Yume menatap nanar ke arah coklat panas dan sandwich nya. Tatapan matanya begitu kosong. Pikirannya terbang melayang ke masa lalu. Jiwanya pergi meninggalkannya sebentar. Udara dingin yang menusuk kulitnya tidak terlalu dirasakannya. Suasana sepi dari cafe itu pun hanya membuatnya lebih hanyut dalam kesedihannya dan kesepiannya. Bahkan dipertambah oleh alunan musik yang begitu mendayu dan classic.


         Jiwa nya pun kembali. Akhirnya air matanya pun mengalir di pipinya. Ia sudah tidak tahan untuk terus menerus menahan air mata di pelupuk matanya. Akhirnya ia menaruh kepalanya di meja dan mengalasinya dengan kedua lengannya. Ia menangis terisak-isak. Ia menangis dan menangis. Ia pun menahan untuk mengeluarkan suara. Karena ia tidak ingin ada seseorang yang mendengarnya menangis. Akhirnya ia meletakkan uang di atas meja dan segera pergi. Untunglah ia memakai kaca mata sehingga matanya tidak terlihat jelas. Ia pun segera menaiki mobilnya yang begitu langsing.


         "Tolong ke tempat biasa ya Pak." Suaranya bergetar. Terdengar jelas bahwa ia telah menangis. Tapi ia begitu bersyukur memiliki sopir yang tidak perlu ikut campur dalam kehidupan pribadinya. Tapi dibalik itu ia masih menangis untuk merasakan kesedihan dan kesepiannya. Ia menatap ke luar jendela. Sejujurnya ia merasa sang sopir sedang menatapnya dari kaca yang ada di depan yang memantulkan expresi wajahnya yang sedih dan sedang duduk di kursi belakang. Tapi Yume tidak menatap balik ke arah kaca itu. Ia pura-pura tidak mengetahui bahwa sopirnya sedang memperhatikannya.


         Ia masih menatap keluar jendela. Pepohonan dan gedung-gedung tinggi silih berganti. Kini perumahan dan toko-toko pun muncul di balik jendela tersebut. Semua itu seperti menampilkan sebuah slide foto dan mozaik dari sebuah puzzle. Ia melihat sang anak sedang membeli banyak balon dan berharap dengan balon yang begitu banyak itu ia bisa menerbangkan dirinya. Ibunya sedang sibuk mengeluarkan uangnya dari dompet. Ayahnya sedang menggendong anak terkecil mereka. Ayahnya tersenyum ke arah anak yang digendongnya yang sedang memasukkan tangannya ke mulutnya. Mungkin anak itu sedang memegang permen. Ayahnya yang begitu muda dan tampan menatap putra terkecilnya dengan penuh cinta. Dan mencium pipinya dengan penuh kasih sayang. Seakan-akan anak itu adalah cintanya dan jiwanya.


         Satu jam berlalu. Akhirnya Yume sudah sampai di tempat itu. Tempat yang biasa ia kunjungi jika sedang sedih. Ia berjalan dengan begitu lemas dan tanpa semangat. Air mata masih mengalir di pipinya. Walaupun Yume sudah berkali-kali menghapusnya. Ia terisak. Ia pun terduduk di sebuah batu karang yang besar dan menatap sang pantai. Tatapan matanya nanar. Ia masih terisak. Suara burung camar mengalun merdu ditelinganya. Suasana di pantai itu begitu sepi. Pengunjung yang datang tidak lebih dari sepuluh orang di tempat yang begitu luas itu.

         Setelah ia yakin tidak ada manusia yang berada dekat dari dirinya. Ia pun menangis dengan suaranya. Setidaknya ia tahu. Pasti tidak akan ada yang mendengarnya karena mereka berada jauh di sana. Seorang wanita paruh baya sedang berjemur dan duduk di kursi panjangnya. Suaminya mendekat dan memberikan segelas lemon tea dingin menyegarkan. Menggoda sang bibir untuk merasakan kesegaran lemon tea tersebut. Setelah memberikan gelas itu kepada istrinya yang ternyata sedang khusyu berjemur dan akhirnya tertidur. Dan suaminya pun memutuskan untuk tidak membangunkan istrinya dan meletakan lemon tea tersebut di atas meja. Suaminya pun terduduk di kursi panjangnya. Serta melumuri tubuhnya dengan sprayable sun rays blocking lotion.  Setelah itu ia tertidur.

