Setelah menaklukkan bangsa Arab di jazirah Arab, Muslim mengalihkan perhatian kepada tetangga2nya : Persia. (Iran)

Melihat pemerintahan oleh para mullah di Iran sekarang, anda akan menyimpulkan bahwa itulah budaya khas Iran. Namun tidak banyak yg tahu bahwa IRAN adalah BANGSA PERTAMA YANG MEMERANGI JIHADIS ISLAM. Tapi Persia (dan Bizantium) tidak siap mengalahkan Muslim Arab, karena memang belum pernah dalam sejarah mereka berpapasan dengan musuh yang berperang dengan begitu membabi buta, membantai penduduk yang tak bersalah, menggunakan wanita sebagai umpan, sambil memaksakan agama mereka terhadap pihak yang kalah.

Sebelum Islam, dunia hanya mengenal tokoh2 penakluk seperti Isklandar Zulkarnaen (Alexander the Great), Cyrus, Julius Caesar, Hannibal atau siapapun, dimana perang dilakukan di medan perang antara 2 pasukan yang saling berlawanan. Menang/kalah ditentukan di medan perang tersebut. Penduduk bebas dari bahaya musuh yang biasanya menuntut tidak lebih dari pajak dan penggantian pemerintahan.

Alexander juga tidak membantai musuh2nya apalagi memaksa mereka memeluk agama Yunani. Tentara Romawipun tidak melakukan ini di Bizantium, begitu juga dengan Persia.Islam mengubah peraturan perang dan menjadikan penduduk sipil sebagai korban tirani dan tawanan agar musuhnya menyerah.

Muslim Arab tidak hanya ingin merebut tanah, mengganti pemerintahan dan menarik pajak dari bangsa2 yang dijajahnya, tetapi juga memaksakan kepercayaan mereka pada orang Persia dan merubah mental penduduk terjajah menjadi haus darah pula, dan melanjutkan nafsu untuk menyerang bagian2 dunia lainnya.

Mereka yang dikalahkan pedang Jihadis hanya bisa menyelamatkan nyawa mereka dengan menjadi Muslim dan mengubur rasa perikemanusiaan mereka. Begitulah cara ’survival’ para korban Islam.

Pertempuran Namraq dan Kaskar (12 A.H. 634M)

Karena bangsa Persia adalah bangsa tua dan beradab, mereka tidak lagi menggunakan karavan untuk berdagang, sehingga tidak ada lagi karavan2 yang bisa diserang /dirampas / dijarah Muslim, seperti yang mereka lakukan terhadap bangsa Mekah-Medinah.

Jadi Muslim-muslim Arab mulai menyerang kota-kota perbatasan dan mengganggu penduduk disana. Orang-orang diperbatasan disepanjang sungai Efrat (Euphrates) akhirnya mengirimkan petisi kepada raja Persia, Yazdjurd (Yazdgard), memohon agar menyelamatkan mereka dari teror Muslim-muslim Arab. Raja mengirim pasukan observasi dibawah komando jendral Jaban. Pasukan memasuki kota Hira yang diduduki Arab. Melihat kedatangan tentara Persia, pasukan Arab mengundurkan diri ke gurun pasir ke kota oasis, Namraq (sekarang bernama Kufa) untuk menjebak tentara Persia ke gurun pasir, kawasan yang dikenal benar oleh pihak Arab.Selain infanteri, Arab juga memiliki pasukan onta. Pihak Persia menggunakan kuda yang tidak cocok untuk perang di gurun pasir. Dengan terjebaknya pasukan Persia di gurun pasir, mereka dihabisi oleh pasukan Arab, dan terpaksa mundur dan bergabung dengan tentara Persia di kota bernama Kasker.

Disini jendral Persia berikutnya, Narsi, mengumpulkan pasukan. Kota ini jauh dari perbatasan. Kasker begitu jauh dari kamp Muslim sehingga Narsi merasa serangan Muslim tidak akan datang dengan segera. Tapi Abu Ubaid, komandan pihak Muslim, berpikir lain. Ia bergegas ke Kaskar dan mengalahkan pasukan Persia sebelum pasukan Persia berikutnya dibawah jendral Jalinus, bisa datang memberi bantuan. Ini menunjukkan kenekadan Muslim, yang hanya bisa ditandingi dengan semangat cowboy yang sama nekadnya, kalau memang kita bertekad mengalahkan Islam dalam perang melawan terror ini.

