Beberapa bulan telah terjadi semenjak kejadian itu. Yume sedang terduduk di meja kerjanya. Menatap sebuah buku kosong dengan pulpen di tangannya serta laptop yang menyala di sampingnya. Mbok Yem datang memberikan sepotong kecil black forest dengan secangkir coklat panas. Yume menatap jendela. Deru angin memasuki ruangan itu. Tirai jendela berkibar kencang. Ia berjalan menuju jendela dan menatap ke luar jendela. Ia bersyukur angin yang berhembus ini adalah angin gunung bukan angin pantai yang selalu menyapanya saat ia berada di rumah orang tuanya dulu.

Sekarang entah sedang apa orang tuanya. Orang tuanya pasti begitu kecewa kepada Yume. Anak yang tidak berbakti. Anak yang lebih memilih orang yang dicintainya dibandingkan kedua orang tuanya. Bahkan setelah semua yang telah dilakukan dan diberikan dari orang tuanya. Yume mengutuki dirinya sendiri karena tidak bisa membalas budi orang tuanya. Gimana ia ingin membalas budi bahkan kerumah itu lagi pun pasti tidak diperbolehkan.

Yume membayangkan jika dengan tiba-tiba ia mengetok rumah kedua orang tuanya dengan menggendong Himitsu, pasti setelah ayahnya keluar ia langsung diusir dalam hitungan detik. Pasti ayahnya beranggapan dirinya telah ditelantarkan Max. Dan saat itu ia meminta perlindungan karena sudah tidak memiliki rumah untuk tinggal. Yume menarik nafas dan meniupkannya. Berharap semua rasa sedih dan kesal keluar. Ia duduk di jendela menatap awan. Entah kenapa awan yang satu itu berbentuk negara Jepang. Lalu ia menurunkan matanya. Sepasang gunung ada di sana. Gunung itu berkabut. Di bawahnya lagi adalah sebuah kota. Dari sini terlihat sebuah universitas tempatnya mengajar.

Tiba-tiba terdengar suara tangis dari ruangan sebelah. Himitsu telah terbangun. Yume pun menyusui anaknya itu. Lalu ia menatap ke layar komputer. Ada sebuah e-mail masuk. Dari Mizu sepupunya. Ia menanyakan kabar Yume. Yume pun menjawab keadaanya dan menceritakan bahwa ia sudah menikah dan memiliki satu anak laki-laki yang hebat. Lalu Yume bertanya tentang keadaan Mizu. Yume tampak begitu kangen dengan Mizu karena sudah lama tidak bertemu.

Subuah ide terlintas di kepala Yume. Ia pun membuat proyek. Proyek itu adalah sebuah misi menerbitkan buku yang dikarang oleh mereka berdua. Karena pengarangnya berdua jadi mereka harus bergantian menulis. Yume pun menyarankan agar Mizu memulai duluan.

Di ujung kota sebelah di sebuah rumah. Mizu sedang menyesap kopinya. Lalu ia membaca e-mail yang dikirim Yume. Yume mengajaknya menulis bareng. Sebenarnya Mizu ingin menolak. Ia pun mengirim jawaban ke Yume. Di ujung sana Yume membacanya dengan kecewa. Tapi bukan Yume namanya jika ia menyerah. Ia pun terus mengompori Mizu untuk menulis. Akhirnya Mizu setuju. Ia mulai menulis.

                                                                  
                                                                      Part 1 “A Ling”


Pada suatu hari di suatu masa. Lahirlah seorang bayi perempuan bernama A Ling orang tuanya begitu kaya raya. Bahkan jika ia tinggal bersama keluarganya ia bisa menjadi seperti seorang Putri Raja di sebuah menara . Tapi nasib berkata lain. Saat itu keluarga besar ibunya sedang dirundung duka karena tante A Ling mengalami musibah kebakaran. Saat itu dini hari. Tantenya A Ling bangun, ia tidak sengaja  menjatuhkan lilin ke kasur. Saat lilin itu terjatuh sang tante tidak menyadarinya. Lalu ia menuju keluar rumah untuk mengambil air. Air ini akan ia masak untuk keperluan mandi anaknya serta membuat kopi untuk suaminya. Angin bergerak begitu kencang. Saat sang tante ingin kembali dan menatap rumahnya. Ia pun begitu terkejut. Rumahnya sudah dilahap api. Ember yang berisi air terjatuh. Sang tante menangis tersedu-sedu. Ia pun membangun rumah kembali.

 

 

Setiap har tatapannya kosong, seperti ada yang hilang dalam hidupnya. Ibunya A Ling datang ke gubuk reyot yang baru di bangun oleh adiknya. Ia menatap mata adiknya yang menatapnya dengan tatapan kosong. Ibunya A Ling melihat ada sesuatu yang hilang dari mata itu. Dan yang hilang itu bukanlah harta kekayaan karena tantenya sudah biasa hidup sederhana. Tatapan kehilangan ini adalah tapapan kehilangan seorang keluarga. Lalu ibunya A Ling memberikan A Ling kepada tantenya untuk diurus. Dan untuk menemaninya menghapus sepi. Ibu A Ling berpesan agar anaknya dididik dengan kesederhanaan agar ia menjadi anak yang rapih.

 

 

Dengan sedih ibunya A Ling pergi meninggalkan A Ling. Tapi ia menatap mata adiknya. Sebuah kegembiraan hadir di mata itu. Tantenya A Ling seperti menemukan sebuah jiwanya yang hilang. Mereka pun hidup bahagia dalam kesederhanaan. Ibu A Ling sudah sampai  rumah ia diliputi kesedihan tiada tara.

 

 

Mizu membaca ulang tulisannya. Mengeditnya lalu mengirimkan ke e-mail Yume. Di rumahnya Yume sedang bermain dengan Himitsu. Tiba-tiba ia mendengar sebuah tanda e-mail masuk. Lalu ia membuka pesan itu. Lalu membanya. Ia pun merenung. Ia merasa kasihan kepada ibunya A Ling. Karena sekarang ibunya A Ling akan merasa kesepian. Lalu Yume pun memutuskan untuk membuat tokoh baru. Dan mengirimkan Kisah Bab kedua ke e-mail Mizu. Di rumah Mizu pun membaca Bab kedua dari Yume.

                                                                     

                                                                              Part 2 “Ai Ling”

 

 

Sebulan kemudian ibunya A Ling mengandung seorang anak keluarga itu diliputi sebuah kebahagiaan baru. Sembilan bulan kemudian. Di saat rembulan bersinar dengan terang seorang bayi lahir ke dunia yang fana ini. Berbagai kisah dalam kehidupan barunya telah menunggu. Bayi perempuan itu diberi nama Ai Ling. Sesuai namanya Ai hidupnya dipenuhi cinta oleh kedua orang tuanya. Tapi sejujurnya orang tua Ai Ling adalah tokoh antagonis. Tapi bagi Ai Ling, ibunya adalah orang yang paling baik hati sedunia.

 

Ai Ling tidak diajarkan menjadi anak yang rapih seperti A Ling. Ai Ling adalah seorang anak yang memiliki bermiliar impian. Dirinya begitu kreatif penuh imajinatif. Hanya satu kekurangannya. Ia tidak bisa mengerjakan segala sesuatunya dengan rapih. Karena segala sesuatunya itu biasa dilakukan oleh seorang pelayan. Ai Ling pun hidup dengan dipenuhi petualangan. Setiap hari ia berpetualang bersama temannya yang bernama Houseki Ryu Snicket.

