Keputusan Hazzel telah bulat. Sekarang umurnya sudah dua puluh tahun. Jadi, ia memutuskan untuk berusaha hidup mandiri. Dan berusaha untuk bisa hidup sendiri. Dan ia memutuskan untuk tinggal di Bandung. Dan mencari pekerjaan untuk menjadi seorang sensei di sana serta ingin belajar tentang astronomi. Lalu akhirnya ia pergi ke Bandung dengan sebuah bis.

Dan malam pertama tinggal di sana. Ia teringat akan sebuah hal. Di dalam mimpinya ia teringat saat ia berumur tiga tahun. Saat itu ia dan ibunya pergi untuk berpiknik. Ibunya sedang menggelar tiker dan menyiapkan makanan. Sedangkan Hazzel kecil sibuk berlari mengejar seekor kupu-kupu. Pada suatu ketika ia berlari begitu jauh dan ia menemukan sebuah goa berdinding kaca. Hazzel menatap kaca itu. Ada seorang anak laki-laki kecil mengajaknya masuk ke dalam dunia kaca itu. Saat itu Hazzel ingin masuk ke dalam dunia di balik kaca itu. Tapi ibunya menemukannya. Dan anak laki-laki kecil serta dinding berlapis kaca itu menghilang dalam sekejap.

Hazzel terbangun. Dan ia melihat sebuah sinar hijau dari liontin yang ada di dalam peti kecil. Liontin itu terus memancarkan cahaya hijaunya. Dengan segera Hazzel membuka laci dan membuka peti kecil itu. Lalu membuka cakram liontin itu. Tiba-tiba seberkas cahaya terang keluar. Hazzel menutup wajahnya. Kamarnya kebetulan ada di lantai atas. Dalam seketika atap yang berlapis genteng itu berubah menjadi kaca. Spektrum warna yang keluar dari liontin itu memancar keluar terpantul oleh atap kaca. Dan bersatu dengan rasi bintang chamaeleon. Beberapa detik kemudian cahaya itu menghilang, dan meninggalkan Hazzel terpaku dan teriam dalam duduknya. Tubuhnya bergetar sembari memegangi liontin itu.

Ia masih belum percaya. Ia pun membaringkan tubuhnya ke tempat tidurnya. Atap rumahnya kini bukan lagi beratap genteng, melainkan kaca ia pun bisa melihat bintang berkelap-kelip. Saat ia kecil ia begitu jarang melihat bintang. Bintangnya tidak sebanyak ini. Saat ia masih kecil di Jakarta. Ia hanya melihat satu sampai tiga bintang saja. Tapi kini ia bisa melihat dengan begitu banyak.

Ia teringat kembali perkataan wanita itu. Sekarang iasudah berada di tempat di mana bintang terlihat dengan jelas. Lalu apa yang harus ia lakukan untuk selanjutnya, dan bagaimana cara ia menolonng angsa itu. Ia terus bertanya-tanya hingga akhirnya terlelap tertidur. Keesokan shubuhnya, ia segera sholat shubuh dan segera sarapan dan mandi. Ini adalah hari pertamanya mengajar. Gajinya tidak banyak memang, tapi cukup untuk kehidupannya. Sedangkan untuk membayar kuliahnya pada akhirnya ia meminta uang orang tuanya juga. Habis mau bagaimana lagi. Ia hanyalah seorang guru honorer.

Jantungnya berdegup keras ketika ia memasuki kelas. Ia pun tersenyum ramah kepada murid-muridnya. Dan untunglah murid-muridnya tidak terlalu nakal. Setelah selesai mengajar. Ia pun mulai kuliah, hanya sebentar. Dan malamnya ia mulai memperkenalkan diri pada orang-orang yang ada di Boscha. Saat ini liontin itu tidak memancarkan cahaya melainkan hanya bergetar. Dan dengan konyolnya liontin itu terjatuh. Pada saat Hazzel ingin mengambilnya, ia melihat sepasang sepatu. Dan ia pun bergegasmengambil liontin itu dan melihat ternyata orang itu adalah Tom. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana. Akhirnya ia hanya tersenyum dan bergegas pergi.

