Tulisan ini ku persembahkan untuk sepupuku tersayang Ayu Puji Lestari yang telah memintaku untuk membuat sebuah cerita sedih, bahkan saat ingin menulis kisah ini aku tidak tahu apakah kisah ini akan sedih atau tidak. Kita mulai yak kisahnya.


Kisah ini bermula di sebuah tempat, yang begitu jauh dari kehidupan anda. Tempat
ini begitu indah dengan pepohonan yang menghasilkan banyak buah apel merah dan ranum. Di bawah pohon ini mengalirlah sungai yang amat deras. Dan di dekat sungai ini ada sebuah rumah mungil yang di sekeliling rumah ini ditumbuhi tumbuhan merambat. Di sebuah dapur ada asap masakan mengepul dari jendela dapur dan cerobong asap. Di balik tirai jendela itu terlihatlah seorang wanita yang sedang hamil tua.

Ketika malam tiba, sang wanita merasa begitu kesakitan, ia merasakan ketakutan yang amat sangat luar biasa. Ternyata sebentar lagi ia akan melahirkan. Sayang saat itu ia sedang sendirian di rumah. Tapi tidak beberapa lama kemudian suaminya datang, sang suami mengenakan topi dan jas hitam, serta sepatu pentofel yang telah disemir istrinya tadi pagi. Sang suami yang melihat istrinya akan melahirkan menjadi ikutan merasa panik. Akhirnya ia keluar untuk mencari seseorang yang bisa membantu istrinya melahirkan.

Langit yang sudah gelap pun ditambah dengan awan mendung. Suara petir mengiringi kelahiran sang bayi, nyanyian sedih burung hantu pun tidak lupa menyemarakan kedatangan sang bayi, gemuruh hujan mengaluni suara tangisan sang bayi.

Ketika hujan turun dengan derasnya, rintikan air hujan pertama saat sebutir air terjatuh ke tanah saat itulah sang ibu meninggal dunia, karena pada sebelumnya ia pun memiliki sebuah penyakit yang bahkan sampai kematian menjemputnya ia sekalipun belum pernah berobat. Kota itu sangat jarang ada dokter, bahkan kota tersebut memeliki peraturan aneh yakni setiap bayi perempuan lahir akan di bunuh. Maka dari itulah sangat jarang sekali ditemukan bayi wanita yang masih hidup.

Suara guruh sepatu kuda mengiringi langkah para prajurit istana. Sang ayah sudah begitu ketakutan, keringat dingin membasahi tubuhnya, wajahnya pucat pasi. Wanita tua yang membantu istrinya melahirkan pun menyuruh laki-laki itu untuk menyelamatkan anak bayi itu.

Sang laki-laki itu pun bergegas pergi keluar. Tanah becek membuat kakinya tergelincir. Sang bayi terjatuh ke aliran sungai yang deras. Ketika ayahnya ingin menolong bayi itu. Para prajurit pun sudah menyandera laki-laki itu lalu membunuhnya. Pemerintah kota itu memang hebat. Bahkan ada seorang wanita yang sedang hamil, dan kapan melahirkannya pun sudah tahu.

Beberapa saat kemudian sepasang suami istri miskin melihat bayi itu. Lalu mereka segera menolongnya. Untunglah sang bayi hanya kedinginan dan pingsan, setidaknya nyawa nya sudah tertolong.

Karena kota sedang tidak aman. Maka suami istri itu pun pindah ke tempat lain yang lebih aman. Di tempat baru itu sang suami istri membangun sebuah pertanian dan perternakan. Dan anak bayi itu pun diberi nama Azelia Mahreza. Dan panggilannya adalah Hazzel.

Tahun demi tahun berlalu, kehidupan Hazzel hanya berada pada perternakan dan pertanian. Hubungannya begitu dekat dengan para sapi dan domba. Tiap hari juga mereka sekeluarga selalu menghabiskan waktunya untuk di ladang dan perternakan.

Di ulang tahunnya yang ke lima tahun ia mendapatkan seekor anak kuda. Ia selalu berusaha untuk menunggang kuda. Tapi rasanya begitu sulit, tiap saat ia selalu terjatuh dari kuda itu, ia begitu merasa bahwa dirinya benar-benar tidak berbakat. Apa kelebihan yang ia miliki? Tidak ada. Yang ia lakukan hanya kesalahan terus menerus. Bahkan saat membantu orang tuanya pun ia selalu melakukan kesalahan, air yang kebanyakanlah saat menyiram bunga. Bahkan hal yang mudah seperti mengumpulkan jerami pun terkadang ia melakukan kesalahan. Bahkan kecerobahannya tidak ketulungan. Terkadang ia menumpahkan garam saat menyiapkan makanan. Bahkan memecahkan piring saat mencoba untuk membantu ibunya mencuci piring. Bahkan beling tersebut mengenai kakinya.

Karena persedian piring hanya sedikit yaitu 3 buah. Sang ibu pun marah-marah "Dasar anak tak berguna! Saat kau makan sebaiknya kau gunakan saja dedaunan di ladang" maki si ibu.

Hazzel pun berusaha untuk tidak menangis. Terkadang karena ia sering melakukan kesalahan ibunya selalu memukulinya membuat kulitnya begitu membiru. Penampilannya sangat kotor sekali. Tubuhnya dipenuhi terigu. Karena saat ingin membantu ibunya membuat kue, Hazzel tidak sengaja menjatuhkan terigu dan kini terigunya mengenai dirinya. Saat ia meniup kompor agar apinya besar, ternyata asap hitamnya mengenai wajahnya, pipinya pun tampak begitu kotor.

Hari-hari rasanya begitu menyedihkan karena ia merasa dirinya begitu payah.

Bahkan dalam kehidupannya pun ia hanya memiliki sedikit teman, entah karena terlalu tertutup, pendiam atau mungkin tiap harinya ia diharuskan untuk membantu orang tuanya walaupun sepertinya ia sama sekali tidak membantu bahkan ia terlihat seperti sedang mengacaukan semuanya



Leave a Reply.