 

 

Mereka sering berpetualang di balik semak. Berjalan bergandengan tangan menuju sebuah kuil. Tapi mereka tidak pergi ke kuil itu. Mereka hanya melewatinya. Karena tujuan mereka adalah sebuah pohon besar. Umur mereka tiga tahun saat itu. Orang tua mereka sangat sibuk bekerja. Penjaga mereka pun sedang sibuk memasak. Jadi, ketika Ryu datang ke rumah Ai Ling untuk bermain. Ai Ling sangat gembira sekali. Ia pun meminta Mba Ros, penjaganya untuk menyiapkan makanan piknik. Mba Ros kira Ai Ling hanya bermain di halaman rumahnya yang luas seperti biasanya. Tapi mungkin karena mereka sudah terlalu bosan bermain di halaman rumah. Akhirnya mereka memutuskan bermain keluar rumah.

 

 

Ai Ling sedang meminum limun saat itu. Dan burung-burung sedang berkicau dengan riang. Tiba-tiba ada sebutir telur puyuh jatuh. Ai Ling berteriak histeris. Ryu pun segera menangkap telur itu. Ai Ling dan Ryu membawanya ke rumah. Dan membuat sebuah tempat yang nyaman untuk telur itu. Mba Ros datang dan memperhatikan yang dilakukan dengan Ai Ling dan Ryu. Mba Ros mengambil telur itu. Ai Ling pun menjarit. “Jangan.” Kunciran rambut Ai Ling bergoyang. Mungkin saat ini seperdelapan rambut A Ling pun sedang dikuncir di sebelah kanan dan yang berbeda mungkin rambut A Ling sudah sepanjang sepunggung dan Ai Ling baru sebahu. Dulu saat ibunya dan tantenya masih kecil pun seperdelapan rambutnya juga dikuncir.

 

 

Mba Ros memperhatikan telur itu lalu merenung. “Kau ngambil dari mana? Di rumah ini sepertinya tidak ada telur puyuh.” Ryu pun mengatakan bahwa telur itu jatuh dari atas pohon besar. Mba Ros terkejut. “Bagaimana bisa kalian keluar rumah sedangkan pintu gerbang terkunci?” Ryu menjawab dengan santai sembari menghirup tehnya.”Pintu gerbang tidak terkunci kok.” Mba Ros panik dan keluar rumah lalu segera mengunci pintu gerbang. Ai Ling mendapati telurnya kembali dan menina bobokanya.

 

 

Mba Ros pun memperingatkan mereka agar jangan keluar rumah lagi. Tapi tidak ada satupun diantara mereka yang mendengarkan perkataan mba Ros. Bertahun tahun telah berlalu kini mereka sudah SMA. Ai Ling bertemu dengan A Ling. Tapi mereka masih belum menyadari bahwa mereka adalah kakak beradik. A Ling begitu cantik dengan rambut lurusnya dan pitanya merahnya. Rambut Ai Ling pun masih sebahu dengan pitanya juga. Hal ini memang sepertinya adalah sebuah tradisi dari keluarga mereka turun temurun. Rambut sang kakak perempuan harus lebih panjang dari adiknya. Dulu ibunya dan tantenya juga begitu.

 

 

Ai Ling masih bermain dengan keceriaanya bersama Ryu. A Ling lewat bersama sepedanya. Ryu yang sedang menggandeng sepedanya  dari arah berlawanan pun menatapnya. Bahkan sampai A Ling berada di belakangnya Ryu masih menatapnya tanpa berkedip. Ai Ling yang sedang sibuk bercerita dengan begitu bahagianya berhenti sejenak memperhatikan Ryu yang sedang menatap kebelakang. Ai Ling menatap ke arah yang ditatap Ryu. Entah kenapa ia merasa tidak suka. Sambil tersenyum Ai Ling menggoda Ryu. “Wah,,, Ryu menyukai seorang wanita cantik.” Ai Ling teriak begitu kencang Ryu pun begitu malu, dan menatap Ai Ling dengan tatapan kesal “Bukan begitu, tapi aku merasa dia mirip denganmu.” Ai Ling menatap kebelakang tapi yang ia tatap hanya rambut A Ling dan sepedanya. Ia memukul tangannya “Sayang sekali aku tidak melihat wajahnya.” Lalu mereka pun pergi ke perpustakaan dan membaca Novel.

 

 

Saat mereka kuliah. Mereka berada di prodi yang sama. Bahkan kelas yang sama. Sepertinya mereka menyukai hal yang sama dalam berbagai bidang. Lama kelamaan mereka bertiga pun tampak lebih dekat. Hal ini dikarenakan Setiap kali A Ling lewat pasti Ryu selalu memperhatikannya tidak peduli Ai Ling sedang bercerita hal yang penting. Terkadang Ryu pun bercerita tentang A Ling. Ai Ling merasa sepertinya dirinya semakin menghilang dari kehidupan Ryu bahkan walaupun setiap detik ia selalu bersama Ryu. Keberadaan dirinya pun seperti hilang digantikan oleh A Ling. Bahkan sebenarnya ketika A Ling lewat dan Ai Ling tidak sengaja melihatnya. Ia pun jadi selalu ingin menatapnya juga sampai sosok itu hilang. Bahkan sebenarnya Ai Ling sudah menyerah terlebih dahulu sebelum A Ling masuk ke dalam lingkaran persahabatan mereka bertiga.

 

 

A Ling memang lebih cantik, lebih pintar dan lebih rapih darinya. Bahkan Ai Ling mengakui bahwa A Ling lebih sempurna darinya. Jadi, keesokan siang Ai Ling mengajak A Ling  makan bersama di sebuah taman. Mereka hanya membawa roti, apel dan susu segar. Jika yang lainnya memilih susu putih Ai Ling memilih susu coklat. Sendiri ia pun menyadari ternyata kesukaan Ryu dan A Ling sama. Dan mereka sama-sama pendiam. Bukankah Ryu menyukai A Ling tapi kenapa dia hanya diam. Ai Ling menatap Ryu jadi seperti menatap punguk yang merindukan bulan. Saat itu Ryu sedang duduk nyender pohon. Kakinya satunya di kursi dan ia sedang memutar apelnya. Dihadapannya ada Ai Ling yang sedang memperhatikan Ai Ling. Menyukai seseorang tapi ketika orang itu ada didekatnya ia memilih diam. Bagaimana bisa dekat.

 

 

Dari tadi A Ling pun hanya diam. Karena ia merasa canggung. Dia adalah tipe penyendiri dan menyukai kesendirian. Ia akan lebih senang jika berada di rumahnya yang tenang. Biasanya setelah usai belajar. Ia segera pulang. Ai Ling yang merasakan suasana begitu dingin pun membuka pembicaraan. Dan hal ini ia lakukan agar Ryu bisa dekat dengan Ai Ling. “i ling apakah kau menyukai bunga sakura.” Ia mengangguk. Ia pun bertanya-tanya apa maksud dari pembicaraan Ai Ling? Apakah ia hanya ingin menanyakan hal itu?

 

 

Lalu dengan tiba-tiba Ai Ling memegang tangan A Ling dan Ryu. Mereka berdua terkejut. Lalu Ai Ling menggandeng lengan A Ling dan Ryu. “Kalian tahu? Di taman kota sebelah. Bunga sakura sedang bermekaran dan di sana juga ada sebuah festival. Kalian harus menemaniku untuk melihatnya.” Lalu mereka bertiga pun ke sana. Mereka memainkan sebuah permainan.Mainan itu adalah melempar panah ke gambar bebek. Ai Ling dan A Ling tidak bisa menjatuhkan satu bebekpun. Tapi Ryu bisa menjatuhkan semua bebek-bebek itu. Ia pun mendapatkan sebuah boneka beruang besar. Karena biasanya Ryu memberikan hadiah itu kepada Ai Ling. Ai Ling pun menggerakkan tangan Ryu ke A Ling. Dan A Ling pun menerima boneka itu dengan senang hati.