Saat pasukan Arab mendekati kota Ctesiphon, raja Yazdgard, tidak pernah menyangka bahwa ia akan dikalahkan bangsa barbar yang menyeker (tanpa sepatu) dan pemakan kadal. Ia mengirimkan utusan kepada pasukan Muslim. Utusan itu mengatakan :

“Raja kami meminta apakah anda akan menyetujui perdamaian dengan syarat bawha Tigris akan menjadi perbatasan antara kalian dengan kami sehingga apapun yang ada pada bagian timur Tigris adalah milik kami dan apapun yang ada di bagian barat adalah milik kalian. Dan kalau ini tidak akan memuasakan dahagamu akan wilayah, maka tidak ada sesuatupun yang dapat memuaskan anda .”

Saad-ibn-Waqas, panglima pasukan Arab Muslim mengatakan bahwa Muslim tidak dahaga akan wilayah; Muslim bertempur untuk memberlakukan Islam terhadap Persia. Kalau raja Persia ingin damai, ia harus menerima Islam atau bayar pajak Jizyah. Kalau keduanya tidak dapat diterima maka damai tidak akan terjadi dan hanya PEDANG yang akan jadi penentu diantara mereka.Demikianlah nada tanpa kompromi ancaman Islam. Kalau Islam tidak dikalahkan secara total dan tidak menghabisi Muslim untuk selama2nya, mereka akan terus menghantui dunia sampai seluruh dunia memeluk kepercayaan biadab mereka itu.Abu Ubaid kemudian maju melewati Suwad menuju Kaskar. Di Kaskar mereka tiba dihadapan orang2 Persia yang terheran2. Pihak Persia dgn terbirit2 mengumpulkan kekuatan militer mereka dan keduanya bertempur di Saqatia, beberapa mil dari Kaskar.Strategi Persia adalah menunda aksi sampai kedatangan pasukan dibawah jendral Jalinus. Strategi Muslim adalah untuk terus menyerang dan membuat keputusan segera. Dengan elemen ‘surprise’, Arab menghabisi pasukan Persia di Kaskar dan memaksa mereka mundur ke timur.

Pelajaran dari Pertempuran Namraq dan Kaskar

Arab menggunakan taktik dengan memaksa Persia kedalam kawasan yang asing bagi mereka dan menggunakan taktik serangan kilat begitu adanya tanda- tanda pasukan Persia. Inilah ciri khas pertempuran Arab-Persia kemudian yang pada akhirnya berbuntut kepada kekalahan Persia.Dengan mengulur-ulur waktu dan upaya negosiasi, negara-negara Barat justru semakin memperkuat teroris Muslim, seperti juga upaya kaum Sassanid Persia mengulur-ulur waktu dan membiarkan Arab mengambil inisiatif di Pertemuran Kaskar.

Pertempuran Nihavend

pada pertempuran Nihavend Persia kelihatan akan menang dan Arab nyaris kalah. Dgn ciri khas menghalalkan segara cara, Muslim kemudian menggunakan taktik licik.

Ali, menantu Muhammad, mengusulkan agar memindahkan markas ke panglima Arab Muslim, Mugheera-ibn-Shu’ba. Setelah pertempuran Qadsiyyah, penduduk Persia secara terbirit-birit mengosongkan ibukota, Ctesiphon, dan alhasilnya, banyak anak-anak dan orang tua tertinggal. Orang tua diberikan pilihan menerima Islam atau mati, dan kebanyakan memang memilih mati. Tetapi anak-anak perempuan dan lelaki dijadikan budak dan dibagi-bagikan diantara para Arab sebagai jarahan perang.

Diantara mereka yang bernasib naas ini adalah SHERBANU bocah perempuan, puteri raja Persia, Yazdgard. Ketika Arab mengetahui tentang Sherbanu (YANG BERUMUR TIGA TAHUN) mereka menghadiahkannya kepada kalif Umar, yang kemudian mengopernya kepada menantu Mohammad, Ali. Pada saat itu Ali berusia 30 tahun (!!!) dan ia mengambil puteri raja berumur tiga tahun sebagai istri nya!

Catatan:

Dari ‘perkawinan’ Ali-Sherbanu inilah lahir kedua putera Ali, Hassan dan Husain, yg juga dibunuh dengan Ali pada th 39 A.H. (661M) dan mengakibatkan lahirnya sekte Islam, Shi’ah. Tidak jelas umur Sherbanu ketika melahirkan putera-putranya. Para sejarawan Arab secara sengaja mencatat ibu putera-putra Ali adalah Fatima, isteri kesekian Ali dan puteri Muhamad. Tetapi ini karena mereka ingin menyembunyikan silsilah darah Persia pada keturunan Ali dan menunjukkan mereka sebagai orang-orang Arab murni. Tapi faktanya adalah bahwa Sherbanu, puteri Persia adalah ibu Hasan dan Hussain.