Hari itu berlalu begitu saja. Seharusnya itu adalah hari penting, karena ia bertemu dengan Tom. Seharusnya ia membuat pertemuan itu lebih berkesan agar Tom bisa mengenalnya dan mengingatnya. Tapi mau bagaimana lagi tiba-tiba saja ia jadi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Daripada terpaku begitu lama untuk menatapnya lebih baik bergegas pergi.

Ia pun menghela nafas lalu ke sebuah kafe. Kafe itu tidak saja menghadirkan kue dan minuman, tapi kafe itu juga menghadirkan berbagai macam buku bacaan. Hazzel memesan coklat panas dan cake coklat. Lalu ia mulai membuka webnya. Dan mengambil buku bacaan. Setelah menulis sedikit di webnya, ia pun mulai mematikan laptopnya dan menyuruput coklat panasnya. Lalu ia mulai hanyut dalam sebuah untaian kisah dalam novel itu.

Tiba-tiba ada seorang pria yang duduk di hadapannya. Hazzel merasa terganggu, ia oun memaki dirinya seharusnya. Ia meminjam novel ini saja dan membacanya di rumah. Ia pun memperhatikan laki-laki itu. Ia memakai kaos hitam dan jaket hitam serta kaca mata hitam dan topi hitam. Laki-laki itu membuka kaca matanya dan ia berkata “Kau masih mengenalku Hazzel?”

Hazzel mengernyit dan menerka-nerka wajah siapakah ini. Lalu ia pun teringat “Nana,,, wajahmu tinggi badanmu, wah kau sudah mulai banyak perbedaan rupanya.” Nana pun menjawab “Kau juga seperti itu. Begitu banyak perbuhan yang terjadi pada dirimu. Lihatlah bahkan aku harus duduk di depanmu terlebih dahulu untuk melihat apakah kau Hazzel ku atau tidak.” Hazzel pun langsung buru-buru menjawab “Bagaimana kalau tidak?Kau pasti akan merasa sangat malu.” Hazzel menggelengkan kepala dan kembali menatap bukunya. Nana tersenyum dan menyenderkan tubuhnya ke kursi “Setidaknya aku jadi bisa berkenalan dengan wanita cantik yang siapa tahu dia tercipta untukku.” Hazzel meringgis, begitu mudah sekali ia memulai untuk berkenalan “Rupanya kau begitu playboy, ckkk”

Nana pun menyondongkan tubuhnya ke meja “Tapi karena aku sudah bertemu denganmu, aku tidak akan playboy lagi, aku kan play boy untuk mencarimu. Lihatlah sekarang aku sudah menemukanmu.” Hazzel pun membalas “Apa? Bukankah pada akhirnya aku yang ke kota ini?” Nana tertawa terbahak-bahak “Kau merindukanku, akuilah. Dan pada akhirnya takdir akan mempertemukan kita kembali. Lihatlah pertemuan kita semasa kecil tidak sia-sia. Pada akhirnya kita bisa bertembu kembali dan lihatlah ini. Tereng” Nana mengeluarkan sapu tangan bergambar hati Hazzel dan inisial N.H.

“Lihatlah aku berhasil merebut hati Hazzel dari tangan si Bayu itu. Dan ketika kita menikah dan memiliki anak, kita akan memberikan nama N.H Dini. Seperti nama seorang penulis. Aku sering membaca tulisannya. Tulisannya sangat bagus dan begitu reall.” Hazzel tersenyum dan menggeleng lalu ia kembali melanjutkan bacaannya. Merasa tidak dipedulikan Nana menatap ke sekitar. Lalu ia memegang sebuah buku coklat yang terkunci. Ia memainkan buku itu sembari bersenandung. Lalu ia membuka buku itu. Ia pun bertanya kepada Hazzel “Dari mana kau mendapatkan buku ini? Kenapa kau tidak menulis di buku kosong ini? Buku ini terlihat begitu tua dan rapuh karena warna nya coklat kering. Tapi lihatlah ternyata memang rapuh.” Nana berhasil menghancurkan sedikit kertas di halaman ketiga.