 

 

Sore pun tiba dan mereka pun pulang. Saat malam hari Ryu menerbangkan sebuah pesan kepada Ai Ling. “Apa maksudmu mengundang A Ling makan bersama kita dan mengajaknya ke festival?Dan apa maksudmu menyuruhku memberikan boneka itu pada A Ling?” Ai Ling pun menulis jawabanya di selembar kertas. Membuatnya menjadi kapal dan melemparkannya ke kamar Ryu. “Aku ingin mengenalnya lebih dalam. Soal boneka itu, Aku sudah terlalu bosan menerima boneka darimu, lihat rak bonekaku semuanya darimu.” Setelah membaca balasan itu. Ryu pun segera menutup jendelanya dan mematikan lampu. Ai Ling mendengus kesal karena biasanya mereka masih melempar surat sampai malam telah larut. Bahkan sampai burung hantu itu menyanyikan sebuah lagunya.

 

 

Mizu pun merasakan sebuah kisah cinta yang manis. Lalu ia menuliskan Bab ketiganya. Ia merasa kasihan pada tokoh yang dibuatnya. Lalu ia memunculkan kembali A Ling ke rumahnya yang sebenarnya.

Part 3 “Menjemput A Ling”

 

 

Adik mama mereka sudah sakit-sakitan sudah semenjak lama. Maka dari itulah setelah selesai pelajaran A Ling  segera buru-buru pulang. Maksudnya sih ia ingin menjaga ibunya. Tapi hari itu takdir berkata lain. Adik mama mereka pun meninggal. A Ling tampak begitu sedih karena ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Ia merasa begitu sendiri. Hari itu hujan turun. Ai Ling dan orang tuanya datang ke pemakaman itu. Ayah ibunya memeluk A Ling. Ai Ling memegangi sebuah payung. Dan berdiri di belakang mereka. Ai Ling tampak begitu cemburu kenapa ayah ibu mereka, tampak begitu akrab dengan wanita ini. Sampai memeluknya segala.

 

 

A Ling juga kaget karena tiba-tiba ada yang memeluknya. Padahal semenjak ibunya dikubur ia benar-benar sendirian. A Ling pun menanyakan siapa mereka. Ibunya pun berkata “Kami adalah orang tuamu.” Ai Ling dan A Ling tampak begitu kaget. Tidak. Tidak mungkin. Pikir mereka berdua. A Ling pun menyanggah “Ayahku dan kakak laki-lakiku sudah meninggal dari sebelum aku dilahirkan dan kini ibukupun sudah meninggal. Dan kalian pasti bukanlah ibuku melainkan waliku.” Ai Ling menghela nafas. Ternyata hanya wali. Syukurlah.

Tapi itu artinya ia akan memiliki saudara. Tapi tidak apalah setidaknya ia memiliki saudara perempuan. Jadi ia bisa berbagi cerita tentang sebuah kisah yang tidak bisa diceritakan pada Ryu.

 

 

        Tapi kedua orang tua itu menggeleng. “Tidak sayang. Kau adalah anak kandung kami.”

Ai Ling dan A Ling mengernyit bingung. Lalu ibunya pun menceritakan kisah itu. Dan A Ling masih belum percaya, sambil terisak ia bertanya “Lalu kenapa kalian tidak pernah mengunjungiku?” Ayahnya pun membuaka suara. “Itu karena kami terlalu sibuk pada pekerjaan kami. Bahkan kami saja jarang berjumpa kepada adikmu.” Ai Ling tidak bisa mempercayai ini. Jadi, sebenarnya ia memiliki seorang kakak perempuan. Ai Ling pun memeluk payung itu dengan erat. Rasanya ia ingin sekali berjalan ke depan dan berbalik arah untuk melihat kakak perempuanya. Tapi ia bertugas memegangi payung. Ia mencari sopir mobilnya. Tapi sopirnya tidak kelihatan. Ia pun pasrah untuk sabar menunggu.

 

 

        Akhirnya ibu dan ayahnya mengajak A Ling pulang. “Ayo kita pulang. Aku tidak ingin kau sakit.” Kaca mata ayahnya memantulkan cahaya. A Ling pun berbalik. Ia begitu kedinginan. Dan raut wajahnya memancarkan sebuah kesedihan yang nyata. Lalu tatapan mereka saling bertemu. Mereka saling menyebutkan nama orang yang didepannya. Ayahnya tersenyum “Ternyata kalian semua sudah saling mengenal?Bagus kalau begitu jadi, kami tidak perlu memperkenalkan kalian lagi. Dan aku berharap kalian menjadi kakak beradik yang akrab. Aku tidak suka permusuhan dalam keluarga ini.”

 

 

        Ai Ling tersenyum. Lalu mendekat dan menghapus air mata A Ling. Ia pun ikut merangkul A Ling dan ayahnya yang disebelahnya pun merangkul Ai Ling. Sopir itu pun memfoto keluarga tersebut. “Untuk kenang-kenangan.” Ia tersenyum. A Ling masih menangis dalam rangkulan Ai Ling. Setelah sampai rumah. Ai Ling pun meminta agar A Ling tidur di kamarnya saja.  “Ayah ibu aku akan lebih senang jika kalian mengizinkan kami berbagi sebuah kamar.” Ayahnya mengangguk setuju. “Bagus itu akan lebih baik. Aku ingin kalian menjadi akrab. Seperti kakak beradik yang menghabiskan hidupnya dari semenjak mereka kecil.” Lalu Ai Ling memperkenalkan kamarnya yang kini akan menjadi kamar mereka berdua.

 

 

“Tereng,,,inilah kamar kita berdua. Oh ia sepertinya mulai sekarang aku harus memanggilmu kakak. Oh ia maaf jika kamarnya berantakan. Sepertinya Mba Ros belum sempat membersihkannya. Aku akan memanggilnya” Ai Ling mengedipkan mata. “Biar nanti aku saja yang membereskan setelah mandi. Dan jika kau ingin memanggil namaku tanpa mengucapkan kakak,  juga tidak apa-apa dik.” Ai Ling menatapnya. Dan tertawa “Apa maumu kak? Jika kau memperbolehkan aku memanggil dirimu tanpa embel-embel kakak kenapa kau memanggilku dik? Jangan-jangan jika aku memanggilmu dengan kakak kau akan memanggilku dengan namaku.” A Ling tersenyum lalu mandi di kamar mandi sebelah kamar.” Dan Ai Ling menuju ke perpustakaan di rumah. Setelah mandi. A Ling berganti baju dan mengeringkan rambutnya. Ketika ia menatap ke jendela ternyata di ujung sana ada Ryu yang sedang menatapnya dari jendela kamarnya.

 

 

Wajah A Ling memerah. Apakah Ryu sudah berada di situ dari semenjak ia berganti baju. Wajah A Ling memerah karena malu dan terbakar amarah. Ia pun segera memanggil Ai Ling dengan tanduk keluar dari kepalanya ingin menyeruduknya, lalu taring pun keluar dari mulutnya ingin menghisap darahnya. Dan matanya tertutup satu yang menandakan. Ia telah dibutakan oleh amarah. Ryu di ujung sana pun memerah. Sebenarnya ia tidak melihat banyak. Yaitu hanya melihat A Ling saat menggosok rambutnya. Tapi Ryu tau tadi pasti A Ling sedang berganti baju. Dan melihat wajahnya yang memerah pasti A Ling mengira dirinya telah melihatnya berganti baju. Ia pun merasa kesal pada Ai Ling karena tidak memberitahukannya. Bahwa di sana ada A Ling. Tapi kenapa A Ling ada di sana? Hemm,,, mungkin sedang menginap. Ia pun kembali melanjutkan rutinitasnya.