Orang2 Shi’ah yang berbangsa Persia, Iraki dan Bahrain merupakan pemeluk Islam dari daerah-daerah yang dulunya bagian dari kerajaan Persia, Sassanid. Mereka mengakui Sherbanu sebagai ibu Hasan dan Husein. Karena itulah jaman sekarang kita melihat perpecahan antara Shi’ah-Sunni.

Pada pertempuran Nihavend, Ali yang hadir dengan isteri barunya itu (!!) mengusulkan kepada Mugheera-ibn-Shu’ba agar ia menjadikan isterinya UMPAN untuk memaksa tentara Persia meninggalkan benteng-benteng kuat mereka dan masuk perangkap Arab. Sesuai dengan perintah Ali, pada hari kedua, Mugheera-ibn-Shu’ba menunjukkan bocah cilik itu kepada orang-orang Persia dan mengatakan bahwa ia akan membunuh sang puteri cilik itu jika Persia datang untuk menyelamatkannya. Karena marah, tentara Persia melanggar perintah komandan dan segera keluar dari benteng-benteng mereka dan menyerang Arab.

Kesempatan ini digunakan Mugheera untuk mengundurkan diri kesebuah lembah dan menaiki bukit disebelahnya. Pihak Persia menyangka bahwa tentara Arab mengundurkan diri. Ketika tentara Persia dengan persenjataan berat mereka mencapai titik terendah di lembah itu dan kavaleri Arab yang jauh lebih lincah menyerang mereka dari 3 sisi.

INILAH TAKTIK LICIK DARI TENTARA ARAB…

Babak belur berdarah di Nihavend akhirnya menghancurkan perlawanan Persia terhadap Islam dan takluklah Persia dibawah Arabisasi dan Islamisasi.

Setelah jatuhnya Ctesiphon ke tangan Muslim, mereka menduduki Istana Putih raja2 Persia dan sebagai tanda terima kasih kepada Allah, mereka memenggali sang panglima Persia dan memamerkan kepalanya kepada para tawanan Persia dan memberikan mereka pilihan: ISLAM ATAU MATI.

Pertempuran Jembatan (Al Jisr) – 14 A.H. 636M

Pada bentrokan besar kemudian yang dikenal sebagai Pertempuran Jembatan, pihak Persia untuk pertama kalinya menggunakan gajah, hal baru bagi Bedouin Arab Muslim. Gajah-gajah itu digunakan untuk menggencet musuh dan bahkan seorang jendral Arab. Persia mengejar Arab sampai Jembatan di rungai Tigris, yang kemudian menjadi perbatasan antara kerajaan Persia dan Arab.

Persia berhenti di jembatan itu dan mengusir Arab keseberang sungai. Sayangnya Persia melewatkan kesempatan ini untuk menghabisi tentara Arab dengan cara memasuki wilayah gurun pasir Arab dan menghabisi Arab di tanah air mereka seperti cara Muslim membantai bangsa Persia di Persia. Persia tidak menggunakan satu2nya bahasa yang dimengerti muslim : BAHASA DARAH DAN MATI. Dengan ditundukkannya jazirah Arab dibawah Persia dan dipaksakannya agama Persia kepada Arab, Islam akan hilang sudah dan dunia bisa berterima kasih pada Persia ! Tetapi sayang ini tidak terjadi karena Persia adalah bangsa yang beradab, masih memegang aturan perang yang berlaku.

Kesempatan yang tidak diambil oleh bangsa-bangsa beradab dalam mengalahkan Arab secara telak, terulang lagi oleh bangsa Franks di Pertempuran Poitiers, 732, oleh bangsa Austria dan Polandia di Vienna, 1683, dan oleh Hindu di Pertempuran Tarain, 1191, dan dalam Perang Arab-Israel, 1967, pembebasan Afghanistan, 2001 dan Iraq, 2003. Bangsa2 beradab itu sebenarnya bisa memaksa Muslimn untuk MENINGGALKAN ISLAM ATAU MATI ! Tetapi ini semua tidak terjadi karena non-Muslim masih memiliki hati nurani dan mereka belum mengerti benar bahaya Muslim.


tinus
8/13/2012 08:23:49 am

Reply
3/18/2017 08:01:00 am

Bangsa Arab memang terkenal bangsa yang hebat, bangsa yang hampir keseseluruhannya dihuni oleh Islam. Perjuangan bangsa Arab ini memang patut kita tiru. post ini sangat bermanfaat untuk memberitahukan perjuangan umat dahulunya dalam mengembangkan Islam

Reply



Leave a Reply.