Anak laki-lakinya yang berumur lima tahun dengan senyum jailnya meletakkan berbagai kerang di atas perut ayahnya. Kakak perempuannya yang kira-kira berumur lima belas tahun sedang asyik berenang, menyelam serta surfing. Sedangkan adik perempuan terkecilnya yang berumur dua tahun. Yang dengan bantuan kakak laki-lakinya berhasil membuat istana pasir. Adik perempuannya pun bermain air dengan tawa bahagianya. Tapi semakin lama anak kecil itu terbawa oleh arus ombak dan dia agak sedikit tenggelam karena ukuran tubuhnya yang kecil. Orang tua macam apa mereka yang tidak menjaga anaknya dengan baik. Yume yakin mungkin setelah bangun mereka akan melihat anak-anaknya sudah tidak ada.


         Yume pun berlari mendekat dan menolong anak kecil itu. Anak perempuan kecil itu begitu lucu. Yume pun segera bermain dengan kedua anak itu. Tapi setelah beberapa lama kemudian ada seseorang yang datang. Laki-laki berumur tujuh belas tahun dengan dadanya yang bidang. Ia membawa kedua kebab di tangan kanan dan kirinya. Ia berhenti menatap Yume dan kedua anak kecil ini yang sedang bermain dengan Yume. Anak laki-laki yang berumur lima tahun pun berlari memeluknya.


         Anak perempuan yang berumur lima belas tahun pun mengambil jus dingin yang berkemesan kotak. Ternyata jus itu berada di saku celana laki-laki itu.  Perempuan itu mengetahui letak jus tersebut seakan-akan dari semenjak mereka kecil kakaknya selalu menaruh jus tersebut di situ. Perempuan itu meminum jusnya lalu mengusap rambutnya dengan handuk ia pun menatap Yume juga. Yume merasa begitu canggung karena telah berada di tempat yang tidak seharusnya dia ada. Jika tiba-tiba dia pergi dari sini pun hanya akan menimbulkan kesan bahwa dia begitu aneh. Akhirnya Yume tersenyum dan memperkenalkan dirinya.

"Hai, namaku Yume. Awalnya aku duduk di karang di sebelah sana untuk menikmati panaroma pantai tersebut. Tapi tiba-tiba aku melihat adik kalian yang paling kecil ini membutuhkan pertolongan karena semakin lama sepertinya ia hanyut dalam arus ombak ini. Aku pun terpesona oleh lucunya tingkah laku kedua adik kecil kalian ini. Dan akhirnya aku memutuskan bermain sebentar dengan mereka sekaligus menjaga mereka agar tidak hanyut lagi. Tapi karena sekarang kalian semua sudah berada di sini. Dan kukira kalian pasti bisa menjaga adik kalian sendiri. Jadi, sebaiknya aku pergi. Sampai jumpa." Yume memaksakan sebuah senyumannya lagi.


         "Tunggu." Laki-laki itu menyuruhnya berhenti. "Sebagai tanda terima kasih telah menyelamatkan adik kami, bagaimana jika kau makan siang bersama kami sebentar?" Yume pun tampak bingung. Makan bersama mereka pun pasti hanya membuatnya merasa begitu canggung. Akhirnya perempuan berumur lima belas tahun itu pun menarik lengan Yume. Dan laki-laki berumur tujuh belas tahun yang ternyata tingginnya melebihi Yume itu pun segera menggendong adik perempuannnya yang berumur dua tahun yang sedang memakan kebab dan laki-laki berumur tujuh belas tahun itu pun menggandeng adik laki-lakinya yang berumur lima tahun agar tidak lari. Tapi ternnyata anak kecil itu selicin belut.

Ia pun berhasil lari dan meloncat bahagia penuh kebebasan di atas pasir putih ini. Dan meninggalkan jejak yang begitu khas. Yume pun tersenyum. Dugaannya benar. Setelah kedua orang tua itu bangun pasti mereka menyadari bahwa keempat anaknya sudah tidak ada. Dan yang paling histeris pasti sang suami. Karena mendapati kulitnya tidak coklat sempurna. Dan di bagian perutnya didapati kulit berwarna putih berbentuk kerang. Yume pasti membayangkan teriakan bapak-bapak itu pasti begitu kencang. Sehingga Yume dan keempat bersaudara yang sedang memakan ayam bakar pasti akan  mendengarnya.