A Ling mencari ke seluruh pelosok rumah. Tapi rumah ini terlalu besar. Dan terlalu banyak ruangan tidak perlu. Bahkan ada ruangan duduk segala benar-benar pemborosan ruangan. Akhirnya ia menemukan sebuah perpustakaan. Firasatnya Ai Ling pasti pergi ke sini karena ia menyukai buku-buku. Rasa marah A Ling tidak sebesar tadi. A Ling pun menutup buku yang sedang dibaca Ai Ling. Ai Ling merasa kesal. “Kenapa kau tidak bilang kepadaku bahwa di kamar sebelah ada Ryu hah?” Ai Ling menatap A ling “Terus kenapa? Bukankah itu bagus? Kalian bisa saling bertemu dan menjalin cinta.” A Ling mengernyit “Apa maksudmu dengan cinta?Diantara kami tidak ada cinta. Tahukah engkau tadi aku berganti baju di depan jendela. Dan ketika aku menatap jendela ternyata Ryu sedang menatapku.” Ai Ling merasakan sebuah gejolak. “Benarkah? Tapi apakah kau tahu. Bahkan walaupun kau sedang tidak ganti baju ia akan menatapmu terus menerus.” Ai Ling tertawa. A Ling pun pergi dengan rasa kesal. Ai Ling mengejar. “Tunggu. Kau ingin kemana?” Dengan nada kesal A Ling mengatakan “Aku akan meminta Papah agar kamar kita sebaiknya dipisah. Ada banyak kamar di rumah ini. Sayang sekali jika tidak digunakan.”

 

 

Ai Ling mengulang perkataan A Ling Papah katanya. Harusnya ia menyebutkan Ayah bukan Papah ia mengatakan seperti itu seakan-akan orang tua mereka berbeda.Jangan-jangan ia akan memanggil ibu dengan sebuatan Mamah. Kehadirannya memang akan merubah segalanya. Bahkan mungkin A Ling bukan saja akan merebut Ryu tapi ia juga akan merebut ayah dan ibu dan merubahnya menjadi Papah dan Mamahnya. Di hati dan pikiran Ayah dan Ibu pasti sudah tidak ada dirinya melainkan hanya ada Papah dan Mamahnya. Ai Ling mendengus kesal “Lakukan sesuka hatimu.” Jika kau ingin mengambil semua miliku ambil saja aku tidak akan peduli. Lalu Ai Ling pun pergi ke kamarnya dan menangis. Ada sebuah surat berbentuk kapal. Pasti dari Ryu setidaknya Ryu tidak melupakannya. Tapi ternyata Ai Ling salah Ryu malah marah-marah di surat ini. “Kenapa kau tidak memberitahuku. Bahwa A Ling menginap di kamarmu. Tahukah engkau ia pasti mengira aku telah mengintipnya.” Ai Ling memeluk boneka pemberian Ryu. Dan menulis “Dia bukan menginap tapi memang tinggal di sini. Karena ternyata dia adalah kakak kandungku yang telah lama berpisah denganku. Lalu bukankah itu anugrah untukmu karena sudah melihat tubuhnya sebelum waktunya.”

 

 

Ai Ling pun melempar asal-asalan. Tapi tetap nyampe ke kamar itu. Itu juga karena Ryu berusaha menangkapnya. Kalau tidak begitu pasti surat itu sudah jatuh ke bawah. Dan ia akan malas mengambilnya. Ryu membacanya dan merasa kesal “Aku tidak melihatnya. Aku hanya kebetulan melihat dia sedang menggosok rambutnya.”

 

 

Ai Ling pun membalas. “Kebetulan yang indah. Kau sungguh beruntung bahkan jika kau telah melihatnya juga tidak apa-apa.” Ai Ling melemparnya dengan asal-asalan lagi. Ryu merasa kesal bahkan sebenarnya ia tidak ingin menjawab semua ini. Tapi ia melihat tulisan Ai Ling berbeda dari biasanya. “Kau menangis Ai Ling?Atau kau menulis di tempat yang gelap. Ai Ling menjawab dengan begitu lama. Baru ia melempar dengan asal-asalan lagi.

 

 

Ryu menangkapnya “Apa pedulimu?” Ryu merasa kesal. Lalu ia membalas “Hanya dua kata tapi lama sekali kau membalasnya. Kau tidak perlu membuat origami terlebih dahulu Ai Ling.” Ai Ling menjawab tapi agak lama “Itu burung Phoenix. Aku ingin menjadi burung Phoenix.”Ryu pun membalas kilat “Apa yang menyenangkan menjadi burung Phoenix?” Ai Ling menjawab dengan membuat origami lagi “Dia begitu cantik.” Ryu tersenyum “Cantikan juga dirimu yang sekarang Ai Ling.” Wajah Ai Ling tersipu merah. Baru kali ini Ryu memujinya. “Kau belum melihatnya saja Ryu. Btw tumben kau memujiku. Ku kira kau masih mengejar-ngejar saudaraku yang lebih cantik dariku.” Ai Ling masih membuat origami burung phoenix sampai seterusnya.

 

 

Ryu pun menjawab. “Berhentilah membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain. Bahkan ternyata perbandinganmu itu lebih melihat hal lain lebih indah. Btw kalau kau menjadi Phoenix aku akan menjadi sang naga.”Ai Ling tersenyum “Kau tahu?Ryu dalam bahasa jepang artinya naga.”Ryu melempar sebuah surat lagi. “Berdirilah aku ingin melihat kau tersenyum,bahkan menurutku. Senyumanmu lebih cantik di banding sinar bulan di ujung sana. Ai Ling berdiri dan tersenyum. Ryu melempar sebuah kertas. “Hapus air matamu. Coz aku tidak bisa menghapusnya.” Ai Ling tersenyum lalu menulis “Kalau begitu kau harus menghapusnya dari jarak jauh.” Ai Ling membuat origami. Ryu tertawa karena kelamaan. Lalu ia pun memberi tampang bosan. Dan membaca pesan itu.

 

 

Ia pun mencoba menghapus dari jarak jauh. Tangan Ai Ling mengikuti gerakan itu. Dan bekas air mata itu pun menghilang bersama kesedihan Ai Ling. Ryu pun mengirim pesan. “Selamat tidur semoga dalam mimpi kita bisa bertemu sebagai burung Pheonix dan Naga.” Ai Ling tersenyum lalu menutup jendela. Ryu pun menutup jendelanya dan mematikan lampu.

Di kamar bawah A Ling mengamati tingkah laku mereka berdua. Ia pun menatap dengan rasa benci lalu menghempaskan dirinya ke tempat tidur. Bagaimana bisa mereka tertawa sedangkan dirinya dipenuhi rasa malu. Bagaimana pula mereka bisa tersenyum sedangkan dirinya sedang dirundung duka karena kepergian ibunya. Dan bagaimana bisa Mereka bercengkrama dengan diliputi kebahagiaan sedangkan dirinya diliputi sebuah rasa kesepian dan merasa hanya sendirian. Lalu bagaimana bisa mereka mengaku sebagai orang tuanya jika selama tujuh belas tahun mereka tidak pernah menemui dirinya. A Ling menutup wajahnya kebantal. Terkadang dunia memang tidak adil. Lalu kemanakah dirinya harus meminta keadilan. Dia beranggapan bagaikan dirinya seperti angsa yang terkurung di danau dan hanya sendirian.” Ia pun memejamkan mata dan berusaha tertidur.