Hazzel menatap buku itu lalu ia terpana. “Bagaimana kau bisa membuka buku itu? Lalu kenapa bukunya kau hancurkan?” Hazzel terlihat marah. Tapi senang karena buku itu berhasil terbuka, setelah menunggu begitu lama. Bayangkan sudah tiga tahun berlalu dia belum berhasil membuka buku itu, membaca peta, serta sungguh tidak mengerti pada liontin cakram itu. Dan entah bagaimana keadaan sang angsa itu.

Hazzel berusaha mengambil buku itu dari tangan Nana. Nana menutup buku itu dan memberikannya pada Hazzel. Hazzel membuka buku itu tapi ia tidak bisa membukanya. Begitu menyedihkan. Lalu ia pun mengembalikannya pada Nana dan meminta untuk membukanya serta memberi tahu cara membukanya. Tapi sungguh tidak ada trik khusus untuk membukanya. Hazzel mengernyit, Nana pun tertawa “Tampaknya kau harus menikah denganku karena kau begitu membutuhkanku bahkan untuk membuka buku ini.”

Hazzel pun memintanya agar tidak menutup buku itu. Ini artinya Hazzel tidak boleh menutup buku ini juga selamanya. Kalau tidak pasti akan terkunci secara otomatis lagi dan ia jadi tidak bisa membacanya. Ia menatap buku itu dan membuka lembarannya karena rapuh. Buku ini terlalu kosong. Hazzel berfikir keras kenapa buku ini diberikan padanya? Hanya ada dua cara menggunakan buku, yaitu membacanya atau menulisnya. Karena buku ini kosong itu artinya ia harus menulis kisah perjalanannya di buku ini. Ia pun meletakan sebuah pena di buku itu. Agar sang buku tidak tertutup dan mungkin ia akan menulisnya nanti malam. Karena ia butuh ketenangan untuk menuliskan apa yang harus ia tuliskan.

Nana pun bertanya tentang hadiah itu. Dan Hazzel lekas menjawab “Aku tidak mengambil kado dari mu. Saat itu aku memejamkan mata. Dan ternyata tanganku mengambil hadiah dari orang lain bukan darimu.” Dengan nada tercekak Nana pun bertanya “Dari siapa?” Hazzel menggeleng “Aku belum membukanya.” Nana mengangguk dan ia pun pamit diri untuk pulang. Hazzel membereskan barang-barang. Nana melihatnya lalu mengajaknya pulang bersama.

Selama perjalanan pulang mereka berdua terdiam sibuk dalam pikirannya masing-masing. Hazzel merasa tidak nyaman dengan keheningan ini. Ia berusaha berfikir apa yang sedang dipikirkan oleh Nana. Mungkinkah karena ia tidak mengambil hadiah itu. Hazzel merasa bersalah kenapa karena ia tidak menyukai Nana ia jadi harus menyakitinya. Untunglah ia tidak membuatnya marah, tapi ia telah menyakitinya. Ini pun adalah hal yang buruk. Akhirnya Hazzel sampai di rumahnya.

Jadi, bagaimana ini. Hubungan mereka berdua jadi aneh. Kalau Hazzel tidak bertemu dengannya lagi sih tidak apa-apa. Tapi mulai hari ini sepertinya mereka berdua akan bertemu tiap hari sampai semuanya selesai. Hazzel menghempaskan tubuhnya ke kasur empuknya menatap bintang. Dan menatap lampu meja belajarnya yang di selimuti kertas kartun dan hanya di bolongi pada bentuk bulan dan bintang. Kertas karton itu berwarna biru. Dan gambar bulan dan bintang itu memancarkan cahaya lampu putih begitu cantik sekali.

Hazzel belum bisa tidur, ia menyalakan lampu kamarnya lalu duduk di meja belajarnya dan membuka kado itu. Sudah 16 tahun berlalu dan ia masih belum membuka bungkus itu. Ia mulai membuka lipatan itu. Ternyata hadiah itu dari Bayu dan isinya adalah sebuah novel. Hazzel menghabiskan waktunya untuk membaca buku itu. Setelah selesai membaca buku itu ia pun tertidur. Ia tidur hanya sebentar. Karena saat matanya terpejam malam sudah terlalu larut.

