yume pergi jauh. Yume memberi alasan kepada keluarga Yume untuk pulang ke rumahnya. Tapi expresi Yume berkata lain, karena ia teringat ia telah diusir oleh ayahnya, dan tidak diizinkan pulang ke rumah itu lagi. Yume pun merasa ia akan begitu merindukan keluarganya. Sedangkan Max memberi alasan kepada istrinya bahwa ia akan bekerja di luar kota. mencari sesuap nasi untuk mereka. Yume dan Max berpencar. Dan bertemu kembali di pantai pertama kali mereka bertemu. Lalu mereka pun pergi ke luar kota. Dan menikah di sana.