 

 

Malam itu dengan penuh keajaiban. Mereka menjadi seperti yang mereka katakan. Entah apakah ini mimpi atau bukan. Bahkan aku yang menuliskan dan yang membuat ceritanya tidak tahu. Tapi jika ini mimpi. Maka, ini adalah mimpi yang hebat. Karena mimpi mereka bertiga sama. Dan mimpi ini di susun berdasarkan perasaan mereka.

 

 

Di sebuah danau yang sunyi dan tenang. Seekor angsa menunduk kesepian. Ia menatap langit. Di sana terdapat burung Phoenix sedang terbang dengan penuh suka cita bersama sang naga. Mereka tersenyum bagaikan sepasang kekasih yang sedang kencan. Sang angsa merasa iri. Ia pun memulai monolognya. (Kata-kata yang percis ia katakan sebelum tidur.)

 

 

“Di cahaya sinar rembulan kau tampak begitu cantik bahkan dibandingkan sang bulan itu sendiri.” Burung Phoenix pun tersenyum mendengarkan perkataan sang naga emas. Lalu burung Phoenix itu mendengar sebuah senandung lain. “Kau mendengar suara itu sayangku?” Sang naga emas pun menjawab “Tidak ada suara lain selain suara merdumu sayangku.” Burung Phoenix perak masih mendengar suara merdu itu. Begitu merdu bahkan dibanding suaranya. Bahkan jika sang naga emas mendengar suara ini, ia akan lebih menyukai suara ini. Burung Phoenix tertarik untuk mendengar suara itu lebih dekat.

 

 

Phoenix perak itu pun memegang Sang Naga Emas. Lalu mengajaknya mendarat. Dan bersembunyi di balik semak. Suara itu terdengar semakin jelas dan merdu. Itu adalah suara Lake Swan. “Bagaimana bisa mereka tertawa sedangkan dirinya dipenuhi rasa malu. Bagaimana pula mereka bisa tersenyum sedangkan dirinya sedang dirundung duka karena kepergian ibunya. Dan bagaimana bisa Mereka bercengkrama dengan diliputi kebahagiaan sedangkan dirinya diliputi sebuah rasa kesepian dan merasa hanya sendirian. Lalu bagaimana bisa mereka mengaku sebagai orang tuanya jika selama tujuh belas tahun mereka tidak pernah menemui dirinya. A Ling menutup wajahnya kebantal. Terkadang dunia memang tidak adil. Lalu kemanakah dirinya harus meminta keadilan.”

 

 

Phoenix perak terhanyut akan suara merdu itu. Ia pun mengeluarkan air mata. “Oh sungguh malang Angsa Danau itu. Apakah kau mendengar suara itu sayang.” Sang Naga Emas pun menjawab “Harus kukatakan berapa kali bahwa aku tidak mendengar suara apa-apa kecuali suara merdumu sayang.” Sang Phoenix Perak menggeleng, dan mengeluarkan sebutir air mata “Kau tahu sayang? Itu bukan suaraku, tapi suaranya.” Sang Naga Emas menatap Angsa Danau. Naga Emas menatapnya dengan begitu lama. Phoenix perak agak sedikit kesal “Apakah dia cantik?Mungkinkah ia lebih cantik dariku sehingga kau harus menatapnya lebih lama dari waktu yang ditentukan? Apakah bulu-bulunya lebih indah dariku? Apakah bulu-bulunya lebih halus dan lebih putih dariku?”

 

 

Phoenix Perak menangis. Naga Emas menatapnya. “Berhentilah membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain. Aku menatapnya lama hanya karena aku sedang mengamati perbedaan kalian. Menurutku walaupun aku telah menatap denagn tatapan tajam aku masih belum bisa menemukan perbedaan kalian” Naga Emas pun meniup mata Phoenix dan menerbangkan air mata itu bersama kesedihanya. Burung Phoenix memeluk sang Naga Emas. “ Aku ingin kau datang padanya untuk menghiburnya. Lihatlah sungguh menderita dan kesepiannya dirinya.” Sang Naga Emas pun menjawab “Kenapa aku harus melakukan hal yang membuatmu sakit sayang?Sedangkan aku tidak ingin menyakitimu dan membuat mu sedih.”Phoenix tersenyum “Aku akan sedih jika kau tidak menghiburnya. Aku merasakan sepertinya aku dan dia satu familie. Ingatlah sayang cinta tidak harus saling memiliki.” Phoenix berusaha tersenyum. Sang Naga Emas pun menjawab “Cinta harus diperjuangkan, Dan akupun akan memperjuangkan cintaku padamu.” Phoenix menggeleng “Tidak, sayangku. Yang benar adalah cinta sebuah pengorbanan.” Phoenix pun mendorong naga Emas. Naga Emas bingung harus bagaimana. Ia menghadap kebalakang tapi Phoenix tak  terlihat. Ia menghadap ke depan.

 

 

Dan menatap Angsa Danau itu. Tatapan mereka saling terpaut. Naga Emas merasakan penderitaan Angsa Danau. Ia pun menekati Angsa Danau. Dan menemani Angsa Danau sepanjang malam. Burung Phoenix pun terbang lalu setelah berada di tempat yang jauh ia terjatuh. Bulu-bulu burung Phoenix rontok. Seperti inilah siklus burung Phoenix. Ia hidup abadi, tapi ia akan selalu mengalami bulu-bulu rontok. Bulu yang rontok menandakan kematiannya. Dan bulu baru akan segera tumbuh.

 

 

Naga Emas menatap ke angkasa dan menatap kepergian Phoenix. Phoenix perak bersyukur setidaknya Naga Emas tidak pernah melihat dirinya tanpa bulu. Entah apa yang akan dipikirkan Naga Emas nanti. Mungkin rasa cintanya akan hilang dalam sekejap. Angsa Danau tahu Naga Emas mencintai Silver Phoenix bahkan jika melihat Phoenix kehilangan bulunya juga Naga Emas akan tetap mencintai Phoenix. Bahkan setiap Naga emas sedang bersama dengan Lake Swan. Lake Swan selalu mendapati Naga Emas sedang memandang ke angkasa. Naga Emas pasti sedang berharap Phoenix datang.   

 

 

Lake Swan bersenandung “Andai aku bisa terbang.” Naga Emas terpana oleh suara Lake Swan dan pikiran Phoenix benar. Ketika Naga Emas mendengar suara Lake Swan yang merdu Naga Emas pasti langsung jatuh hati. Lake Swan  pun berusaha mengepakan sayapnya. Naga Emas bertanya padanya “Jika kau bisa terbang, kau ingin kemana sayang?Biarlah diriku menjadi sayapmu.” Angsa Danau terkejut. Ia berfikir bahwa Kin Ryu atau Gold Dragon pasti sudah gila. Angsa Danau pun berusaha mengepakkan sayap. Dan berusaha terbang menjauhkan diri dari Naga Emas. Dan mencari Silver Phoenix. Tapi bulan telah pergi berganti matahari. Mereka semua pun hilang.

 

 

Yume pun membaca tulisan dari Mizu. Ia tersenyum. Tokoh binatang yang bagus. Lalu ia melanjutkan kisah tersebut. “Cinta memang tidak harus saling memiliki, karena cinta adalah sebuah pengorbanan. Aku setuju dengan kata-kata ini.” Yume pun merealisasikan apa yang ada di mimpi itu.

    

 

 

Part 4 “Terbangun Dari Dunia Mimpi.”