Hazzel pun bangun dan mulai melakukan aktivitasnya. Hari itu ia akan ke Boscha. Di sana ia melihat dengan Tom. Sebenarnya pertemuan mereka sama sekali bukan di Boschanya. Tapi di komplek perumahan Boscha nya. Hari itu ia bertemu dengan Tom di lapangan basket. Ia begitu serius memainkan bola basket itu. Setengah jam kemudian ada seorang wanita datang. Mungkinkah itu Destina. Destin datang membawa sebotol Limun. Yang bahkan sekarang jadi sisa setengahnya. Ternyata Destin tidak hanya membawa kue biskuit tapi membawa nasi juga. Di lapangan itu hanya ada mereka bertiga dan Hazzel sedang duduk di bangku penonton melihat kemesraan mereka berdua. Hazzel merasa canggung karena saat itu Destin sedang menyuapi Tom. Hazzel pun berdiri dan ingin pulang karena merasa tidak enak. Tapi tiba-tiba mereka berdua memanggil Hazzel dan mengajak bergabung. Hazzel bingung apakah bergabung atau langsung pulang.

Tapi akhirnya Hazzel memutuskan bergabung, lalu ia bertanya “Kalian mengenal saya?” Tom pun menjawab “Bukankah kita sudah pernah bertemu? Lagipula ayahku yang memperkenalkanmu pada kami berdua. Dan kau ternyata adalah orang yang hebat.” Lalu Hazzel bertanya tentang keberangkatan Tom ke Paris ternyata satu tahun lagi. Mungkinkah bersama Destin? Mungkinkah mereka akan menikah terlebih dahulu lalu pergi bersama ke perancis. Lalu melahirkan seorang anak, dan mungkinkah ketika anak mereka dewasa sang anak ingin ke Paris juga? Karena ingin mengunpulkan mozaik hidupnya. Serta ingin mengumpulkan kenangan masa kecilnya. Hemm,,mungkin memang seperti itu.

Lalu mereka bertiga pun memutuskan untuk pulang. Tapi sebelum pulang Hazzel diundang ke rumah Tom. Jadi, mereka bertiga ke rumah Tom. Saat ingin pulang Hazzel dibawakan kue buatan mamanya Tom. Dan ayahnya Tom menghadiahi peta bintang. Tom pun mengajarkan cara memakainya. Peta bintang ini berbentuk lingkaran. Bagian depan langit Utara dan bagian belakang adalah langit selatan. Di bagian ujung peta bintang terdapat jam, tanggal dan bulan. Kita harus menyesuaikannya dengan memutar peta bintang. Setelah jam, tanggal, dan bulan sama maka kita pun bisa menatap langit dan menyamakannya dengan yang dilangit.

Hazzel teringat pada hadiah majalah kreatif saat Hazzel SMP. Hazzel juga memiliki peta itu. Tapi aku belum pernah mencoba menyamakannya. Karena saat malam tiba Hazzel selalu berada di dalam rumah. Dan atap rumah Hazzel adalah genteng bukan kaca. Tapi karena sekarang atap rumahnya adalah kaca jadi ia bisa menyamakan peta bintang dengan bintang yang ada di langit.

Hazzel pun segera pulang setelah sholat dan makan ia mulai menyamakannya. Dan menghafal nama-nama gugus bintangnya. Liontin cakram itu bergetar. Ia membuka liontin yang besarnya sekepalan tangan itu. Liontin itu bersinar tapi tidak seterang saat pertama kali di bawa ke sini. Hazzel memperhatikan liontin itu. Ternyata setelah diperhatikan liontin itu mirip dengan peta bintang. Dan di ujung lingkaran juga ada penunjuk jam, tanggal dan bulan. Dengan memutar dan menyesuaikannya maka di tengah linotin itu terlihat peta bintangnya persis dengan letak bintang-bintang di langit. Hazzel mulai mencoba-cobanya hingga akhirnya ia tertidur.




Leave a Reply.