          Anak laki-laki berumur tujuh belas tahun itu pun memperkenalkan dirinya dan ketiga adiknya. "Maaf kami sempat lupa memperkenalkan diri kami. Nama saya Max, ini adik perempuan saya, namanya Alex. Seperti nama laki-laki memang. Tapi nama kepanjangannya adalah Alexandria. Dan siapa pun yang melihat penampilan adikku ini pasti mereka tidak akan berfikiran bahwa dia laki-laki, karena lihatlah dia yang begitu feminim." Max tertawa mengejek. Alex pun memukul bahu kakanya. "Dan saran saya kau harus hati-hati padanya karena ia sedikit manja." muka Alex pun memerah.


          "Dan tahu kah engkau Yume adikku yang satu ini suka sekali menulis di buku diary nya." Max tertawa terbahak-bahak. Alex memukulinya berkali-kali "Hentikan. Kau membuatku begitu malu Max." Yume pun menatap keakraban kakak beradik itu lalu menjawab "Loh, kenapa? Aku juga suka menulis. Walaupun tidak rutin menuliskan diary ku. Dan itu juga paling hanya beberapa kali. Ngomong-ngomong apakah kau menulis cerpen juga Alex?" Alex mengangguk.


         Yume pun menceritakan kisahnya "Sejujurnya pada liburanku sebelumnya aku telah berusaha membuat novel tentang kisah hidupku. Sekarang sudah setengah buku. Tapi aku tidak melanjutkannya." Alex pun menyela cepat "Kenapa?" Yume menjawab "Karena ternyata agak sulit. Aku harus membaca ulang tulisanku dan harus mengeditnya. Tapi setiap kali aku mengulang membacanya dan ingin mengeditnya. Aku malah jadi menambahkan berbagai cerita di halaman pertama. Melihat waktu liburku sekarang yang hanya sebulan dan sekarang tinggal tersisa satu minggu aku yakin aku akan merasa begitu kesulitan untuk mengeditnya karena pasti aku akan terus menambahkan kisahku sehingga aku tidak bisa menyelesaikan kisahku. Sedangkan ada banyak hal lain yang harus kulakukan. Lalu tentang novel fiksi ku. Aku menghadapi dilema lain yaitu ketika kemarin aku menuliskan kisah fiksiku. Esok harinya aku akan kehilangan gairah untuk melanjutkan menulis kisah fiksinya. Akhirnya aku memutuskan untuk menulis cerpen saja terlebih dahulu. Ketika sudah ada banyak cerpen yang kutulis maka aku akan mengumpulkannya untuk menjadi sebuah novel."



         Alex terpana "Waw aku sangat ingin sekali membaca cerita kakak. Di mana rumah kakak? Bolehkan aku berkunjung ke rumah kakak?" Terdengar suara memohon dari getaran suaranya. Ternyata Max benar anak ini begitu manja. Tapi sangat manis sekali. Yume pun menjawab dan memberikan kartu nama. "Datanglah ini alamat rumahku. Aku tidak tinggal terlalu jauh dari sini bagaimana dengan rumah kalian? Apakah begitu jauh?"

Alex pun menjawab "Yeah agak sedikit jauh letak rumah kami. Agak di pojok kota ini. Datanglah main ke rumah kami. Aku yakin kakak akan mendapatkan kenyamanan di sana. Kaka tahu kenapa?" Yume menggeleng. Alex pun melanjutkan perkataannya yang terhenti "Karena di sana begitu sejuk dan banyak petualangan yang bisa kakak dapatkan di rumah kami yang sedikit tua." Yume pun tergugah. Jiwa petualangnya bergejolak. Ia ingin merasakan petualangannya itu dan mungkin akan menjadi sumber inspirasi untuk tulisannya.



          Max pun melanjutkan memperkenalkan adik-adiknya yang sempat terpotong tadi. Ia tersenyum "Kau sangat beruntung Alex. Karena menemukan orang yang memiliki hobi yang sama denganmu. Dan aku akan melanjutkan memperkenalkan adikku yang selanjutnya. Loh di mana Daniel?" Mereka mencarinya dan akhirnya menemukan Daniel yang sedang berlari-larian mengejar kupu-kupu. "Hemm, itu dia. Tapi tidak usah dihiraukan dia memang suka lari-larian. Biarlah dia bersenang-senang dahulu. Ketika ia sudah cape pasti ia akan ke sini sendiri. Dan adikku yang paling imut ini adalah Hanna."




Leave a Reply.