 

 

Ai Ling terbangun dari mimpinya. Mimpi indah sekaligus buruk. Walaupun hubungannya bersama Kin Ryu/Naga Emas/ Gold Dragon terasa berlebihan. Ia merasa hubungannya bersama Ryu hanyalah sebatas persahabatan bukan sepasang kekasih walaupun ia menginginkannya seperti itu. Tapi Ryu sepertinya tidak mencintainya. Ryu pasti lebih mencintai A Ling.

 

 

A Ling terbangun dari kamarnya. Dia menyesal kenapa bisa jadi ikut-ikutan berada di sebuah lingkaran persahabatan dan cinta segitiga konyol seperti ini. Terlebih ia merasa seperti seorang pengganggu bahkan walaupun dirinya sama sekali tidak mencintai Ryu. Dan hal yang paling menyebalkannya Ai Ling selalu berusaha mendekatkan dirinya dengan Ryu. Padahal dia tidak menyukai Ryu. Haruskah dirinya mengatakan dengan tegas kepada Ai Ling bahwa dirinya tidak menyukai Ryu? Ia pun berjanji untuk berhenti mengeluh. Dan mencari orang lain untuk dicintai. Jadi ia tidak perlu berada di sebuah permainan konyol kekanak-kanakan seperti ini.

 

 Ryu terbangun ia menatap ke luar jendela. Jendela Ai Ling masih tertutup. Awalnya ia ingin ke meja makan tapi tidak sengaja ia menatap jendela A Ling dan lagi-lagi ia sedang berganti baju. Ryu tertawa pelan menertawakan A Ling. Dasar wanita bodoh yang tidak belajar dari kesalahan. Ryu pun berbalik untuk menuju meja makan dan ia melihat Jendela Ai Ling terbuka rupanya Ai Ling sudah terbangun. Ryu pun melanjutkan langkah menuju meja makan.

 

 

Ai Ling menatap Ryu yang menjauh. Sikap apaan itu?Bahkan Ryu tidak menyapa sedikitpun. Beberapa bulan kemudian mereka pun selesai belajar dan mulai memasuki dunia kerja. Bahkan mungkin diantara mereka ada yang akan menikah. Orang tua Ai Ling dan A Ling sepakat dengan orang tua Ryu untuk menikahkan anak mereka.

 

 

Ryu mengajak Ai Ling jalan-jalan. “Sudah lama ya kita tidak jalan-jalan berdua?” Ai Ling tersenyum. Kau lebih suka jalan-jalan bersama A Ling kan?” Ryu tersenyum “Bahkan aku belum pernah mengajaknya jalan-jalan.” Ryu tersenyum lalu memegang tangan Ai Ling. Ada sebuah desiran di perasaan Ai Ling. Ia pun mengambil tangannya. Dan menjauhkan tangannya dari jangkauan Ryu.

 

 

Ryu kecewa. “Aku hanya ingin memakaikan ini padamu.” Ai Ling tersenyum “Cincin itu akan lebih indah jika berada di tangan A Ling.” Ai Ling masih memaksakan senyumannya.Ryu berubah murung “Padahal akau akan lebih suka jika cincin ini berada di jari manismu. Tahukah engkau?Aku sudah mencintaimu bahkan dari semenjak kita masih kecil. Dan aku yakin kau pun mencintaiku juga seperti dalam mimpi itu.

 

 

Ai Ling teringat perkataan Ryu sebelum tidur. Semoga dalam mimpi, kita bisa bertemu sebagai burung Pheonix dan Naga. Ternyata Ryu juga memimpikan hal itu. Mungkin A Ling juga memimpikan hal ini. Ai Ling pun memaksakan senyumnya dan menahan air matanya. “Kau akan mencintai A Ling setelah kau menikahinya.”Ai Ling pergi dengan meninggalkan Ryu yang menatap gelasnya. Kakinya berada di kaki satunya. Lalu dengan kesal ia pun memecahkan gelas itu. Dan ia pun menggemgam beling itu hingga tangannya berdarah “Jika kau menginginkan aku mencintai A Ling. Aku akan melakukannya. Akan kubuat kau begitu menderita karena aku akan mencintai A Ling.”Darah itu pun menetes sampai lantai. Seorang pelayan datang berusaha mengobati Ryu. Ryu membayar semua hidangan di meja yang sama sekali tidak di makan Ai Ling.

 

 

Ai Ling menangis di jalan. Perkataan ayah ibunya seminggu yang lalu. “Ai Ling sebentar lagi kau akan kami nikahkan bersama Ryu.” Sebenarnya Ai Ling senang tapi ia teringat kembali akan senandung kesedihan saudara perempuannya A Ling. Ai Ling pun berusaha membuat A Ling bahagia dengan membagi kebahagiaannya. Lalu ia mengatakan idenya kepada ayah ibunya “A Ling kakaku sudah mengalami banyak penderitaan dan kesedihan. Dari pertama ia dilahirkan, Ia sudah dibuang.” Mamanya menyela “Dia tidak dibuang tapi kehadirannya ke dunia ini berusaha membuat orang disekitarnya bahagia. Dan tantenya pun bahagia karena hidup berada di sampingnya.” Ai Ling menyela “Tapi ini bukan kemauan A Ling. Apa ayah ibu berfikir bahwa jiwa A Ling bahagia?Kalau aku sih merasakan jiwa A Ling begitu menderita dan tidak bahagia. Ia tinggal di sana dengan kesepian.” Ibunya menyela lagi “Dia tinggal dengan kasih sayang tantenya. Aku yakin dia tidak kesepian.”

 

 

Ai Ling pun masih berusaha menjalankan misinya. “Tapi A Ling hidup dalam penderitaan sedangkan kita hidup dengan kemewahan.” Ibunya menyela lagi “Itu baik untuk A Ling sehingga ia tidak memiliki karakter manja sepertimu.” Muka Ai Ling memerah. “Jika kalian menginginkan aku bukanlah anak manja mungkin sebaiknya kalian mengirimkan aku ke dunia baru sang tante agar aku diajarkannya untuk menjadi anak manja.” Ai Ling pun pergi dengan kesal.

 

 

Ayahnya Ai Ling memarahi istrinya. “Sungguh repot menikah dengan istri yang sibuk bekerja. Sampai-sampai tidak bisa mendidik anaknya agar tidak menjadi anak keras kepala dan manja.” Wajah ibunya  Ai Ling memerah. “Kalau kau menginginkan aku agar aku tidak bekerja dan cukup di rumah saja mendidik Ai Ling kenapa kau tidak menyuruhku sejak awal?”  Ibunya Ai Ling segera pergi. Tapi suaminya memegang tangan istrinya. “Sepertinya aku salah. Kau memang sudah mendidiknya. Tapi kau mendidik Ai Ling menjadi sama sepertimu. Lihat saja cara kalian marah. Cara kalian marah benar-benar sama. Minggu depan kita sudah harus bertemu dengan orang tua Ryu. Jika Ryu kita nikahkan dengan A Ling apa kau setuju?” Istrinya pun menjawab singkat “Lakukan sesuka hatimu.” Lalu ia pergi.

 

 

Dan perjanjian pun dilakukan. Malam itu Ayah Ibu Ai Ling datang ke rumah Ryu. Dan mereka membicarakan ini semua. Ayah Ai ling pun mengatakan “Sepertinya aku tidak bisa menikahkan Ai Ling dengan Ryu. Tapi bagaimana jika Ryu menikah dengan A Ling saja. Sepertinya A Ling lebih cantik daripada Ai Ling.” Ayah Ryu berkata bijak. “Pernikahan dan cinta tidak diukur dari kecantikan dan ketampanan, bahkan bukan juga diukur dari kekayaan dan keluarganya.” Ibu Ryu pun berkata “Aku merasa anakku mencintai Ai Ling. Karena yang meminta pernikahan ini diadakan adalah Ryuk dua minggu yang lalu. Perjodohan ini bukan usul dari kami.”

 

 

Ayah Ai Ling mengangguk “Aku juga berfikir bahwa Ryu akan cocok sekali dengan Ai Ling. Mereka juga seperti sudah saling  mencintai. Tapi aku bingung kenapa Ai Ling menolak pernikahan ini.” Ibu Ai Ling menatap suaminya “Loh kamu lupa? Ai Ling kan menolak karena ia berat dengan A Ling. Ai Ling merasa A Ling begitu menderita dan Ai Ling ingin memberikan kebahagiaanya kepada A Ling. Yaitu dengan cara memberikan Ryu salah satu kebahagiaanya untuk A Ling. Dan Ai Ling berharap A Ling dan Ryu bahagia dan saling mencintai saat mereka menikah nanti.” Ibu Ryu mengangguk “Oh begitu ya. Ya sudah saya tanyakan dulu pada anaknya.” Ibu Ryu pun memanggil Ryu. Ryu yang semenjak tadi mendengar pembicaraan mereka pun terduduk di kursi yang kosong.”

 

 

Ayah Ai Ling pun bertanya “Apakah kau ingin menikah dengan A Ling.” Ryu pun mengangguk. Sebenarnya ia begitu sedih. Ia merasa seperti sedang menikam jantungnya sendiri dengan pisau yang diberikan Ai Ling. Saat itu di tempat lain. A Ling berhasil mendapatkan serpihan cintanya. A Ling sedang mendatangi acara pernikahan temannya. Ia datang sendirian tanpa teman lainnya. Ia terduduk sendirian. Awalnya ia merasa kesal sekali karena tidak memiliki teman berbicara.

Ia pun memutuskan untuk pulang. Tapi tiba-tiba ia menabrak seorang pria. Dan sebuah gelas terjatuh pecah, sebelum terjatuh air itu telah sukses membasahi baju A Ling. Semua perhatian tertuju pada mereka. Laki-laki itu terus meminta maaf pada A Ling. A Ling pun hanya tersenyum. “Tidak apa-apa. Lagipula aku akan pulang sekarang.” Laki-laki itu menjadi lebih merasa bersalah. Deane tuan rumah dari acara ini pun datang mendekat ke mereka. “Jangan pulang dulu.” Deane pun menggamit tangan A Ling. Ia membawa A Ling ke kamarnya. “Pakai bajuku.” Ia pun pergi keluar.

 

 

Setelah A Ling berganti baju. Deane mengajak A Ling ke laki-laki itu. Lalu ia berkata kepada sepupunya. “Darius kau harus mempertanggung jawabkan semua yang kau lakukan. Kau harus mencuci baju A Ling.” A Ling merasa tidak enak. Lalu ia mengambil bajunya lagi. “Tidak perlu. Biar aku saja yang membersihkannya.” Deane masih bersihkeras. “Tidak A Ling aku hanya ingin mengajarkan sepupuku arti sebuah tanggung jawab.” Lalu Deane memberikan baju itu kepada Darius. Ia tersenyum “Akan kubersihkan dengan tanganku sendiri.” Lalu ia pun pergi.A Ling pun berpamitan untuk pulang.

 

 

Ketika keesokan harinya Darius datang untuk memberikan baju itu. Ternyata ia juga membawakan sebuah bunga matahari. Seteluh Darius memberikan kedua hal itu ia pun mengatakan. “Maukah engkau ikut bersamaku untuk makan malam?” A Ling ragu ia pun ragu. “Ayolah, rasa bersalahku akan hilang jika kau mengangguk.”A Ling mengernyit. “Tapi kau sudah mencucikan bajuku dan memberiku bunga. Apa itu belum cukup.” Darius menggeleng dan tersenyum. “Tidak akan cukup jika kau tidak datang.”

 

 

A Ling akhirnya pun mengalah. Ia segera mengganti baju. Dan pergi ke sebuah tempat yang menurutnya indah dengan sinar lilin yang memukau. Ribuan lampu kota bisa terlihat di sana. Mereka pun mulai makan. Mereka pun segera menarik ayam kalkun yang sama. Ayam itu begitu besar sekali. Setelah selesai makan. Darius membuka sebuah cincin dari sebuah kotak kecil. Lalu ia mengambil tangan A Ling dan melingkarkan cincin itu di jari manis A Ling. A Ling tampak terkejut. Lalu ia pun berhasil mengeluarkan suaranya. “Bukankah ini terlalu cepat?”

 

 

Darius pun menjawab dengan santai. “Tidak, aku telah mencintaimu sejak lama. Dan aku ingin minggu depan kita menikah. Sejujurnya pertemuan kita kemarin sudah aku rencanakan bersama sepupuku. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi agar pertemuankan kita terlihat begitu mengesankan jadi aku membuat sebuah pertemuan itu.”A Ling tersenyum miris. “Kau berhasil. Pertemuankan kita tampak begitu mengesankan.” A Ling melepas serbetnya dengan kencang lalu meninggalkan laki-laki itu sendirian. Laki-laki itu tersenyum menggeleng. Setidaknya  A Ling tidak membuang cincin itu. Jadi, satu bulan kemudian keluarganya bisa datang untuk melamar A Ling. Tapi sayang sekali takdir berkata lain.

 

 

A Ling pergi meninggalkan tempat itu dengan kesal. Ia pun berguman kembali “Sungguh konyol. Kenapa aku selalu berperan dalam permainan cinta yang dibuat orang lain. Kenapa aku tidak bisa membuat kisahku sendiri. A Ling lupa tentang cincin yang ia kenakan padahal jika ia ingin menolak pernikahan itu ia bisa membuang cincin itu ke selokan.

Seminggu telah berlalu. Hari pernikahan tiba. Ketika sang fajar datang. A Ling bingung karena diperlakukan bagaikan seorang putri. Ia dimandikan, dipakaikan baju dan dirias seperti pengantin. Ketika ia melihat dirinya dicermin. Ia begitu kaget. Kenapa tiba-tiba ia dipakaikan baju pengantin.

 

 

         A Ling dibawa ke sebuah gedung. Ai Ling  berusaha menutupi perasaan sakitnya. Setelah sampai di gedung Ai Ling meminum sebuah sirop sendirian. “Apa kau sudah puas menyayat jantungku Ai Ling?” Ai Ling tampak terkejut lalu ia tersenyum. “Setidaknya kita akan mati bersama. Ai Ling pun pergi menjauhi mereka semua.”

 

 

         Ai Ling menyaksikan semua ritual pernikahan ini. Ia sudah tidak sanggup. Topeng tersenyum sudah habis. Ia pun pergi ke luar kota. Menangis sepanjaang perjalanan. Bahkan setelah tertidur ia pun masih mengeluarkan air matanya.

 

 

Saat ingin memasukan sebuah cincin pernikahan ke tangan A Ling. Ryu menyadari A Ling telah memakai cincin lain. Ia tersenyum. “Bahkan sang cincin pun memilih orang yang dicintainya. Lihatlah A Ling sudah menikah dengan laki-laki lain dan cincin di jari manisnya adalah cincin pernikahannya.” Ryu pun pergi. A Ling yang merasa dipermalukan di hari pernikahannya yang sama sekali tidak ia inginkan pun menangis. “Tolong hentikan permainan bodoh ini.” Ia pun memeluk lututnya. Ia menangisi dirinya sendiri.

 

 

Darius maju ke depan. Duduk ke samping A Ling. Lalu ia pun meminta. “Tolong nikahkan aku bersama A Ling. Cincin yang ada di jari manisnya adalah cincin pemberianku.”A Ling memandang Darius. Sebenarnya ia sudah begitu muak tentang semua permainan cinta yang tidak ia inginkan sama sekali, tapi sayangnya ia harus memerankannya. Terjadi sebuah kasak-kusuk di belakang. Tapi akhirnya semua orang yang ada di sana pun menyetujui pernikahan ini. Cinta memang begitu aneh.        

 

 

Ryu mencari-cari kepergian Ai Ling. Ia berharap Ai Ling ada di sebuah kolam. Sehingga ia bisa membawa Ai Ling untuk menikahinya. Tapi ternyata Ai Ling tidak ada di sana. Ryu masih mencarinya sampai ia kelelahan.

 

 

         Di mobil. Ai Ling terbangun. Ia masih meneteskan air mata. Air mata yang sudah lama ia bendung dari pertama kali kedatangan A Ling pun meledak. Ia menangis dan terus menangis. Dan berusaha ikhlas. Sang sopir merasa risih oleh tangisan Ai Ling. Ia menatap Ai Ling dari sebuah kaca. Di kaca itu wajah Ai Ling yang penuh dengan air mata terpantul. Sang sopir pun merasa sedih. Sang sopir yang entah memiliki kelainan apa. Akhirnya mengambil kameranya untuk memfoto wajah Ai Ling yang sedang menangis “Untuk kenang-kenangan.” Sebuah tindakan bodoh memang. Karena pada saat yang bersamaan. Mobil ini keluar dari jalurnya dan menabrak sebuah truk. Kecelakaan pun  terjadi. Takdir tidak bisa terelakan. Mobil itu berbalik dan terbakar. Sang sopir meninggal.

 

 

Ai Ling masih bisa tertolong. Lalu ia dibawa ke rumah sakit. Pagi hari setelah pernikahan itu. Keluarga Ai Ling digemparkan oleh sebuah tragedi. A Ling mendengus “Entah tragedi buruk apa lagi yang akan terjadi pada hidupku. Dunia begitu menyedihkan bagiku.” Darius pun murung. “Walaupun aku sudah datang ke hidupmu untuk menemani dan menghiburmu?” A Ling mengangguk.

 

 

Lalu mereka semua pun ke rumah sakit untuk melihat keadaan Ai Ling. Ai Ling terbangun lalu ia merasakan sakit di wajahnya. Ia pun memegang pipinya lalu alisnya mengernyit. Ia meminta suster untuk mengambilkan sebuah cermin. Ketika ia melihat cermin itu. Ia begitu ketakutan. “Ini bukan wajahku.” Ia menjerit ketakutan. Ia juga melihata tangan dan kakinya. Lalu berteriak. “Tubuh ini bukan tubuhku.”

 

 

Lalu Ai Ling melihat keluarganya datang. Ia menunduk dan berharap semoga Ryu tidak datang. Tubuh Ryu mungkin boleh menjadi milik orang lain. Tapi tolong jangan ambil cintanya juga. Hanya cinta Ryu yang ia miliki satu-satunya.

 

 

Keluarga Ai Ling kaget menatap Ai Ling. Ai Ling menunduk. Dan berfikir. Bahkan keluaganya tidak bisa menerima keadaanya. Ibu Ai Ling menangis lalu memeluk Ai Ling. A Ling serta ayahnya juga memeluk Ai Ling. Ryu ada di sana. Masih terpaku. Ai Ling pun menunduk sedih. Kenapa jadi seperti ini ratapnya. Lalu Ai Ling juga menatap seorang pria yang sedang memegang bahu A Ling. Ai Ling pun bingung siapa dia?

 

 

Ryu pun datang mendekati Ai Ling. Ia memberikan bunga matahari. Dan duduk dikasur “Ini untukmu. Sebuah bunga yang kau sukai bahkan dari kau masih kecil.” Ryu pun memeluk Ai Ling. Ai Ling ingin membalas pelukan itu dengan erat. Tapi ia tidak sanggup.

 

 

Setelah beberapa lama. Ai Ling diizinkan pulang. Ia menatap ke luar jendela mobil. Sekarang hidupnya tidak akan pernah sama seperti semua ini belum terjadi. Ai Ling pun menangis. A Ling melihatnya lalu ia merangkulnya. A Ling pun ikut menangis.

 

 

 Ryu melemparkan sebuah kertas. Kini kertas itu berbentuk Naga Emas. Ai Ling tersenyum pahit. Lalu membuka lipatan demi lipatan. Dan membaca tulisan tangan Ryu. “Cincin ini memilih jari manis orang yang dicintai tuannya. Dan cincin ini berharap kau memakainya untuk tidak mengecewakan tuannya.” Ai Ling tersenyum getir lalu menangis.

 

 

Lalu Ryu mengirimkan sebuah surat berbentuk Naga Emas lagi. Ai Ling membuka lipatan yang agak rumit itu dengan hati-hati agar tidak sobek. Lalu membaca tulisan itu. “Esok kita harus menikah.” Ai Ling menggeleng lalu mengirimkan surat berbentuk Phoenix. “Walaupun keadaanku begini?” Ryu mengangguk dan menuliskan kembali suratnya. “Ya, apapun wujudmu. Tapi aku yakin bulu-bulumu akan tumbuh menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Karena kau adalah Silver Phoenixku.” Di bawah tulisan itu tertulis “Kin Ryu/Gold Dragon.” Dan tulisan itu ditulis dengan tinta emas.

 

Mizu membaca kisah yang ditulis Yume. Ia pun terisah. “Kisah cinta yang mengharukan, cinta memang suci. Cinta hadir bukan karena kecantikan,harta dan lain-lainnya. Tapi cinta datang dari hati. Sehingga jika pasangan kita tidak sempurna kita masih harus tetap mencintainya karena Allah.” Mizu melanjutkan kisah yang ditulis Yume. Mizu pun bertanya-tanya. Apakah kisah ini akan berakhir sampai sini? Kita lihat sikap Yume untuk mengatasi kisah yang selesai sebelum waktunya.

Part 5 “Pernikahan.”

 

 

Hari itu tiba. Dan Ai Ling serta Ryu pun menikah. Semua orang tampak begitu bahagia tidak terkecuali A Ling yang pipinya sedang merah merona bagaikan buah delima. A Ling dan Darius tampak begitu bahagia. Sepertinya kuncup-kuncup bunga cinta bermekaran pada pagi yang syahdu itu. Burung-burung lovebird pun menyanyikan sebuah lagu cinta. Yang membuat A Ling dan Darius ingin berdansa. Ai Ling yang melihat kecerian A Ling dan melihat mereka berdansa pun lekas mengajak Ryu berlari. Padahal Ryu saat itu sedang mencicipi sebuah kue. Dan ketika mereka berlari. Kue itu terjatuh menggelinding di tanah.

 

 

Kue yang menggelinding itu diambil oleh Himitsu dengan tatapan berbinar tapi lekas dibuang oleh Yume. Dan Himitsu pun diamankan oleh Max. Mereka bertiga pun pergi menjauh. Ryu yang masih diseret Ai Ling untuk menuju kolam pun tampak begitu sedih melihat nasib kuenya yang berujung ke tong sampah. Tapi expresinya berubah setelah mereka berdua berdansa. Dan para tamu pun ikut berdansa dengan pasangannya. Mereka tampak bahagia untuk selama-lamanya.




Leave a Reply.